Mohon tunggu...
Eta Rahayu
Eta Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Urban Planner | Pemerhati Kota | Content Writer | www.etarahayu.com

Hidup tidak membiarkan satu orangpun lolos untuk cuma jadi penonton. #dee #petir etha_tata@yahoo.com | IG: @etaaray

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bayang-Bayang Perempuan dalam Kerangka Transisi Energi Terbarukan

19 Juni 2024   10:41 Diperbarui: 19 Juni 2024   11:36 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walaupun saya sendiri menganggap hal tersebut sebagai sebuah capaian yang layak diperhitungkan. Kita tahu, bergerak pada kondisi positif tidak selalu dapat dibangun dalam semalam. Instead of saying, practice makes perfect, saya lebih suka istilah practice makes progress. And that's totally okay! :)  

Mengekstrasi studi kasus pemanfaatan EBT di berbagai lokasi termasuk Indonesia, Benza mengkaji 8 penelitian sebelumnya secara mendalam. Hasilnya, beliau menjabarkan subsistem titik-titik buta gender dalam kebijakan & penelitian terkait energi yang dianggap menghambat perubahan dan justru melanggengkan ketidaksetaraan.

Beliau juga mengungkap jika perempuan pada tingkat lokal merupakan aktor marjinal yang kewenangannya dalam pengambilan keputusan masih terbatas. Namun, di sisi lain beliau juga menyimpulkan jika upaya kelompok masyarakat dalam kerangka transisi energi yang dipimpin oleh perempuan, arah jalannya menjadi lebih efektif.

Maka, agar perempuan lebih inklusif, mengakui peran mereka dalam transisi energi adalah keharusan. Hingga pada akhirnya tercipta transisi energi adil bagi kelompok rentan.

Peran Berbagai Stakeholders

Artikel kedua merupakan artikel bibliografi yang ditunjang dengan interviu pada para perempuan pelaku di sektor energi. Masih hangat, artikel itu terbit online pada 18 Mei lalu. Artikel ini cukup panjang dan menyeluruh, hingga memakan 19 halaman.

Theresia, dkk menuliskan artikel ini guna melihat berbagai tantangan dan hambatan bagi perempuan ASEAN dan negara G7 untuk berpartisipasi dalam transisi energi, juga mereview kebijakan yang dapat diterapkan untuk memastikan bahwa transisi energi adil dan inklusif.


Hasilnya disebutkan bahwa perempuan sering kali diabaikan, yang mengakibatkan kurangnya visibilitas mereka di sektor energi terbarukan. Kesadaran akan pentingnya perempuan menjadi bagian dari proses tersebut masih kurang. 

Di Indonesia khususnya, akses pendidikan menjadi salah satu krusial poin dalam peningkatan awareness tersebut. Lebih lanjut, budaya disebut juga menjadi unsur kritis yang menghambat perempuan terlibat dalam sektor EBT. Budaya ini tak hanya terjadi di Indonesia, namun juga negara-negara di ASEAN.

Dituliskan bahwa sudut pandang yang berlaku, didasarkan pada norma-norma budaya, perempuan harus dibatasi pada hal-hal tradisional, tinggal di rumah dan mengasuh anak. Perempuan juga dianggap lemah dan tidak mampu menangani pekerjaan lapangan karena dianggap berbeda fisik dengan laki-laki. Stereotip khas ketidaksetaraan.

Artikel itu turut menggaris-bawahi bahwa sektor swasta, NGO, akademisi juga masyarakat memiliki peran vital dalam mendukung partisipasi perempuan pada transisi EBT. Salah satu rekomendasi terkait hal ini yaitu meningkatkan peran stakeholder untuk lebih mengedepankan perempuan dalam science, technology, engineering and mathematics melalui pendidikan dan pelibatan masyarakat.

Perempuan-perempuan dalam kegiatan OXFAM. | Sumber: indonesia.oxfam.org
Perempuan-perempuan dalam kegiatan OXFAM. | Sumber: indonesia.oxfam.org

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun