Mohon tunggu...
Tateng Gunadi
Tateng Gunadi Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Pecinta buku, suka menulis, dan senang fotografi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bermain Catur dengan Covid-19

24 Januari 2021   14:00 Diperbarui: 28 September 2021   16:38 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Pexels from Pixabay

Hari ini persis setahun Cina bersiap lockdown di Wuhan. Ketika mulai tampak gejala wabah Covid-19 meruyak, Desember-Januari 2020, Cina segera berpikir untuk bertindak. Protokol kesehatan diawasi ketat. Pembatasan wilayah diberlakukan. Alat bantu medis disiapkan. Bagai bermain catur, entah bernalar ke-7 atau ke-8. Maka akibatnya bisa diperkirakan. Jumlah korban meninggal bisa ditekan. Orang yang terkena positif jumlahnya sedikit. Hingga benar-benar tidak ada lagi yang terjangkit, apalagi kematian. Wuhan menang gilang-gemilang. Kerajaan catur Covid-19 dapat dikalahkan.

Dalam permainan catur, informasi menyejarah semacam itu juga tercatatkan. Sejak abad ke-8 hingga ke-11, ketika Dunia Islam mencetak pecatur-pecatur terbaik, adalah bangsa Arab yang mulai menyimpan catatan langkah-langkah catur. Notasi aljabar, demikian istilahnya. Kita bisa memainkan permainan catur yang dimainkan orang ratusan tahun lalu dengan identik. Persis seperti kita bisa menelaah apa yang sesungguhnya telah dilakukan pemerintah selama hampir setahun sejak pandemi. Semua tersimpan dan terekam, dari tulisan hingga rekaman audio-visual. Jejak digital, itulah namanya.

Jangan-jangan kita bermain catur dengan tidak berpikir. Jika melangkah, itu pun satu langkah tanpa perhitungan, hanya karena memang harus melangkah karena tiba giliran. Pikiran kita mumet, apatah lagi bernalar sampai 13 langkah. Amboi, tidak adil agaknya apabila dibandingkan dengan pecatur dunia, we don't clever enough. Jangan-jangan kita hanya memainkan pikiran orang, bahkan pikiran yang baik dienyahkan. Kemudian ternyata buah catur kita telah porak-poranda.

Barangkali kita juga kurang terfokus pada tujuan. Ketika banyak orang kekurangan pangan dan kehilangan pekerjaan, masih sempat terdengar di telinga kosakata radikalisme, inteloransi, dan perkara semacamnya. Begitu juga, terbit undang-undang yang mengundang ketidaksetujuan dan demonstrasi di mana-mana. Tambah lagi kerumunan saat pilkada. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, bantuan sosial untuk mereka yang membutuhkan malah diduga dikorupsi justeru oleh menteri kementrian sosialnya sendiri.

Sebuah kesia-siaan belaka mengajak virus untuk berdamai, untuk menawarkan remis. Mereka terpogram secara alamiah untuk menumbangkan buah catur kita satu per satu. Mereka bekerja untuk mengalahkan musuh. Mereka terlatih untuk membunuh.

Kapankah kita sampai pada satu titik kesadaran bersama bahwa Covid-19 sesungguhnya adalah musuh dan para pembunuh?

Bogor, 23 Januari 2021

Artikel lainnya, "Ekstase Dunia Maya dalam Kasus Video Gisella Anastasia" pada tautan https://www.kompasiana.com/tatenggunadi4377/60004262d541df727a6bec02/ekstase-dunia-maya-dalam-kasus-video-gisella-anastasia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun