BERTANYA PADA SENDIRI
katakanlah padaku tentang seberapa jauh langit
pada saat burung membentangkan sayapnya,
dan seberapa dalam palung lautan pada saat ikan
menyelam untuk mencapai dasarnya
di depan cermin aku mematut diri dan bertanya
pada sendiri: “bagaimana cuaca di luar hari ini?”
tetapi aku tak perlu menjadi burung dan ikan
sebab udara berumah di antara keduanya
hanya ketakmengertianku adalah bagaimana angin,
seperti arah nasib manusia, mengembara
ke tempat-tempat tak terkira dan selalu tiba-tiba
sementara aku kerap gagal mengajaknya bicara
1996
RENDEZVOUS
kupilih saat yang manis: rintik kecil hujan
riang menyanyikan kasidah rindu, rerumputan-pepohonan
bermahkota embun berdoa khusyu, dan hembus angin
perlahan sekali membisikkan selamat tinggal bernada sendu. saat langit
begitu cerah bermandikan cahaya pagi, kemudian terasa
semua telah sempurna: setiap bulir air mata yang jatuh
adalah pernyataan paling suci, bagiku
serupa isyarat kehilangan yang biru. ketika sepi menggenang
hingga bunyi detik jam dinding seperti letusan meriam kemenangan:
telah kuarungi lautan waktu dan kehidupan akan
tinggal kata-kata yang tersusun rapi sebagai biografi, sejak gaung tangis
pertama. dalam cinta, kureguk juga bergelas kedukaan
dan sepiring nikmat-Mu serupa hidangan lezat ketika lapar
mencapai puncak, dengan tak habis-habisnya
2004
ADAM
suatu kali nanti, dedaunan itu akan kau punguti
untuk menutup rasa malu. meski sendiri saja sebelum akhirnya
menggunjingkan nasibmu: apa jadinya jika
kau tak terjulur lidah setan itu,
memakan sebutir khuldi, sebutir kealpaan abadi
yang diwariskan sebagai kutukan
padaku
2007
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H