Sepekan itu, isi otakku salah.Â
Ia yang ku duga dulu adalah lelaki pada umumnya, ternyata berbeda. Ia realistis, humanis, dan benar-benar membuat aku jatuh hati lagi.
Namun sayang, dengan kondisi ku ia tidak mungkin benar-benar ku miliki. Tapi ia benar-benar tulus mengungkapkan isi hatinya.
Aku terus saja berdalih mengkhianati diri dan keadaan.
Aku seperti berada disebuah jurang, kemudian angin membuat aku jatuh.Â
"Kenapa kamu gak mau ngetuk sedari dulu, kasihku?" dengan tatapan manisnya ia berucap seperti itu
"kamu udah ada tamu waktu itu" jawabku
Ia lantas menuliskan beberapa sajak untukku, mengungkapkan isi hatinya melalui tulisan.
Aku penikmat kopi, kau pun sama.
Tapi kau berlalu pergi setelah kau rasakan nikmatnya
Sementara aku bertahan sampai kau datang,Â
Menikmatinya lagi
Aku yang hanya bisa diam, meratapi sesal atas segala kondisiku kini. Aku ingin bercerita, tapi aku tidak mau ia berlalu pergi. Sudahlah, biar ia tahu sendiri nanti.
can you break your plan?1 week. Ight?
Semakin gila rasanya aku ini. Apa lagi saat malam yang tidak bisa ku ungkapkan beberapa kejadian yang ku lewati bersamanya. Tidak merujuk pada hal yang begituan. Tapi, di depannya aku menangis haru melihat tatapannya. Ia menyebut aku ini Kasih.
"Kasihku, bagaimana kalau aku tidak bisa berhenti mencintaimu?"