Guru bukan pekerja pabrik yang menghasilkan barang produksi yang bisa langsung dikonsumsi, dinikmati, dan dilihat kemanfaatannya. Profesi guru mulia justru karena bukan mencipta benda-benda, melainkan mendidik manusia. Di tangan gurulah terletak investasi sumber daya manusia Indonesia. Oleh karenanya, hasil kerja guru hanya akan tampak dan terasa dua puluh tahun kemudian sebagai pemegang kendali dan penerus perjuangan para pendiri bangsa.
Mengherankan ketika kemudian, mungkin sepuluh, dua puluh atau tiga puluh tahun kemudian tidak ada lagi guru pegawai negeri. Padahal dalam catatan sejarah lama, negara ini dibangun oleh wibawa profesi dan keilmuan guru, bahkan sejak zaman penjajahan Belanda dimulai.
Kita pasti masih ingat bagaimana Kaisar Jepang yang bertanya berapa jumlah guru yang tersisa ketika Hiroshima dan Nagasaki hancur lebur setelah dibom Amerika, kemudian dalam 25 tahun Jepang menginvasi kembali dunia secara ekonomi, sebagai kisah nyata. Kemudian, tetangga kita Malaysia yang mendatangkan guru-guru dari Indonesia tahun 1970-an untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan di sana, sekian tahun kemudian pada akhirnya menjadi negara di Asia yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
"Tidak ada negara yang bangkrut karena memperhatikan pendidikan, tetapi banyak negara yang bangkrut karena tidak memperhatikan pendidikan." ujaran terkenal Prof. Dr. Winarno Surakhmad, M.Sc., Â seorang tokoh nasional di bidang pendidikan.***
Bogor, 30 Maret 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H