Mohon tunggu...
Tateng Gunadi
Tateng Gunadi Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Pecinta buku, suka menulis, dan senang fotografi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Teladan Kejujuran

20 Februari 2021   21:17 Diperbarui: 28 September 2021   16:09 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Seorang pendusta tidak akan lagi dipercaya, sekalipun ia berkata benar." (Anonim)

Setiap kali saya masuk ke rumah makan Padang itu sebagai pelanggan setia, di pusat kota Bandung, pandangan mata selalu terbentur pada sebuah tulisan tangan. 

Tertera di papan kayu, melekat di dinding, tampak elegan. Ukuran huruf-hurufnya besar sehingga mudah dibaca dengan nyaman. Bunyi kalimatnya: "Jujur adalah sesuai kata dengan perbuatan."

Jelas ditujukan pada setiap pengunjung untuk berperilaku jujur dalam kehidupan. Juga jangan darmaji (dahar lima ngaku hiji, akronim jenaka berbahasa Sunda, yang berarti "makan lima mengaku satu") di rumah makan itu, sekadar mengingatkan.        

Tentang perilaku jujur ini saya jadi teringat lelucon Gus Dur.

Abdurrahman Wahid dikenal sebagai seorang negarawan yang suka bercanda. Beliau dikaruniai kemampuan luar biasa untuk berhumor-ria. Presiden Republik Indonesia ke-4 ini piawai menyampaikan lelucon dengan kefasihan berbicara dalam berbagai bahasa. Siapa saja yang mendengar kisah humornya bakal tak bisa menahan tawa. Sense of humour Gus Dur bisa membuat orang tertawa terbahak-bahak sampai kepala mendongak, siapapun itu khalayaknya. Mulai dari rakyat biasa hingga presiden negara adidaya Amerika.  

Sejarah mencatat, cucu Kyai Haji Hasyim Asy'ari ini sukses membuat Jacques Chirac, Bill Clinton, Raja Fahd, dan Fidel Castro tertawa bahagia dengan humor dan anekdot yang dilontarkannya. Tidak hanya semata karena sekadar lucu ceritanya, tetapi juga pesan yang disampaikan bernas isinya.

Salah satu humor Gus Dur berkaitan dengan tema kejujuran. Menurutnya, hanya ada tiga polisi jujur: polisi tidur, patung polisi, dan Jenderal Hoegeng.

Dua hal disebutkan di muka sebenarnya hanya prasyarat cerita. Teks humor biasa menyajikan beberapa hal di awal, untuk menggiring pembaca dengan sengaja sampai pada bagian akhir sebagai daya ledak tawa. 

Diperlukan wawasan tentang latar belakang humor ini sekaligus memahami identitas-biografi Jenderal Hoegeng. Jika tidak, anda takkan bisa tertawa, apalagi menangkap dengan akurat pesan di dalamnya.

Bagaimana sekelumit kisah kejujuran Jenderal Hoegeng?

Menurut yang empunya tulisan, kedatangan Hoegeng sebagai Kepala Reskrim di Sumatera Utara disambut secara istimewa oleh para cukong judi. Tersedia rumah pribadi dan mobil baginya. Namun, Hoegeng menolak semua itu. Lalu, ketika rumah dinasnya tiba-tiba dipenuhi perabot, segera ia mengeluarkan semuanya, ditaruh berantakan di pinggir jalan.

Kisah ini bukan cerita rekaan. Sebenar-benarnya fakta.

Kapolri Jenderal Hoegeng Iman Santoso adalah seorang teladan kejujuran.

Jika bercermin ke zaman kini, rasanya ironis sekali. Ada yang memanfaatkan jabatan untuk mencuri. Kantong-kantong bantuan untuk orang yang membutuhkan, isinya sebagian diambil sendiri untuk memperkaya diri.

Memanglah, jujur atau tidak jujur, ada konsekuensi tersendiri.

Lain lagi dengan kisah kejujuran Mohammad Hatta!

Mohammad Hatta dikenal antara lain karena kejujurannya. Dipercaya dan bisa menjaga kepercayaan bahkan sejak muda. Lihatlah, bagaimana beliau dipercaya menjadi bendahara, sekretaris,  hingga ketua Perhimpunan Indonesia. Berjuang melalui Perhimpunan Indonesia di negeri penjajah, Belanda, untuk kemerdekaan Indonesia.

Janjinya untuk hanya akan menikah jika Indonesia telah merdeka, ditepatinya begitu rupa.

Kemudian tatkala menjadi Wakil Presiden, rahasia negara dipegangnya, bahkan istrinya sendiri tidak diberi tahu bahwa akan ada pemotongan uang sampai besok harinya. Senering atau Gunting Sjafruddin, istilahnya. Padahal Rachmi Hata telah menabung sedikit demi sedikit untuk membeli mesin jahit sekian bulan lamanya.

Mesin jahit itu tidak jadi terbeli.

Yang paling memilukan, konon Bung Hatta menyukai sepasang sepatu tetapi sampai akhir hayatnya tidak pernah menjadi miliknya. Hanya guntingan iklan bergambar sepatu merek Bally yang tersimpan rapi di laci meja kerjanya. Uang tabungan tidak pernah cukup untuk bisa membelinya.

Memanglah, kejujuran ada konsekuensinya.

Wakil Presiden Mohammad Hatta adalah seorang teladan kejujuran.

Jika bercermin ke masa sekarang, rasanya pilu membaca fakta semacam itu. Mungkin jumlahnya lebih seribu, dari kepala desa hingga menteri dipenjara karena korupsi, ditetapkan bersalah lalu diketuklah palu. Untuk sekian tahun lamanya, sambil menanggung malu.

Kata-kata mutiara Mohammad Hatta bisa jadi pengingat bagi kita semua.

Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat diperbaiki dengan berlatih. Tetapi kurang jujur, payah membetulkannya.

Bogor, 20 Februari 2021.

Artikel lainnya, "Kucing Hewan Piaraan yang Banyak Istimewanya" pada tautan https://www.kompasiana.com/tatenggunadi4377/6021c0b88ede485beb585442/kucing-hewan-piaraan-yang-banyak-istimewanya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun