Dengan irama suka cita yang hampir seperti irama timur tengah, berpadu syiir Jawa, diselingi dengan lagu slow rock dengan iringan tabuh hasil kolaborasi antara rebana, hadroh dan marawis (Ngadimah, 2018).
Selain bershalawat, lantunan hadrah juga berisi dzikir-dzikir dengan senantiasa mengingat Allah swt. Seperti yang diuraikan dalam tulisan Anis, kegiatan hadrah tersebut mempunyai maksud dan berpotensi mengajak para remaja untuk selalu ingat dan taat kapada Allah dan Rasul-Nya (Hayuningtyas, 2018)
Hadrah dari segi bahasa diambil dari kata "hadhoro-yuhdhiru-hadhron-hadhrotan" yang berarti kehadiran. Sedangkan secara istilah hadroh adalah sebuah alat musik sejenis rebana yang digunakan untuk acara-acara keagamaan seperti acara Maulid Nabi SAW (Hayuningtyas, 2018).Â
Namun, seni hadrah tidak hanya ditampilkan pada acara Maulid saja, diantara kegiatan lain yang senantiasa menampilkan hadrah adalah acara memperingati Isra Mi'raj, kelulusan sekolah/pesantren, pernikahan, dan lain-lain.
Penyajian sholawat dengan diiringi alat music rebana dapat menghindari sajian hiburan yang tidak elok dinikmati, apalagai ketika merayakan kegiatan keagamaan (Rif'an, 2012).Â
Meskipun banyak kontradiksi dari penyajian shalwat menggunakan alat music seperti hadroh ini, namun jika dilihat dari sisi Sirah, ternyata Rasul dan para sahabat juga menikmati penyajian seni music. Penyajian music ini tentu dengan cara, sarana, kandungan, dan batas-batas yang tidak sama dengan yang dilakukan oleh orang kafir (Qardhawi, 2019).
Jika dilihat dari Negara lainm salah satunya pada masyarakat Mesir, terdapat salah satu Syair yang berjudul al-Mawawil. Syair tersebut dinyanyikan seorang diri atau bersama-sama banyak orang, terutama yang bersuara bagus.Â
Syair yang dilantunkan kebanyakan berisi tentang cinta, kerinduan, ikatan, dan perceraiberaian. Sebagian lain berisi mengenai nikmat harta dunia, yang lainnya berisi ratapan atas kezaliman yang merajalela, dan sebagainya. Kebanyakan mereka menyanyikan syair itu tanpa menggunakan alat musik, tetapi sebagian yang lain ada yang menggunakan seruling.Â
Di antara seniman tradisional, ada yang kreatif menggubah lagu dan syair untuk mereka nyanyikan pada saat-saat tertentu. Contoh lain adalah kisah-kisah yang dipuitisasikan, yang bercerita tentang pahlawan rakyat yang dikenal dengan keberanian dan ketahanan mentalnya.Â
Orang-orang mendengarkan dan mengiringinya dengan menabuh rebana sambil menirukan syairnya. Karenanya, banyak di antara mereka yang menghhafal syair itu di luar kepala.Â
Diantara syair-syairnya adalah kisah Adam al-syarqawi, Syafiqah wa Mutawalli, Ayyub al-Mishri, Sa'd AI-Yatim, dan lain sebagainya (Qardhawi, 2019). Penggunaan rebana pada iringan syair masyarakat Mesir tersebut bisa dinilai sama dengan penggunaan rebana pada seni hadrah yang ada di Indonesia.