Mohon tunggu...
Tatan Tawami
Tatan Tawami Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Pemula

Belajar menulis untuk mengekspresikan ide dan membahasakan citra mental

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Segitiga Kania

1 September 2022   22:33 Diperbarui: 1 September 2022   22:41 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dingin mulai menyergap ketika tak terasa dia menatap kereta yang membawanya pergi sore itu yang dengan segera berganti malam. Kelam seperti bayangannya akan hari-hari yang kini mungkin tanpa dia lagi.

"Aku tak pernah pergi, tapi aku cukup tahu kapan harus berhenti" Ucapnya pelan.

Pikirannya melayang jauh bersama kereta yang membawa wanita yang tadinya dibidiknya untuk menjadi calon istrinya, meski ia tak pernah tahu apakah dia merasakan yang sama. Cinta yang renta karena tidak pernah menjadi kata-kata. 

Di dalam kereta, Kania hanya bisa menerka-nerka apa sebenarnya yang ada dalam pikiran Jaka. Bukan tidak ingin menoleh dan menatap kembali ke arah Jaka yang berdiri memandang jendela kereta berharap ada mata yang saling bersitatap. Tapi, dia tidak mengerti kenapa dia tidak berusaha menahan kepergiannya, bahkan malah seperti secara sukarela mengantarnya. 

Datar, seperti tak ada emosi yang ditampakkannya. Sambil menyelipkan kertas yang dilipat kecil ke dalam dompetnya, Dia bertekad untuk tak pernah menganggap Jaka ada di hidupnya. Sesak jika harus memikirkannya.

Sementara itu, bagi Jaka, tidak ada alasan yang cukup kuat untuk meminta Kania tinggal, dia harus mendapatkan kebahagiaannya, menjadi seorang Juru Bahasa di Ibu Kota. Lebih banyak kesempatan untuknya di sana. 

Di balik paripurnanya cinta Jaka pada Kania seperti pertemuan Adam dan Hawa, di lubuk hati dia sedikit lega tak harus mengucap selamat tinggal nanti jika dia tak lagi bisa bersamanya, bahkan untuk sekedar menyapa, mungkin menghilang dari hidupnya. 

Ini lah yang membuat Jaka merasa tak harus memperlihatkan emosinya pada Kania, pikirannya sudah cukup rumit memikirkan kondisi ideal bagi orang-orang di sekelilingnya dengan keinginannya masing-masing.

Padahal, selama ini mereka telah berselisih paham dalam diam, mereka saling menduga dalam samar mata, menduga dengan tidak pekanya telinga, dan menduga oleh tipisnya rasa, yang akhirnya menjadikan semua prasangka mereka menjadi bencana bagi keduanya. 

Hanya karena Jaka tidak memperlakukan Kania seperti yang diinginkannya, itu tidak berarti Jaka tidak mengasihinya sepenuh hati. Hanya karena Kania tidak memperlihatkan kerapuhannya, bukan berarti dia tidak butuh perhatian dari Jaka. Namun, bagi Jaka ada nilai yang harus dipertahankannya, yang belum bisa dia ceritakan pada Kania.

Kelak, perpisahan ini akan menjadi hari-hari yang sulit bagi keduanya. Mereka akan terjebak dalam lintasan acak sembari berharap takdir berbaik hati mempertemukan mereka dalam jalurnya, meski tetap mereka-reka seperti apa pertemuan sempurna dalam benak mereka.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun