Perlahan ia membungkuk dan bibirnya yang dingin mencium bibir anaknya yang telah mati. Semillante akhirnya menggonggong, menyuarakan kegundahan, meraung panjang, menyayat hati dan mengerikan. Selanjutnya tinggal berdua, wanita tua dan anjing itu sampai pagi tiba.
Esoknya Antoine Saverini dikuburkan, segera namanya berhenti dibicarakan di Bonifacio.
Antoine Saverini tidak mempunyai kakak laki-laki juga saudara laki-laki. Tidak ada lelaki dalam keluarganya yang akan membalas dendam. Hanya ibunya, yang tua.
Setiap hari ia menyadari bahwa membalas dendam atas kematian anaknya tidaklah mudah. Beberapa orang Sardinia berada di desa Longosardo, tempat para bandit Corsican berlindung kapan saja mereka diburu dan jadi incaran. Hampir semua dari mereka berasal dari dusun kecil. Tujuan mereka pulang ke kampung halaman adalah menunggu kesempatan untuk kembali ke rumah dan mengambil maquis lagi. Ia tahu bahwa Nicholas Ravolati telah bersembunyi di desa itu.
Sepanjang hari ia duduk sendirian dekat jendela rumahnya memandang pantai di hadapannya sambil berpikir bagaimana cara membalas dendam, apakah ia dapat melakukannya tanpa seorang pun membantu sedangkan ia sendiri juga lemah dan dekat pada kematiannya?
Tetapi ia telah berjanji. Ia telah bersumpah dengan kematian anaknya, ia tidak bisa melupakan dan ia tidak berani menunda. Apa yang harus dilakukan? Ia tidak dapat tidur malam itu, ia tidak tahu tidak ada saat istirahat atau tenang tetapi harus dengan tak henti-hentinya memeras otak.
Semillante tidur dekat kakinya, sekarang dan kemudian mengangkat kepalanya dan mendengking nyaring. Telah menjadi suatu kebiasaan sejak Antoine meninggal, seolah-olah anjing itu dipanggil oleh anaknya, seolah-olah ia juga merasuk dan dikendalikan dari dalam jiwa anjingnya sehingga otak di kepalanya tak berguna.
Suatu malam, ketika Semillante mulai mendengking, wanita tua mendapat ilham yang kejam, hasrat membalas dendam yang buas. Ia memikirkan itu sampai pagi. Dini hari ia bangun dan pergi ke gereja. Tak berdaya di atas lantai batu, dengan merendahkan hati sebelumnya pada Tuhan, ia memohon pada-Nya agar menolong dan merestuinya, memberinya rasa kasihan, ia meminta kekuatan demi keinginan membalas dendam anaknya.
Ia pulang. Di pekarangan ada sebuah tong usang yang dipukulnya sekali, suaranya seperti bunyi air hujan jatuh dari atap. Ia mengikat leher Semillante dengan rantai lalu masuk ke dalam rumah.
Matanya memandang ke pantai Sardinia, ia berjelan dengan resah, naik turun ruangan. Nun jauh di sana, pembunuh itu.
Semillante menggonggong siang malam. Pagi berikutnya wanita tua membawa semangkuk air untuk anjingnya, bukan makanan, sop atau roti. Beberapa hari telah berlalu, Semillante keletihan dan tertidur. Pagi berikutnya mata wanita tua berseri-seri, mantelnya ia sentakkan dengan penuh kebencian pada rantai. Wanita tua tak memberi makan apa-apa pada anjingnya. Marah karena lapar Semillante menyalak dengan suara parau. Malam yang lain berlalu.