"Catur adalah kehidupan dalam bentuk miniatur. Catur adalah perjuangan, catur adalah pertempuran." Garry Kasparov, Juara Catur Dunia (1985-2000).
Catur bukan permainan yang bergantung pada peluang kemujuran. Pemain sepenuhnya bertanggung jawab atas keberhasilan atau kegagalan. Diperlukan penalaran panjang, ingatan kuat, logika yang bertautan dengan naluri, juga inspirasi. Permainan ini digemari sepanjang zaman sejak keberadaannya di India hampir seribu lima ratus tahun lalu. Bukan hanya memiliki kemungkinan variasi langkah yang jumlahnya melebihi banyaknya atom di alam semesta, tetapi juga karena memberi manusia peluang untuk berpikir.
Dalam kajian filsafat, alam pikiran manusia mendapat tempat yang istimewa. Zaman filsafat Yunani Kuno, para filosof berpikir keberadaan, ketiadaan, tuhan, kebenaran, dan asal muasal materi. Zaman filsafat Islam mendapatkan ruang berpikir terbuka tentang ketauhidan Allah, penciptaan alam semesta, kehadiran manusia, keberagaman bangsa, hingga penjelajahan alam semesta. Zaman filsafat Barat, keutamaan berpikir dan pikiran memperoleh alur tersendiri sebagai aliran rasionalisme dengan adagium Rene Descartes yang tersohor: Cogito ergo sum. Aku berpikir, karena itu aku ada.
Bangsa Indonesia dalam beberapa kasus, bukan bangsa yang serius. Ketika pandemi covid-19 mulai merajalela dan bersiap untuk tiba, kita malah kebanyakan bercanda. Ada yang mengatakan virus tidak akan sampai ke negeri kita. Ada yang berujar virus tidak akan tahan negeri beriklim tropis. Ada yang bilang sejenis virus flu biasa, tidak berbahaya dan akan sembuh dengan sendirinya. Saya menganalogikan, kita sedang bermain catur dengan virus asal Wuhan. Dalam permainan catur, yang bercanda itu seperti pemain yang lebih suka berkelakar daripada berpikir. Pemain itu menukar benteng kiri dengan benteng kanan dan mengatakan itu tertukar, sambil tertawa lebar-lebar.
Padahal catur adalah permainan perang. Hanya ada kalah atau menang. Bisa kita binasa atau lawan dapat dikalahkan.
Untuk menang tidak bisa cuma jual tampang. Lawan juga tidak mempedulikan penampilan, mau kampungan atau bergaya urban. Untuk menang harus paham filosofi permainan. Juga fungsi, makna, dan simbol buah catur yang dimainkan. Lebih dari itu penalaran yang panjang. Pada akhirnya fokus pada tujuan.
Catur itu permainan berpikir yang memerlukan kepandaian. Seni bersiasat mengalahkan kerajaan lawan. Suatu permainan berseni kognitif tingkat tinggi. Kata-kata Garry Kasparov saya kutip lagi di sini, "Catur adalah kehidupan dalam bentuk miniatur. Catur adalah perjuangan, catur adalah pertempuran."
Buah catur paling penting adalah raja. Dikenali paling tinggi badannya dan bermahkota. Keseluruhan permainan berupaya menjebak raja pada posisi sekakmat (kata serapan dari bahasa Persia Kuno 'shah mat' artinya raja telah dikalahkan). Jika raja sampai kalah, permainan berhenti. Meskipun paling penting, sebenarnya raja merupakan buah catur paling lemah. Bisa bergerak ke segala arah tapi hanya satu langkah. Menteri berada di samping raja. Lebih pendek ukuran tubuhnya, juga bermahkota. Memiliki kekuatan luar biasa dan sebenarnya dia yang paling berkuasa! Gajah melambangkan tokoh rohaniawan, alim ulama sebagai penasihat raja. Pasangan gajah kiri dan gajah kanan menjadi kekuatan pada posisi pembukaan, menjaga keseimbangan serangan, dan tetap terasakan eksistensinya sampai akhir permainan.
Konon, pemain catur kelas dunia berpikir dengan nalar panjang. Umumnya berpikir antara 11 hingga 13 langkah ke depan. Cermat membaca langkah lawan. Cerdas mempersiapkan langkah kemenangan. Mengerti apa yang mungkin terjadi. Merencanakan reaksi balasan. Tepat mengambil putusan. Gesit mencari solusi. Yang demikian itulah pemain catur cendekia dan kreatif berpikir luar biasa. Wilhelm Steinitz (pecatur Juara Dunia I), Max Euwe, Jose Raoul Capablanca, Bobby Fischer, Anatoly Karpov, dan yang paling berpengaruh Garry Kasparov (pecatur Juara Dunia 1985-2000) untuk menyebut beberapa nama.
Fokus pada tujuan sungguh diperlukan. Kekuatan disatukan, bukan dibelahduakan. Dari menteri hingga bidak difungsikan sesuai peran. Tidak diabaikan, apalagi dikorbankan. Membuka jalan kemenangan dengan berbagai taktik kebijakan: garpuan, pakuan, dan tusukan. Rokade jika darurat keadaan.
Hari ini persis setahun Cina bersiap lockdown di Wuhan. Ketika mulai tampak gejala wabah Covid-19 meruyak, Desember-Januari 2020, Cina segera berpikir untuk bertindak. Protokol kesehatan diawasi ketat. Pembatasan wilayah diberlakukan. Alat bantu medis disiapkan. Bagai bermain catur, entah bernalar ke-7 atau ke-8. Maka akibatnya bisa diperkirakan. Jumlah korban meninggal bisa ditekan. Orang yang terkena positif jumlahnya sedikit. Hingga benar-benar tidak ada lagi yang terjangkit, apalagi kematian. Wuhan menang gilang-gemilang. Kerajaan catur Covid-19 dapat dikalahkan.
Dalam permainan catur, informasi menyejarah semacam itu juga tercatatkan. Sejak abad ke-8 hingga ke-11, ketika Dunia Islam mencetak pecatur-pecatur terbaik, adalah bangsa Arab yang mulai menyimpan catatan langkah-langkah catur. Notasi aljabar, demikian istilahnya. Kita bisa memainkan permainan catur yang dimainkan orang ratusan tahun lalu dengan identik. Persis seperti kita bisa menelaah apa yang sesungguhnya telah dilakukan pemerintah selama hampir setahun sejak pandemi. Semua tersimpan dan terekam, dari tulisan hingga rekaman audio-visual. Jejak digital, itulah namanya.
Jangan-jangan kita bermain catur dengan tidak berpikir. Jika melangkah, itu pun satu langkah tanpa perhitungan, hanya karena memang harus melangkah karena tiba giliran. Pikiran kita mumet, apatah lagi bernalar sampai 13 langkah. Amboi, tidak adil agaknya apabila dibandingkan dengan pecatur dunia, we don't clever enough. Jangan-jangan kita hanya memainkan pikiran orang, bahkan pikiran yang baik dienyahkan. Kemudian ternyata buah catur kita telah porak-poranda.
Barangkali kita juga kurang terfokus pada tujuan. Ketika banyak orang kekurangan pangan dan kehilangan pekerjaan, masih sempat terdengar di telinga kosakata radikalisme, inteloransi, dan perkara semacamnya. Begitu juga, terbit undang-undang yang mengundang ketidaksetujuan dan demonstrasi di mana-mana. Tambah lagi kerumunan saat pilkada. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, bantuan sosial untuk mereka yang membutuhkan malah diduga dikorupsi justeru oleh menteri kementrian sosialnya sendiri.
Sebuah kesia-siaan belaka mengajak virus untuk berdamai, untuk menawarkan remis. Mereka terpogram secara alamiah untuk menumbangkan buah catur kita satu per satu. Mereka bekerja untuk mengalahkan musuh. Mereka terlatih untuk membunuh.
Kapankah kita sampai pada satu titik kesadaran bersama bahwa Covid-19 sesungguhnya adalah musuh dan para pembunuh?
Bogor, 23 Januari 2021
Artikel lainnya, "Ekstase Dunia Maya dalam Kasus Video Gisella Anastasia" pada tautan https://www.kompasiana.com/tatenggunadi4377/60004262d541df727a6bec02/ekstase-dunia-maya-dalam-kasus-video-gisella-anastasia
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI