Mohon tunggu...
Tatiek R. Anwar
Tatiek R. Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Perajut aksara

Penulis novel Bukan Pelaminan Rasa dan Sebiru Rindu serta belasan antologi, 2 antologi cernak, 3 antologi puisi. Menulis adalah salah satu cara efektif dalam mengajak pada kebaikan tanpa harus menggurui.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Liontin Bermata Biru Safir

22 Oktober 2022   04:00 Diperbarui: 22 Oktober 2022   19:44 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rafiq menepikan motor di area parkir masjid Al-Hidayah bertepatan dengan imam salat isya mengucapkan salam. Ia mengusap peluh yang menetes di dahinya, kelelahan tampak di wajah pemuda berusia 22 tahun itu. Ban motornya bocor dan ia harus menuntun sejauh dua kilometer sebelum tiba di masjid ini. Sebenarnya ia menemukan dua tempat penambal ban, tetapi keduanya sudah tutup.

Setelah memasuki masjid, pemuda beralis tebal itu segera menuju toilet, lalu berwudu. Sejuknya air yang membasuh wajah dan anggota tubuhnya, sejenak mampu mengusir penat yang mendera.

Masjid mulai sepi, dua orang jamaah baru saja meninggalkan halaman masjid. Memasuki ruang salat tampak seorang lelaki paruh baya sepertinya hendak meninggalkan masjid, tergesa-gesa memasukkan barang-barangnya ke dalam ransel hitam miliknya.

Rafiq sudah larut dalam sujud-sujud panjangnya, diawali dengan salat tahiyatul masjid, diakhiri salat qabliyah Isya. Doanya khusyuk dan panjang, untuk orang tua, adik-adiknya dan kebaikan dunia dan akhiratnya.

Pemuda berkaca mata itu menepi untuk meluruskan kakinya yang lelah. Ia memilih duduk di pojok kiri masjid, tetapi belum genap menyandarkan punggungnya, ia melihat sebuah kotak kecil yang tergeletak.

Rafiq meraih kotak itu, kemudian membukanya. Tampak seuntai kalung yang tersusun dari butiran-butiran kecil emas. Pada untaiannya tersemat liontin berbentuk mawar dengan sebutir batu mengkilat di tengahnya berwarna biru safir.

Baca juga: Pengemis Sukarela

Pemuda itu teringat pada lelaki paruh baya yang duduk di sini, sekitar dua puluh menit lalu. Mungkin karena tergesa-gesa, lelaki tadi tidak sadar telah menjatuhkan barang berharga ini.

Rafiq bergegas keluar, di pintu pagar masjid ia celingukan mencari sosok lelaki tua itu. Tentu saja sudah tidak terlihat, bahkan dengan apa lelaki paruh baya itu pergi, ia tidak tahu.

Baca juga: Cerpen: Yuwaraja

Pemuda berkulit sawo matang itu kembali memasuki masjid dengan kotak itu masih dalam genggamannya. Ia berharap si empunya akan kembali untuk mencari barangnya yang tertinggal.

Sudah tiga puluh menit Rafiq menunggu sambil tilawah. Namun, sosok yang ditunggu tak jua menampakkan batang hidungnya. Akhirnya ia memutuskan untuk ke rumah Ketua DKM yang berjarak hanya 200 meter dari masjid Al-Hidayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun