Mohon tunggu...
Tatiek R. Anwar
Tatiek R. Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Perajut aksara

Penulis novel Bukan Pelaminan Rasa dan Sebiru Rindu serta belasan antologi, 2 antologi cernak, 3 antologi puisi. Menulis adalah salah satu cara efektif dalam mengajak pada kebaikan tanpa harus menggurui.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Asa yang Terenggut

30 Desember 2021   14:05 Diperbarui: 30 Desember 2021   15:31 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: today.line.me

"Siap, Bu," sahut Dina sambil hormat a la tentara, membuat ibu tertawa.

Malamnya, Ratih menggigil, tubuhnya sangat panas. Hadi memberikan ibu paracetamol dan mengompres dahinya. Hadi dan Dina bergantian menunggu Ratih yang tidur gelisah. 

Tengah malam, Ratih terbangun karena sesak di dadanya. Ia memang memiliki sakit asma, tapi sudah lama sekali sakitnya tidak kambuh. Setelahnya, Ratih tidak bisa tidur hingga pagi.

Atas saran tetangganya, Ratih melakukan tes swab. Pukul 09.15, petugas Puskesmas datang dengan pakaian hazmat. Setelah memeriksa Ratih, petugas Puskesmas berpesan pada Hadi dan adik-adiknya agar memakai masker meski di rumah dan tidak berdekatan dulu dengan ibu mereka. Karena pernapasannya berat, Ratih dibantu dengan bantuan tabung oksigen.

Sore hari, petugas Puskesmas datang dengan ambulan. Ratih positif terpapar Covid-19, ia harus menjalani perawatan. Hadi, Dina dan Fatih hanya memandang ibunya yang dibawa ambulan tanpa bisa melepasnya dengan jabat tangan, apalagi pelukan dan cium sayang.

Selama ibunya dirawat, ketiga anak ini mendapatkan makanan dari tetangga secara bergantian. Sebagai anak sulung, Hadi bertanggung jawab atas adik-adiknya. Ia mengurus semua kebutuhan mereka dan mengatur serta mengawasi.

Kondisi Ratih semakin hari, semakin memburuk. Saturasinya semakin turun sehingga tidak bisa lepas dari bantuan tabung oksigen. Asma yang diderita semakin memperparah sakitnya. Tepat lima hari setelah dirawat, Ratih menghembuskan napas terakhirnya. Ratih dimakamkan sesuai protokol Covid-19.

Hadi dan adik-adiknya ikut menyaksikan prosesi pemakaman. Keharuan memenuhi udara saat Dina tersedu dan memanggil sang ibu berulang kali.

"Ibu .... Kenapa ibu tinggalin Dina? Dina janji nggak akan nakal lagi. Dina janji mau jadi anak yang baik dan nurut sama ibu. Ibu jangan pergi, ya," tangisnya pilu.

Si bungsu, Fatih, hanya menangis tersedu dan memanggil-manggil ibu. Hadi meraih kedua adiknya dalam rengkuhan. Bulir bening menderas di kedua pipinya tanpa suara. 

Tidak, batinnya. Aku tidak boleh sedih, aku tidak boleh lemah. Adik-adikku perlu kakak yang kuat agar mereka bisa melanjutkan cita-cita dan membanggakan ayah ibu, tekad hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun