Mohon tunggu...
Tata Tambi
Tata Tambi Mohon Tunggu... Guru - mengajar, menulis, mengharap rida Ilahi

Belajar menulis. Semoga bermanfaat dunia dan akhirat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Petani Cilik (Petani 2 Negeri #28 dari 60)

24 Desember 2024   05:15 Diperbarui: 22 Desember 2024   13:07 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sewaktu SD, kami juga punya kegiatan yang asyik. Berkebun di belakang kelas kami. Semua kelas punya kesempatan membuat petak-petak kecil berisi tumbuhan tomat, cabai, labu, ditambah dengan berbagai tunas yang berasal dari biji buah. Masing-masing kelas, dari kelas 1 sampai kelas 6, terdiri dari 2 kelompok. Jadi, total lahan yang ada 12. Lahan belakang kelas kami jadi hijau oleh tanaman-tanaman dari tangan-tangan kecil petani cilik. Ocehan mereka riuh, saling tertawa membanggakan tanaman untuk kemudian bersedih ketika semua tanaman roboh diterjang air hujan.

Salah satu aktivitas yang tak terlupakan ketika itu adalah mencari tunas dari biji buah yang tumbuh di juglangan, pembuangan sampah dengan cekungan tanah yang lebar. Biasanya di dekat pasar buah. Macam-macam, ada tunas rambutan, kelengkeng, mangga, alpukat, jambu, salak, nangka, durian, dan lain-lain.

Di samping memberikan rasa senang, kegiatan itu merupakan pengenalan akan kerja keras, menjaga, serta merawat. Dan, nilai kebaikan yang mereka semai kelak akan mereka tuai. Tunas yang mereka pelihara kelak akan memberikan kemanfaatan, teteduhan, keindahan, maupun buah-buahan itu sendiri.

Dulu, pria itu membiasakan anaknya bersedekah rutin dengan mengisi kotak infak di masjid. Proses itu berhasil dan si anak memiliki kebiasaan bederma mengisi kotak amal. Sebagian uang sakunya ia sisihkan untuk dimasukkan ke dalam kotak itu, dan ini hampir tiap hari.

Dalam usia si anak yang masih kecil, dirinya meninggal dunia dan status anaknya menjadi yatim. Seorang pria lain datang menggantikan posisinya mendampingi mantan istrinya, ibu si anak. Anak itu sampai sekarang masih rutin mengisi kotak infak masjid dekat rumah, berapa pun jumlahnya. Saya tahu karena dia adalah tetangga saya. Pernah Rasulullah bersabda, "Pena diangkat dari tiga orang: orang tidur hingga terjaga, anak kecil hingga bermimpi basah (balig), dan orang gila hingga tersadar (HR Abu Dawud, 4403, At-Tirmidzi, 1423, An-Nasa'i, 3432, dan yang lain. Dihukumi shahih oleh Al-Albani dalam Irwa' Al-Ghalil, 297).

Hadis ini tidak untuk dimaknai sebagai pembiaran, tapi lebih pada pemakluman ketika  mereka salah. Bukan dibiarkan tanpa aturan dan tanpa teguran. Sebagaimana orang yang tertidur pulas yang harus menunaikan kewajiban, bukan berarti tidak boleh dibangunkan, tidak pula bermakna bahwa anak kecil dibiarkan begitu saja. Sebagaimana juga orang gila tidak usah dicegah melakukan perusakan atau tindakan membahayakan hanya gara-gara mentalnya terganggu. Tidak demikian.

Justru di saat golden age, usia emas, itu upaya internalisasi nilai dimulakan. Lahan subur bernama bocah ini sedini mungkin dikenalkan pada beragam kebaikan sesuai daya tangkapnya dan dengan bahasa sederhana, agar kelak nilai-nilai ini terpatri dalam benaknya dan menjadi habit hingga hari tuanya. Rasulullah sendiri membuktikan hal ini, mengajarkan kebaikan pada anak usia dini. Yaitu ketika beliau makan bersama dengan seorang anak kecil dalam satu nampan.

"Wahai bocah, ucapkanlah basmalah, makanlah dengan tangan kanan, dan makanlah yang terdekat" (HR Al-Bukhari, 5.376 dan Muslim, 2.022), nasihat beliau kepada seorang sahabat kecil yang juga anak tiri beliau ketika si anak mengacak-acak makanannya. "Seterusnya, begitulah cara makanku" (HR Al-Bukhari, 5.376 dan Muslim, 2.022), yaitu sesuai tuntunan Rasulullah, kenang si bocah yang bernama Umar bin Abi Salamah ini.

Beliau juga pernah mengajak Al-Hasan dan Al-Husain ke masjid untuk salat berjamaah, sekalipun mereka tidak salat, tapi malah menunggangi punggung beliau ketika sujud. Padahal, secara fikih, ia masih belum wajib menunaikan salat, apalagi berjamaah. Itulah mengapa beliau bertitah, "Perintahlah anak-anak kalian salat saat mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkannya ketika umur mereka sepuluh tahun serta pisahkanlah ranjang mereka" (HR Abu Dawud, 495 dan yang lain. Dihukumi shahih oleh Al-Albani dalam Irwa'Al-Ghalil, 247).

Terlebih, pahala anak tersebut juga akan mengalir kepada orang tua. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi pernah ditanya oleh seorang perempuan. Sembari mengangkat seorang anak, ia berkata, "Apakah anak ini boleh berhaji?" "Ya, dan kamu pun mendapat pahala" (HR Muslim, 1336).

Sebagian sahabat Nabi bahkan melatih anak-anak mereka berpuasa. Dan, agar lebih semangat, bocah-bocah petani ini memang perlu dimotivasi dengan insentif berupa hadiah. Tak mengapa. Sebagian shalihin memberi hadiah besar atas hafalan beberapa ayat atau surat yang mereka hafal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun