Mohon tunggu...
Tata Marnarita Yarsi
Tata Marnarita Yarsi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa MM_UNJ Prodi Sumber Daya Manusia\r\n\r\nSekretaris Bidang Pendidikan, IPTEK, Seni dan Budaya KOWANI (Kongres Wanita Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengenangmu (Mom) Dalam Rindu

27 September 2012   15:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:35 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#Menjemput Kenangan 19 tahun lalu#

Maghrib ini,terasa ada yang berbeda. Bukan karna aku terpaksa telat menunaikannya sebab masih dalam perjalanan, tapi karena ini adalah suasana Maghrib di 12 September.

12 September 19 tahun lalu, jatuh pada hari Minggu. Hari yang biasanya aku pulang menemuimu Mom, setelah satu minggu aku mempuasakan rinduku tak bertemu. Namun, segala hasrat untuk mendekapmu
waktu itu, terpaksa aku simpan dalam-dalam karena ada rapat penting keluarga antara Mami, Mami Asma, dan Om In.

Seperti biasa, aku akan ikuti keinginanmu, sehingga Minggu itu aku tidak pulang ke kampung kita. Aku menunggu saja di Padang, kota pusat provinsi, dimana Mami telah memilihkan sebuah SMA terbaik untukku. Aku harus menahan rinduku satu minggu lagi untuk dapat benar-benar memelukmu. Ah, aku selalu berusaha saja mematuhimu, Mom dan selalu ingin melihatmu bahagia dan bangga memilikiku. Maka akupun memaksa diri untuk melupakan perasaanku yang begitu harap ada di dekatmu.

Namun, yang terjadi selanjutnya benar-benar sebuah kehancuran yang begitu mematikan perasaan. Sore 12 September itu, Mami Asma (kakak Mami, yang di rumah beliau aku dititipkan Mami) balik dari kampung setelah rapat penting keluarga itu. Mami Asma membawa cerita – cerita tentangmu , yang kondisinya baik – baik saja.

“Tadi, Mami Asma tinggal, Mami Emi sedang memasak rendang”.

Berita sederhana tentangmu itu, entah mengapa memancing genangan air di mataku. Mendadak saja hatiku merasa gelisah. Dan di kamarku di lantai 2, akhirnya aku bersujud bingung. Tuhan, apakah yang tiba-tiba aku rasakan ini? Mengapa aku jadi seperti ingin menangis? Ah,aku menjadi bertambah rindu saja dan ingin sekali segera tenggalam dalam dekapmu, Mom.

Sujudku disentakkan oleh deringan telepon dan sejurus kemudian aku dengar Mami Asma berteriak memanggilku. Aku bergerak perlahan dengan membawa hati yang makin resah.

“Mami Emi masuk rumah sakit, Ta. Mendadak saja beliau sulit bernafas. Padahal tadi jam 3 sore ini masih memasak rendang”. Kata mami Asma lirih.

Aku tidak mampu mengatakan apapun untuk menjawab. Aku hanya tertegun dan entah bagaimana, selanjutnya telah berada kembali di kamar. Aku kembali bersujud dengan bingung. “Tuhan, aku takuuuut!!!” Lirihku pilu. Rasanya ingin aku membenamkan sujudku bertambah dalam, agar aku benar-benar dapat merasakan berdekatan dengan Tuhan. Sungguh!!! Aku benar-benar takut! Mengapa Mami tiba-tiba harus dibawa ke Rumah Sakit? Bagaimanakah kondisi beliau kini??? Seriuskah??? Tuhan, mohon jagalah Mami. Jangan ambil Mami sekarang!!! Hatiku menjerit.

Tak lama berselang, sujudku disentakkan oleh deringan telepon keduakalinya. Saat itu aku benar – benar merasakan perasaan yang amat sulit untuk dilukiskan, karena di bawah kudengar Mami Asma menangis histeris. Tidak harus dengan penjelasan Mom, karena dengan situasi itu, aku cukup mengerti bahwa engkau…. telah  pergi.

Aku kehilanganmu, Mom. Begitu mendadak! Begitu cepat! Bagai sebuah sandiwara! Sungguh! Aku tidak pernah mengira, bahwa rindu teramat rindu, yang dulu ku rasa itu, ternyata rindu yang abadi hingga kini. Dan semenjak Maghrib itu, aku sudah tidak memilikimu lagi.

Aku menjadi semakin bingung, Mom, aku harus apa? Menghadapi ini, aku merasa seperti pemain drama yang bingung memainkan perannya. Apakah aku harus menangis, Mom? Apakah Mami suka bila aku menangis untukmu? Ah!!! Tapi karena dahsayatnya kesedihan yang aku rasa, tangisan itu seperti lewat saja di kerongkongan dan tidak bisa keluar melalui mataku.

Aku berusaha tegar Mom! Aku kemasi pakaianku secukupnya dan bersiap pulang ke kampung halaman kita, menemuimu, menemui (hanya) jasadmu, karena jiwamu Maghrib itu sudah pergi meninggalkanku. Sepanjang perjalan, aku hanya diam. Aku tidak ingin mengatakan apapun, Mom. Aku tidak pandai menceritakan perasaanku pada orang lain. Karena selama ini, aku hanya pandai menceritakannya padamu. Terkadang di sela – sela lamunanku, aku merasa pengap, merasa lupa cara bernafas dan begitu aku merasa sesak, baru aku tersadar bahwa aku sedang mengenang dan merindukanmu dengan sangat dalam.

Dua jam waktu yang harus aku tempuh dari Padang ke Batipuh, dan selama itu aku masih merasa tak percaya bila kau telah tiada. Tahukah Mom, aku masih berharap saja, bila nanti aku sampai di rumah, Allah memberikan keajaiban dengan kesembuhanmu dan engkau akan segera memelukku sebagaimana biasa bila aku pulang dari Padang. Namun begitu mobil yang aku tumpangi memasuki pekarangan, aku mendapati kediaman kita yang mulai ramai. Ah Mom, harapanku untuk dapat merasakan lagi dekapanmu, sudah semakin pudar.

Papi menyambutku di pintu mobil. Mom, sulit sekali aku dapat menceritakan raut wajah papi malam itu. Tapi papi hebat, Mom! Papi tegar! Beliau berusaha terlihat tenang meski aku dapat merasakan betapa hatinya hancur. Papi yang membimbing aku untuk menjumpaimu Mom. Papi membisikkan agar aku ikhlas melepasmu. Ah Mom, aku masih belum bisa menangis. Aku masih merasa bermain sandiwara. Aku masih saja mengharapkan hidupmu kembali.

Hingga akhirnya aku betul – betul dekat menatapmu, Mom. Aku meraba kehangatanmu yang dingin. Aku membelai wajahmu yang sudah tak bergerak. Malam itu, akhirnya aku memelukmu juga Mom, memeluk (hanya) jasadmu karena aku tidak tahu bagaimana caranya dapat memeluk jiwamu lagi seperti dulu…. Itulah pelukan sepihak Mom, yang aku sadari, engkau sudah tidak mungkin melakukannya lagi.

Mom, malam itu aku melihatmu cantiiiiik sekali… Engkau tidur dengan tersenyum dan di sampingmu akhirnya aku menangis, sedikit! Saat itu, bahkan aku lupa cara menangis. Aku merasa terlalu sedih Mom! Aku terlalu hancur! Aku merasa terluka amat parah!!! Malam itu, aku merasa kehidupan terpahitku, baru saja dimulai.

Esok harinya, pada saat aku melihat kakakku datang dari Bandung dengan perasaan hancur, akupun kembali menangis (tapi diam – diam). Aku tidak ingin menghancurkan ketegaran papi. Aku tidak ingin melemahkan kekuatan adik-adik. Namun, aku butuh menangis!!! Dadaku terasa amat berat, nafasku sesak. Aku merasakan keseimbanganku sedikit terganggu.

Dan saat teman – temanku (dulu) di 1.10 SMAN Padang Panjang datang, akhirnya baru aku dapat menumpahkan air mata di pelukan Fifi sahabatku. Aku mendekapnya hingga bibirnya berdarah.

Ah Mom, ternyata berpisah denganmu sangat berat untuk kuhadapi. Apalagi saat satu per satu sahabat dan teman - temanku harus pergi. Kerabat – kerabat kita sudah harus pulang. Tinggallah aku, papi, niZia, Kanur dan Zaza, dengan cinta kami yang sunyi. Kami merasa kehilanganmu yang teramat dalam, Mom. Kami telah kehilangan perhatian dan cintamu dengan rasa sakit yang hebat!! Tapi untunglah, kami tidak sampai kehilangan cinta_Nya.

Saat menjalani masa – masa sulit tanpamu, akhirnya aku menyadari bahwa sesungguhnya cintamu tidak benar-benar hilang. Aku lalu mencari-carimu melalui ilmu – ilmu Nya. Sehingga dengan yakin akhirnya ku tahu, bahwa engkau tidak pernah pergi! Engkau selalu hidup! Engkau hanya berpindah alam, dari alam dunia ke alam kubur, bagai bayi yang berpindah alam dari alam rahim ke alam dunia.

Mom, setelah aku renungkan bahwa hari ini adalah hitungan 19 tahun perpisahan kita, baru aku menyadari bahwa engkau pergi saat aku memasuki usia 17, yang kata orang – orang adalah masa – masa manis usia remaja. Pantaslah, bila ada teman yang menanyakan kisah manis masa remajaku yang paling berkesan, aku tidak dapat memberikan cerita-cerita indah apapun Mom, kecuali kisah sedih ini, tentang perpisahan kita.
Mom, lalu Allah menggantikanmu dengan banyak Ibu-ibu yang baik hatinya, yang Allah pertemukan dalam kehidupanku. Tapi, tentu saja cinta padamu itu, tidak akan pernah tergantikan. Allah juga telah mengisi ruang-ruang hampa di hatiku dengan cinta yang lain. Allah telah memberiku pemimpin hidup yang sholeh dan sangat membahagiakan. Menitipkan padaku anak – anak yang (insyaAllah) soleh dan solihat yang menyejukkan. Mereka (menantu dan cucumu) selalu menanyakanmu, dan berdoa untukmu, Mom. Mereka telah mencintaimu tanpa harus bertemu. Tentu engkau bisa melihatnya dengan sangat jelas dari sana.

Maafkan aku ya Mom, bila selama ini tidak sempurna mencintaimu. Ada saatnya aku (tidak sengaja) lupa mengirimkanmu doa – doa. Tapi Mom, tentu aku akan terus berusaha untuk membuktikan cinta ini, dengan cara yang makin sempuna. Aku yakin, Allah yang maha mengabulkan do’a – do’a akan menunjuki ke jalan yang lurus.

Mom, aku sangat berharap dan selalu berdoa
kita akan berkumpul lagi suatu hari nanti
dalam kehidupan abadi.
Damailah engkau di sana, Mom,
Semoga Allah menganugerahimu
tempat paling terhormat di sisi_Nya.
Mom,
Meski waktuku
terus saja berlalu
Namun,
hatiku selalu rindu~

Bekasi, 12 September 2012

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun