Mohon tunggu...
Tati Hidayat
Tati Hidayat Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Wanita Biasa

Penikmat hidup

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengatasi Stunting dengan Tanaman Liar

8 November 2024   16:55 Diperbarui: 8 November 2024   17:02 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia mempunya cita-cita untuk menjadi negara maju pada tahun 2045. Bersamaan dengan memperingati 100 tahun kemerdekaan Indonesia. Visi Indonesia Emas 2045 sering kita sebagai tujuan nasional yang sangat ambisius. Indonesia Emas 2045 bisa terwujud, bila kolaborasi antara generasi muda dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) merupakan salah satu wujud dalam mencapai "Indonesia Emas 2045" dengan teknologi, keterlibatan mayarakat, kesadaran lingkungan dan pendidikan. Generasi muda dapat membantu membangun masyarakat yang lebih inklusif, berkelanjutan dan inovatif.

Tentu saja generasi muda sangat berperan penting, maka tumbuh kembang dan gizi mereka harus kita perhatikan. Tumbuh kembang anak diawali dari 1000 Hari Pertama makanya sangat  penting sekali memperhatikan asupan gizi jauh-jauh hari sejak sebelum hamil untuk menghindari stunting juga. untuk keluarga sehat  seharusnya menerapkan 4 pilar Gizi Lengkap Seimbang yaitu Makan makanan sehat beragam dalam jumlah cukup dan proporsional, Menerapkan pola hidup bersih, Melakukan aktivitas fisik, dan Memantau berat badan ideal. Penyakit tidak menular biasanya dipicu oleh makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Nah ini yang harus di perhatikan, berikanlah makan makanan sehat beragam. Idealnya saat usia 0-6 bulan disarankan diberikan ASI Eksklusif dan saat usia memasuki 6 bulan barulah di beri mpasi. 

Makanan bergizi untuk mencegah stunting pada anak

Stunting terjadi mulai janin masih dalam kendungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Akibat stunting Perkembangan otak anak dan fisik terhambat, sulit berprestasi, rentan terhadap penyakit dan ketika dewasa mudah menderita kegemukan (sehingga berisiko terkena penyakit jantung, diabetes dan penyakit tidak menular lainnya.

Setiap orang tua pasti ingin anaknya lahir dalam keadaan sehat dan normal. Tapi terkadang ekonomi yang tidak menunjang, akibatnya anak-anak banyak gizi buruk. Hayu Dyah Patria Jombang, Jawa Timur salah satu Penerima Apresiasi Satu Indonesia Awards 2011 adalah wanita warga Sidoarjo, yang mengenalkan pemanfaatan tanaman liar itu kepada warga Galengdowo. Niat Hayu sangat sederhana, "Untuk melestarikan tanaman liar, sekaligus memperkuat ketahanan pangan dan memerangi kekurangan gizi dengan cara yang masuk akal," katanya.

Hayu Dyah memberdayakan tanaman liar untuk memperkuat dan memerangi kekurangan gizi pada masyarakat desa

Hayu juga percaya bahwa solusi lokal adalah solusi yang terbaik dalam menangani masalah kelaparan dan kekurangan gizi di Indonesia. Dan ia mendapati bahwa perempuan adalah aktor penting namun tidak diakui perannya dalam mewujudkan kedaulatan pangan dan gizi, sehingga dalam kegiatannya ia lebih banyak bekerja dengan perempuan dan menikmati menimba ilmu, pengetahuan dan ketrampilan dari mereka.

Masuk akal karena bisa dikembangkan dengan mudah, tanpa perlu perlakuan spesial. Sebagai ahli teknologi pangan, Hayu Dyah, kelahiran Gresik, 27 Januari 1981, tertantang meningkatkan status gizi masyarakat. Dia melihat sekeliling, apa yang mudah dijangkau orang kebanyakan. Pilihan jatuh pada tanaman liar. Daun kastuba, misalnya, berlimpah kandungan mineral. Lalu, daun krokot, makanan kesukaan jengkerik, ternyata kaya berbagai macam vitamin dan, ini yang terpenting, senyawa pendongkrak kecerdasan.

Sesungguhnya keterampilan ini tak cuma berguna untuk warga Galengdowo. Data Riset Kesehatan Dasar 2010 mengungkapkan, angka kekurangan gizi di Indonesia masih tinggi, yakni 17,9%. Penyebab utamanya adalah kemiskinan. Karena itu, makanan asal tanaman liar sangat masuk akal untuk dimasyarakatkan. "Tanaman ini bisa didapat tanpa uang. Tinggal petik, tapi kandungan gizinya tak kalah dari tanaman budidaya," kata Hayu.

Hayu juga mendirikan sebuah Yayasan Mantasa, bermula ketika masih menjadi seorang mahasiswi Universitas Widya Mandala Surabaya tahun 2004, ini hendak membuat penelitian tentang kandungan gizi mangrove. Sejak tahun 2009 lalu, Dyah memberdayakan ibu-ibu rumah tangga di Desa Galengdowo Jombang untuk memanfaatkan tanaman liar sebagai bahan makanan seperti seperti krokot, daun racun, tempuyung, legetan, dan sintrong. Saat ini, Hayu sudah berhasil mengidentifikasikan sekitar 300 spesies tanaman liar. Ia juga berhasil mengundang kalangan akademis dan peneliti untuk menemukan kandungan nutrisi tanaman pangan liar dan berhasil meneliti 10 tanaman pangan liar secara mendalam.

Dampaknya bagi masyarakat desa adalah masyarakat mulai mengkonsumsi lebih banyak tanaman pangan liar dibanding makanan olahan dan terbiasa memelihara tanaman liar. Selain itu, dampaknya bagi Desa Galengdowo adalah desa ini sudah memberikan presentasi di luar negeri mengenai apa yang telah mereka lakukan untuk mengatasi gizi buruk. Usaha dan perjuangannya membuahkan hasil dan dia mendapat Apresiasi SATU Indonesia Awards 2011. Memang sosok Hayu menjadi salah satu yang berjasa dalam memerangi kekurangan gizi di Indonesia.

Bersyukur di Indonesia banyak tanaman-tanaman liar yang bisa kita manfaatkan. Sehingga kebutuhan gizi dan pangan bisa teratasi.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun