Mohon tunggu...
Tata Marnarita Yarsi
Tata Marnarita Yarsi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa MM_UNJ Prodi Sumber Daya Manusia\r\n\r\nSekretaris Bidang Pendidikan, IPTEK, Seni dan Budaya KOWANI (Kongres Wanita Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengenangmu (Mom) Dalam Rindu

27 September 2012   15:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:35 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku kehilanganmu, Mom. Begitu mendadak! Begitu cepat! Bagai sebuah sandiwara! Sungguh! Aku tidak pernah mengira, bahwa rindu teramat rindu, yang dulu ku rasa itu, ternyata rindu yang abadi hingga kini. Dan semenjak Maghrib itu, aku sudah tidak memilikimu lagi.

Aku menjadi semakin bingung, Mom, aku harus apa? Menghadapi ini, aku merasa seperti pemain drama yang bingung memainkan perannya. Apakah aku harus menangis, Mom? Apakah Mami suka bila aku menangis untukmu? Ah!!! Tapi karena dahsayatnya kesedihan yang aku rasa, tangisan itu seperti lewat saja di kerongkongan dan tidak bisa keluar melalui mataku.

Aku berusaha tegar Mom! Aku kemasi pakaianku secukupnya dan bersiap pulang ke kampung halaman kita, menemuimu, menemui (hanya) jasadmu, karena jiwamu Maghrib itu sudah pergi meninggalkanku. Sepanjang perjalan, aku hanya diam. Aku tidak ingin mengatakan apapun, Mom. Aku tidak pandai menceritakan perasaanku pada orang lain. Karena selama ini, aku hanya pandai menceritakannya padamu. Terkadang di sela – sela lamunanku, aku merasa pengap, merasa lupa cara bernafas dan begitu aku merasa sesak, baru aku tersadar bahwa aku sedang mengenang dan merindukanmu dengan sangat dalam.

Dua jam waktu yang harus aku tempuh dari Padang ke Batipuh, dan selama itu aku masih merasa tak percaya bila kau telah tiada. Tahukah Mom, aku masih berharap saja, bila nanti aku sampai di rumah, Allah memberikan keajaiban dengan kesembuhanmu dan engkau akan segera memelukku sebagaimana biasa bila aku pulang dari Padang. Namun begitu mobil yang aku tumpangi memasuki pekarangan, aku mendapati kediaman kita yang mulai ramai. Ah Mom, harapanku untuk dapat merasakan lagi dekapanmu, sudah semakin pudar.

Papi menyambutku di pintu mobil. Mom, sulit sekali aku dapat menceritakan raut wajah papi malam itu. Tapi papi hebat, Mom! Papi tegar! Beliau berusaha terlihat tenang meski aku dapat merasakan betapa hatinya hancur. Papi yang membimbing aku untuk menjumpaimu Mom. Papi membisikkan agar aku ikhlas melepasmu. Ah Mom, aku masih belum bisa menangis. Aku masih merasa bermain sandiwara. Aku masih saja mengharapkan hidupmu kembali.

Hingga akhirnya aku betul – betul dekat menatapmu, Mom. Aku meraba kehangatanmu yang dingin. Aku membelai wajahmu yang sudah tak bergerak. Malam itu, akhirnya aku memelukmu juga Mom, memeluk (hanya) jasadmu karena aku tidak tahu bagaimana caranya dapat memeluk jiwamu lagi seperti dulu…. Itulah pelukan sepihak Mom, yang aku sadari, engkau sudah tidak mungkin melakukannya lagi.

Mom, malam itu aku melihatmu cantiiiiik sekali… Engkau tidur dengan tersenyum dan di sampingmu akhirnya aku menangis, sedikit! Saat itu, bahkan aku lupa cara menangis. Aku merasa terlalu sedih Mom! Aku terlalu hancur! Aku merasa terluka amat parah!!! Malam itu, aku merasa kehidupan terpahitku, baru saja dimulai.

Esok harinya, pada saat aku melihat kakakku datang dari Bandung dengan perasaan hancur, akupun kembali menangis (tapi diam – diam). Aku tidak ingin menghancurkan ketegaran papi. Aku tidak ingin melemahkan kekuatan adik-adik. Namun, aku butuh menangis!!! Dadaku terasa amat berat, nafasku sesak. Aku merasakan keseimbanganku sedikit terganggu.

Dan saat teman – temanku (dulu) di 1.10 SMAN Padang Panjang datang, akhirnya baru aku dapat menumpahkan air mata di pelukan Fifi sahabatku. Aku mendekapnya hingga bibirnya berdarah.

Ah Mom, ternyata berpisah denganmu sangat berat untuk kuhadapi. Apalagi saat satu per satu sahabat dan teman - temanku harus pergi. Kerabat – kerabat kita sudah harus pulang. Tinggallah aku, papi, niZia, Kanur dan Zaza, dengan cinta kami yang sunyi. Kami merasa kehilanganmu yang teramat dalam, Mom. Kami telah kehilangan perhatian dan cintamu dengan rasa sakit yang hebat!! Tapi untunglah, kami tidak sampai kehilangan cinta_Nya.

Saat menjalani masa – masa sulit tanpamu, akhirnya aku menyadari bahwa sesungguhnya cintamu tidak benar-benar hilang. Aku lalu mencari-carimu melalui ilmu – ilmu Nya. Sehingga dengan yakin akhirnya ku tahu, bahwa engkau tidak pernah pergi! Engkau selalu hidup! Engkau hanya berpindah alam, dari alam dunia ke alam kubur, bagai bayi yang berpindah alam dari alam rahim ke alam dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun