Mohon tunggu...
Tatiek R. Anwar
Tatiek R. Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Perajut aksara

Penulis novel Bukan Pelaminan Rasa dan Sebiru Rindu serta belasan antologi, 2 antologi cernak, 3 antologi puisi. Menulis adalah salah satu cara efektif dalam mengajak pada kebaikan tanpa harus menggurui.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengukir Asa

10 Desember 2021   12:15 Diperbarui: 15 Oktober 2022   18:32 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Danu hanya menanggapi ucapan Ranti, sang mama, dengan anggukan. Ia berpikir, Apakah itu artinya Papa dan Mama sudah bercerai seperti orang tua Axel? Sayangnya kalimat itu tidak pernah terlontar dari lisannya hingga kemudian waktulah yang menjawab kebenarannya.

Setelahnya, hari-hari Danu dilalui dalam sepi. Ia tidak hanya kehilangan sosok seorang papa, namun sang mama pun sudah sangat sibuk dengan pekerjaannya. Kalaupun ada di rumah, Ranti masih juga asyik di depan laptop. Ketika Danu memerlukan sesuatu, seringkali wanita berusia 38 tahun itu menyerahkannya pada Bik Imah yang sudah mengasuh Danu sejak balita. 

Danu tidak sedikit pun mengalami kesulitan di bidang akademis. Jika dulu ada mamanya yang selalu siap membantu, kini sang ibu sudah mendaftarkannya pada lembaga kursus agar ia selalu menjadi yang teratas di kelas, terlebih ia memang anak yang cerdas. Terbukti, remaja berhidung bangir itu selalu menempati ranking satu di kelas karena pesan sang mama yang selalu ia ingat.

"Danu, kamu harus jadi yang terbaik. Buktikan pada papamu bahwa Mama berhasil mendidik kamu menjadi anak yang cerdas dan sukses."

Ucapan Ranti memang menjadi motivasi bagi putranya untuk selalu membanggakan sang mama. Mata Ranti yang berbinar setiap mendapat kabar tentang prestasi sang putra, menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Danu. Di hadapan teman-teman kantor atau teman arisan, Danu selalu jadi perbincangan sang mama dan dibangga-banggakan. Namun, suatu ketika Danu mendapatkan nilai tujuh untuk pelajaran Fisika, reaksi sang mama membuat remaja itu kecewa.

"Danu, kenapa kamu cuma dapat nilai segini? Mama udah cari sekolah terbaik buat kamu, kursus dengan biaya mahal, kenapa nggak bisa dapat nilai lebih baik dari tujuh?"

Danu sedih, batinnya terluka. Apakah aku telah menyusahkan Mama? Tentu Mama capek karena harus bekerja sedemikian keras untuk diriku, bisik hatinya. Lama kelamaan, ia merasa menjadi beban bagi sang mama. Ia belajar bukan karena ia membutuhkan ilmu itu, melainkan karena ia ingin mamanya tersenyum, ia ingin mendapatkan perhatian dari wanita yang telah melahirkannya itu dan secara tidak langsung ingin membalaskan sakit hati pada papanya. Ia ingin memberikan yang terbaik agar sang mama menganggapnya ada.

Danu menjadi sangat berambisi karena keinginan-keinginan itu, ia harus selalu menjadi siswa berprestasi. Ia menjadi lebih keras lagi belajar dan ia sering kali menolak ajakan bermain temannya karena ia menganggap hal itu hanya membuang-buang waktu saja. Alhasil ia berhasil lulus SMP dengan nilai yang sangat memuaskan.

Danu berhasil mendapatkan nilai tinggi dan masuk ke SMA favorit di kotanya. Memasuki bangku SMA, remaja bertubuh tinggi itu memilih jurusan IPS. Namun Ranti mendesak Danu untuk memilih IPA karena nilai-nilai pelajaran eksaknya tinggi dan berambisi agar kelak Danu menjadi arsitek. Remaja itu bersikukuh memilih IPS, pun begitu sang mama, tetap berkeras agar putranya memilih jurusan IPA. Akhirnya Danu mengalah setelah sang mama tidak pernah menyapanya selama tiga hari.

Tahun pertama di SMA, Danu bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Meski ia tidak lagi mendapat ranking satu, tetapi ia masih masuk dalam lima besar terbaik. Namun, pada tahun kedua dan ketiga, prestasi Danu mengalami penurunan. Puncaknya, Danu tidak diterima di perguruan tinggi negeri, baik melalui seleksi bersama maupun seleksi mandiri.

Ranti marah besar, putra semata wayang tidak bisa mewujudkan harapannya. Suaranya yang keras seakan-akan memenuhi seluruh penjuru rumah, membuat hati Danu menciut. Pemuda itu makin merasa asing dengan sosok wanita yang sejatinya ingin selalu ia bahagiakan. Setelahnya, tiga hari lamanya Danu mengurung diri di kamar. Ia menghindari pertemuan dengan sang mama. Ranti pun enggan meminta maaf, bahkan terkesan tidak peduli dengan keadaan anaknya. Ranti hanya meminta Bi Imah untuk mengantarkkan makanan dan melihat kondisinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun