Mohon tunggu...
Tati AjengSaidah
Tati AjengSaidah Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMPN 2 Cibadak Kab. Sukabumi

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Mengunjungi Situs Gunung Padang Cianjur, Cagar Budaya Warisan Leluhur Bangsa

26 Desember 2022   14:48 Diperbarui: 26 Desember 2022   19:46 2037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjelasan tentang sejarah singkat Situs Gunung Padang (sumber foto: dokumen pribadi)

Hari Minggu tanggal 25 Desember 2022 pukul 09.00 saya dan suami berangkat ke Cianjur untuk mengunjungi Situs Megalitik yang ada di Gunung Padang.

Kami berangkat dengan mengendarai sepeda motor. Jarak dari Cibadak ke sana kurang lebih 42 Km dengan lama perjalanan kurang lebih 2 jam. Rute yang kami lewati dari Cibadak sampai Warung Kondang Cianjur dan belok ke arah kanan.

Jarak tempuh dari Warung Kondang ke Situs Gunung Padang sekitar 20 km. Di setiap simpangan ada petunjuk jalan yang mengarahkan ke lokasi yang dituju. Setelah memasuki kawasan perkebunan teh, udara akan terasa sejuk dan terlihat pemandangan yang indah berupa barisan rapi tanaman teh dan Gunung Gede yang masih diselimuti awan.

Pemandangan Gunung Gede dan kebun teh (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Pemandangan Gunung Gede dan kebun teh (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Kami sampai di tempat pembelian tiket masuk, petugas memberikan 2 lembar tiket dengan harga Rp.10.000,00 per orang. Perjalanan dilanjutkan kembali sampai ke tempat parkir, ketika kami sampai waktu menunjukkan pukul 11.15 WIB.

Sejarah Singkat Singkat Situs Megalitik Gunung Padang

Saya mengambil beberapa foto, ada monumen yang berisi penjelasan bahwa Situs Gunung Padang merupakan cagar budaya berupa punden berundak yang saat ini masih berukuran paling besar di Indonesia.

Situs ini pertama kali dimuat pada laporan Rapporten van de Outdheidkundige Sienst (ROD) yaitu buletin Dinas Kepurbakalaan pada tahun 1914. Pada tahun 1949 situs ini pernah disinggung oleh sejarawan Belanda, tetapi kemudian terlupakan selama puluhan tahun.

Penjelasan tentang sejarah singkat Situs Gunung Padang (sumber foto: dokumen pribadi)
Penjelasan tentang sejarah singkat Situs Gunung Padang (sumber foto: dokumen pribadi)
Pada tahun 1979 masyarakat setempat melaporkan situs ini kepada Pemerintah. Mulai tahun 1980 sampai sekarang telah diteliti oleh beberapa Lembaga penelitian antara lain: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Balai Arkeolog Bandung, Direktorat Cagar Budaya dan Permuseuman, Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Banten, Universitas Indonesia, Universitas Pajajaran, dan masyarakat yang berminat untuk mengetahui sejarah kebudayaan masa lalu.

Punden berundak Gunung Padang ini merupakan salah satu warisan budaya yang menggambarkan perilaku manusia prasejarah sekitar 3000-2000 tahun yang lalu.

Punden berundak ini dibuat oleh manusia zaman dulu menggunakan batu alam yaitu batuan kekar kolom. Rancangan punden berundak dibentuk dengan cara yang unik yaitu didirikan di atas batu bukit pada ketinggian kurang lebih 895 di atas permukaan laut. Di bagian bawahnya berisi batuan kekar kolom yang terbentuk karena proses alam.

Punden berundak memiliki 5 undakan atau dikenal dengan sebutan teras, dimulai dari teras 1 yang berada di sebelah utara sampai teras 5 yang berada di selatan.

Situs ini berada di Desa Karyamukti Kecamatan Cempaka Kabupaten Cianjur dan ditetapkan menjadi Cagar Budaya Peringkat Nasional pada tahun 2014 melalui surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 023/M/2014 dengan luas puncak sekitar 4000 m2 dan luas keseluruhan 291.800 m2.

Keunikan Situs Megalitik Gunung Padang

Situs Megalitik Gunung Padang memiliki keunikan tersendiri yang berkaitan dengan angka lima, yaitu terdiri dari 5 teras (teras 1 sampai teras 5), dikelilingi lima bukit (Gunung Karuhun, Gunung Empad, Gunung Pasir Karamat, Gunung Pasir Malang dan Gunung Batu), menghadap lima gunung (Gunung Batu, Gunung Kadomas, Gunung Cikancana, Gunung Gede dan Gunung Pangrango), serta 85% batu yang ada di situs memiliki lima sisi.

Perjalanan dari Teras 1 sampai Teras 5

Kami menuju ruang pusat informasi, ada 2 orang petugas mengenakan baju pangsi dan ikat kepala yang menyapa. Setelah berbincang sejenak, kami meminta salah satu orang petugas yaitu Kang Widodo yang berasal dari komunitas Pokdarwis (kelompok penggerak wisata) untuk menemani kami naik ke teras.

Sebelum naik ke tangga, ada sebuah sumber mata air kahuripan. Kata Kang Widodo, pada tahun 2012 air ini sudah mengalami uji laboratorium. Kandungan mineralnya sekitar 7,3 % sehingga aman apabila diminum secara langsung.

Kang Widodo di dekat sumber air kahirupan dan tangga yang akan dilewati (sumber foto: dokumen pribadi)
Kang Widodo di dekat sumber air kahirupan dan tangga yang akan dilewati (sumber foto: dokumen pribadi)
Ada 2 tangga yang bisa dilewati, tangga utama terbuat dari batu dengan jumlah 378 anak tangga dengan kemiringan 45 derajat. Satu lagi tangga ke arah kanan yang lebih landai.

Kami memilih tangga yang utama, butuh perjuangan untuk melewati satu demi satu anak tangga sehingga kami jalan dengan pelan sambil sesekali berhenti karena cape.

Sambil berjalan, kami mendapatkan banyak informasi penting dari Kang Widodo tentang nama-nama batuan yang ada di setiap teras yang memiliki makna-makna tertentu.

Sampailah kami di teras kesatu. Ada batuan yang disusun berbentuk kotak, yang mirip ruang aula dan di sudut kiri ada batu persembahan (altar) yang sering disebut oleh masyarakat dengan batu goong.

Saya berdiri di pintu masuk batuan yang mirip aula (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Saya berdiri di pintu masuk batuan yang mirip aula (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Ada juga batu gambelan (bonang), bila dipukul menggunakan jari tangan akan mengeluarkan bunyi semacam nada. Batu ini merupakan batu andesit piroksin yang mengandung zat besi di atas 45%. Diperkirakan bunyi yang dihasilkan dari batuan sebagai panggilan pada saat akan mengadakan ritual.

Di teras ke satu ini terdapat susunan batu yang disebut dengan bukit masigit, karena diperkirakan di tempat ini dulunya digunakan untuk melakukan ritual/beribadah.

Kami naik ke teras kedua, di sini ada batu lumbung sebagai simbol berilmu. Dalam bahasa sunda lumbung artinya tempat menyimpan padi. Terdapat juga batu kursi yang menghadap ke arah Gunung Gede dan tapak kaki kanan sebagai simbol bila akan melangkah harus diawali dengan yang baik.

Kang Widodo berdiri di dekat batu lumbung (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Kang Widodo berdiri di dekat batu lumbung (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Di teras ketiga terdapat batu kujang dan batu tapak maung. Batu kujang ini berada di sentral Gunung Padang, zaman dulu batu ini berdiri tetapi sekarang sudah runtuh.

Batu tapak maung ada di teras ketiga (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Batu tapak maung ada di teras ketiga (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Kujang berasal dari kata ku-ujang, yang artinya oleh kamu (ujang panggilan untuk anak laki-laki). Makna dari batu ini yaitu harus berpegang teguh pada diri sendiri dan apabila berjanji harus bisa menepatinya.

Teras keempat terdapat sebuah batu berdiri yang beratnya 85 kg yang disebut dengan batu kanuragan atau batu ujian. Batu ini sering diangkat oleh pengujung yang memiliki keyakinan yang keliru yaitu bila batu ini terangkat maka doa atau keinginannya akan terkabul.

Batu Kanuragan di teras empat (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Batu Kanuragan di teras empat (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Untuk saat ini batu ini tidak diperbolehkan lagi diangkat lagi oleh pengunjung. Simbol dari batu ini yaitu sebagai beban kehidupan, yaitu bila ingin sukses maka seseorang harus meraihnya dengan kerja keras.

Makna lain batu kanuragan diletakan di teras keempat yaitu silakan untuk melanjutkan perjalanan ke teras kelima asalkan mampu melewati tingkat-tingkat sebelumnya.

Teras kelima terdapat batu singgasana. Menurut kepercayaan zaman dulu, apabila duduk di batu ini pada saat jam 12 malam saat bulan purnama maka bulan akan berada tepat di atas kepala dan ini dijadikan sebagai perhitungan bintang.

Batuan di teras kelima (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Batuan di teras kelima (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Di belakangnya terdapat 3 batu yang disebut sunan ibu, sunan ambu paraji sakti dan sunan rama. Makna dari simbol batu di teras kelima ini yaitu dibalik kesuksesan yang diraih oleh seseorang ada doa dari ibu dan bapak.

Bertemu dengan Pengunjung Lain

Pada saat naik dari teras satu ke teras yang lain, kami bertemu dengan pengunjung lainnya. Ada rombongan bapak-bapak yang sudah sepuh tetapi masih bersemangat, sekitar 10 orang dari Kota Sukabumi. Ketika berjalan, mereka sambil bercanda sehingga penuh dengan gelak dan tawa.

Suami bersama Risa dan ayahnya (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Suami bersama Risa dan ayahnya (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Kami juga bertemu dengan seorang bapak dengan putrinya yang bersekolah di SMPN 4 Warungkiara Kabupaten Sukabumi bernama Raisa Rahmawati. Raisa baru menerima rapor dan meraih rangking ke 1 dan juara umum di kelas 8, sebagai rasa syukur ayahnya mengajaknya jalan-jalan ke situs ini.

Ada beberapa fasilitas yang disediakan di atas yaitu WC, tempat mushola, tempat berwudhu, dan beberapa saung tempat beristirahat. Ada warung yang menyediakan kopi dan makanan seperti pop mie, karedok dan gorengan.

Di saung ada beberapa pengunjung yang sudah sampai duluan. Kami mampir untuk memesan minuman dan makan goreng pisang yang masih hangat. Setelah melaksanakan salat dhuhur di mushola, kami pulang melalui jalan berupa tanggga yang khusus disediakan untuk turun.

Selama berada di situs, pengunjung diharapkan selalu menjaga kebersihan dan mematuhi larangan yang tertulis di papan pengumuman yaitu tidak boleh melakukan aksi corat-coret dan merusak batu-batuan, memindahkan batuan serta mencuri cagar budaya. 

Wasana Kata

Dengan berkunjung ke Situs Megalitik Gunung Padang, pengunjung akan banyak mendapatkan wawasan dan pengetahuan tentang peradaban nenek moyang zaman dulu yang penuh dengan simbol dan makna kehidupan.

Tempat ini sangat menarik perhatian wisatawan dari dalam maupun luar negeri, dan sering dijadikan sebagai tempat penelitian oleh dosen dan mahasiswa dari beberapa Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia.

Udara yang sejuk dan pemandangan yang indah selama di perjalanan akan menimbulkan kesan yang mendalam dan menghilangkan rasa penat yang ada.

Terima kasih telah membaca artikel ini. Salam hangat dan bahagia selalu

Cibadak, 26 Desember 2022

Tati Ajeng Saidah untuk Kompasiana

Sumber : Pusat informasi Wisata Gunung Padang dan hasil wawancara dengan Kang Widodo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun