Mohon tunggu...
Eta Rahayu
Eta Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Urban Planner | Pemerhati Kota | Content Writer | www.etarahayu.com

Hidup tidak membiarkan satu orangpun lolos untuk cuma jadi penonton. #dee #petir etha_tata@yahoo.com | IG: @etaaray

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bayang-Bayang Perempuan dalam Kerangka Transisi Energi Terbarukan

19 Juni 2024   10:41 Diperbarui: 19 Juni 2024   11:36 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Isu transisi energi baru terbarukan perlu mengedepankan kesetaraan dan keadilan. | Sumber: ASIA CULTURECENTER - Unsplash

Sejak akhir bulan lalu, saya mulai aktif mereviu beberapa artikel ilmiah. Saya sedang mengumpulkan literatur mengenai aplikasi renewable energy di Indonesia. Mulai dari bagaimana perkembangannya terkini, apa saja lesson learned kebijakan pada negara lain, juga beragam bahasan seputar itu.

Saat berselancar di sciencedirect, saya menemukan beberapa artikel baru mengenai partisipasi perempuan dalam kerangka transisi energi baru terbarukan (EBT). Topik yang sedang in beberapa tahun terakhir. Pun selaras dengan bahasan event Kompasiana kali ini.

Dari beberapa artikel yang saya temukan tersebut, saya tertarik dengan dua artikel yang kental membahas peran perempuan dalam transisi energi.

Pertama, artikel berjudul Many shades of pink in the energy transition: Seeing women in energy extraction, production, distribution, and consumption yang terbit pada 2021.

Kedua, artikel keluaran terbaru, dengan judul Challenges in increasing Women’s participation in the energy transition in ASEAN and G7 countries: A qualitative approach based on the three tenets of justice.

Mari kita bahas satu-satu...

Salah satu jurnal ilmiah yang membahas mengenai energi dan sosial. | Sumber: www.duneworks.nl
Salah satu jurnal ilmiah yang membahas mengenai energi dan sosial. | Sumber: www.duneworks.nl

Artikel pertama terbit di Jurnal Energy Research and Social Science. Artikel itu ditulis oleh Carelle Mang-Benza dari University of Western Ontario, Kanada. Secara garis besar, artikel sejumlah 9 halaman itu menyoroti bagaimana perempuan dapat terlibat di berbagai lini pada proses hulu-hilir transisi energi terbarukan.

Menariknya, pada narasi singkat untuk mengumpan para pembaca terus menikmati karyanya, beliau menuliskan kalimat yang saya turut mengamininya, bahwa perempuan hampir tidak terlihat dalam transisi energi. Beliau kemudian menggaris-bawahi jika kebutaan akan gender tersebut mengukuhkan adanya ketidaksetaraan.

The climate change crisis compels jurisdictions across the globe to decarbonize their energy systems, including by expanding the use of renewable energy. However, women are barely seen in this energy transition, and that gender blindness entrenches inequalities. (doi.org/10.1016/j.erss.2020.101901)

Kalimat sederhana, namun mendekati keadaan sebenarnya di dunia nyata. Pada kondisi sosial masyarakat Indonesia khususnya, sosok perempuan pada tingkatan "paling terlihat menonjol" dalam kerangka transisi EBT bisa dihitung jari. Perempuan umumnya berada pada tingkatan end-user yang seringkali hanya dianggap sebagai bayangan antara ada dan tiada.

Walaupun saya sendiri menganggap hal tersebut sebagai sebuah capaian yang layak diperhitungkan. Kita tahu, bergerak pada kondisi positif tidak selalu dapat dibangun dalam semalam. Instead of saying, practice makes perfect, saya lebih suka istilah practice makes progress. And that's totally okay! :)  

Mengekstrasi studi kasus pemanfaatan EBT di berbagai lokasi termasuk Indonesia, Benza mengkaji 8 penelitian sebelumnya secara mendalam. Hasilnya, beliau menjabarkan subsistem titik-titik buta gender dalam kebijakan & penelitian terkait energi yang dianggap menghambat perubahan dan justru melanggengkan ketidaksetaraan.

Beliau juga mengungkap jika perempuan pada tingkat lokal merupakan aktor marjinal yang kewenangannya dalam pengambilan keputusan masih terbatas. Namun, di sisi lain beliau juga menyimpulkan jika upaya kelompok masyarakat dalam kerangka transisi energi yang dipimpin oleh perempuan, arah jalannya menjadi lebih efektif.

Maka, agar perempuan lebih inklusif, mengakui peran mereka dalam transisi energi adalah keharusan. Hingga pada akhirnya tercipta transisi energi adil bagi kelompok rentan.

Peran Berbagai Stakeholders

Artikel kedua merupakan artikel bibliografi yang ditunjang dengan interviu pada para perempuan pelaku di sektor energi. Masih hangat, artikel itu terbit online pada 18 Mei lalu. Artikel ini cukup panjang dan menyeluruh, hingga memakan 19 halaman.

Theresia, dkk menuliskan artikel ini guna melihat berbagai tantangan dan hambatan bagi perempuan ASEAN dan negara G7 untuk berpartisipasi dalam transisi energi, juga mereview kebijakan yang dapat diterapkan untuk memastikan bahwa transisi energi adil dan inklusif.

Hasilnya disebutkan bahwa perempuan sering kali diabaikan, yang mengakibatkan kurangnya visibilitas mereka di sektor energi terbarukan. Kesadaran akan pentingnya perempuan menjadi bagian dari proses tersebut masih kurang. 

Di Indonesia khususnya, akses pendidikan menjadi salah satu krusial poin dalam peningkatan awareness tersebut. Lebih lanjut, budaya disebut juga menjadi unsur kritis yang menghambat perempuan terlibat dalam sektor EBT. Budaya ini tak hanya terjadi di Indonesia, namun juga negara-negara di ASEAN.

Dituliskan bahwa sudut pandang yang berlaku, didasarkan pada norma-norma budaya, perempuan harus dibatasi pada hal-hal tradisional, tinggal di rumah dan mengasuh anak. Perempuan juga dianggap lemah dan tidak mampu menangani pekerjaan lapangan karena dianggap berbeda fisik dengan laki-laki. Stereotip khas ketidaksetaraan.

Artikel itu turut menggaris-bawahi bahwa sektor swasta, NGO, akademisi juga masyarakat memiliki peran vital dalam mendukung partisipasi perempuan pada transisi EBT. Salah satu rekomendasi terkait hal ini yaitu meningkatkan peran stakeholder untuk lebih mengedepankan perempuan dalam science, technology, engineering and mathematics melalui pendidikan dan pelibatan masyarakat.

Perempuan-perempuan dalam kegiatan OXFAM. | Sumber: indonesia.oxfam.org
Perempuan-perempuan dalam kegiatan OXFAM. | Sumber: indonesia.oxfam.org

Bicara soal partisipasi stakeholder, aksi ini telah banyak diinisiasi. NGO dari Inggris, Oxfam salah satunya. Organisasi non pemerintah itu turut memperjuangkan transisi energi adil. Oxfam fokus pada pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan hak-hak mereka, dengan tujuan utama mengurangi ketidaksetaraan dan kemiskinan.

Oxfam turut mendorong kesetaraan gender dengan meningkatkan pemberdayaan ekonomi perempuan, mempromosikan partisipasi politik perempuan, pengambilan keputusan dan kepemimpinan, dan mengurangi kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun