Mohon tunggu...
Tata Tambi
Tata Tambi Mohon Tunggu... Guru - mengajar, menulis, mengharap rida Ilahi

Belajar menulis. Semoga bermanfaat dunia dan akhirat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penjaga Kebun (Petani 2 Negeri #23 dari 60)

23 November 2024   12:18 Diperbarui: 23 November 2024   12:18 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abdullah bin Al-Mubarak terbilang tokoh hebat yang komplet. Bukan hanya dikenal sebagai ulama terpandang sepanjang zaman, tapi juga seorang ahli ibadah, pebisnis kaya yang dermawan, dan seorang mujahid.  Belum lagi sifat-sifat luhur berupa takwa, zuhud, wara', dan ciri-ciri kesalehan yang lain.

Sang bapak, Al-Mubarak, dahulu hanyalah seorang budak yang bertugas menjaga kebun delima majikannya. Suatu hari, sang tuan memintanya menghadirkan delima yang manis. Dia bawakan ke hadapannya sebuah delima yang ternyata berasa masam. Tuannya marah lalu menyuruhnya mengambilkan delima lain yang manis. Hasilnya sama, delima yang dihadirkannya berasa masam. Hal itu terjadi hingga tiga kali.

"Tidakkah kau bisa membedakan mana yang manis dan mana masam?!" bentaknya marah.

"Saya tidak tahu karena satu kali pun saya tidak pernah mencicipinya," jawabnya.

"Kenapa kau tidak pernah memakannya?"

"Karena Anda tidak memberi izin kepada saya untuk memakannya."

Si pemilik kebun menyangka bahwa budaknya berbohong.

"Bukankah kau sudah bekerja di sini selama bertahun-tahun?!"

Ia lantas mengonfirmasi hal ini kepada para tetangga sekitar kebun. Mereka memberi kesaksian akan kesalehan dan kebaikan si budak. Mereka tidak pernah melihatnya sekali pun memakan sebutir delima. Si majikan merasa takjub oleh sikapnya sehingga diam-diam menaruh rasa hormat dan penghargaan padanya.

"Wahai Mubarak! Menurutmu, siapakah yang pantas menikahi putriku?" tanyanya perihal putrinya yang banyak dilamar orang.

"Orang jahiliyah menikahkan berdasarkan kedudukan, orang Yahudi menikahkan berdasarkan harta, orang Nasrani menikahkan berdasarkan paras wajah, sedangkan umat Islam menikahkan berdasarkan ketakwaan dan agama," urainya.

Jawaban itu menyadarkannya akan  kecerdasan sang budak yang mengagumkan. Ia segera pulang dan mengatakan pada istrinya, "Kukira tak ada yang lebih pantas mendampingi putri kita, kecuali Al-Mubarak."

Ia lantas mendatangi Al-Mubarak. "Aku tidak mendapatkan laki-laki lain yang lebih layak menjadi suami putriku, melainkan dirimu." Ia tawarkan putrinya dan Al-Mubarak pun menerimanya (Syadzarat Adz-Dzhahab fi Akhbar Man Dzahab, 2/362 dan Wafayat Al-A'yan, 3/32).

Mereka berdua menikah dan pada tahun 118 H, lahirlah Abdullah bin Al-Mubarak. Hadiah pernikahan mereka yang penuh berkah. Hadiah dari sebuah kejujuran dan kewaraan selama bertahun-tahun terhadap sebuah delima pun. Hadiah itu adalah kebun beserta isinya, kebun beserta pemiliknya, kebun beserta putri pemilik kebun, serta keturunan saleh yang lahir dari bapak yang saleh, mantan budak penjaga kebun yang amanah. Masya Allah!

 Para ulama menyimpulkan, Abdullah adalah rezeki sang ayah, Al-Mubarak, dari pernikahannya dengan putri pemilik kebun itu, lalu keberkahan sang ayah mengalir kepada sang putra.

 Bila Anda seorang penjaga atau penggarap ladang, sampai di situlah tanggung jawab Anda. Tidak lebih. Anda tidak berhak berbagi hasil dengan orang lain, atau bermurah hati dengan hasil kebun itu. Itulah amanahnya. Itulah mengapa Anda dipercaya bekerja di sini. Bila pun terpaksa Anda melakukan kebaikan dengan cara berbagi dengan pihak yang membutuhkan, tentu konsekuensinya adalah pemotongan gaji Anda, setelah mengabarkan situasi darurat yang Anda temui pada sang pemilik.

 Abu Qatadah dan Abu Ad-Dahma' pernah bertanya kepada seorang Arab Badui, "Apakah kau pernah mendengar sesuatu dari Rasulullah?"

 "Ya," jawabnya, "Aku pernah mendengar beliau bersabda, "Tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah Azza wa Jalla, melainkan Allah akan menggantimu dengan yang lebih baik bagimu" (HR Ahmad, 23074 dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra, 10821 dihukumi shahih oleh Al-Albani dalam Silsisilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 2/734).

 Ubay bin Ka'b pernah mengatakan,  "Tidaklah seorang hamba meninggalkan sesuatu karena Allah, melainkan Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik dengan cara yang tak terduga" (HR Abu Nu'aim dalam Hilyah Al-Auliya',1/253).

Lebih dari itu, semua yang kita miliki adalah titipan. Kita hanya penjaga titipan itu dan hanya diperkenankan memperlakukan titipan tadi sesuai dengan amanah yang diembankan. Kita dititipi keluarga, dititipi ayah-bunda, dititipi harta, dititipi jabatan, dititipi ilmu, dititipi masa muda, dan titipan lainnya. Pemilik titipan itu mengamanahkan kepada penjaganya agar memperlakukan titipan itu sesuai dengan tata laksana dan manual book yang menyertai titipan-titipan itu.

"Masing-masing kalian adalah penjaga, dan masing-masing akan ditanya tentang tanggungannya. Seorang pemimpin adalah penjaga dan akan ditanya tentang tanggungannya. Seorang suami adalah penjaga keluarganya dan ia akan ditanya tentang tanggungannya. Seorang istri adalah penjaga rumahnya dan akan ditanya tentang tanggungannya. Seorang pembantu adalah penjaga harta majikannya dan akan ditanya tentang tanggungannya. Masing-masing kalian adalah penjaga, dan masing-masing akan ditanya tentang tanggungannya" (HR Al-Bukhari, 893 dan Muslim, 1829).

Momen pertanggungjawaban itu adalah, "Tak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat, hingga ditanyakan padanya: umurnya, untuk apa ia habiskan; ilmunya, apa yang telah diperbuat dengannya; hartanya, dari mana ia mendapatkannya dan ke mana dibelanjakannya; dan badannya untuk apa ia pergunakan" (HR At-Tirmidzi (2417), Ad-Darimi (554), Al-Bazzar (1435), dan yang lain. Dihukumi shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, 126).

Anda yang pandai menjaga amanah, selain mendapat pahala besar di akhirat dan penghargaan tinggi dari masyarakat, juga akan mendapatkan bonus lain, yaitu keturunan Anda akan dijaga Allah. Sebaliknya, siapa yang tidak pandai menjaga amanah, selain beroleh dosa besar dan cela di antara manusia, juga akan mendapatkan buntut dosa yang terlihat dari keturunannya. Sebagai bukti, selain kisah ayahanda Abdullah bin Al-Mubarak di muka, mari simak kisah dua keadaan di atas pada penggalan akhir biografi Umar bin Abdul Aziz.

 Dia adalah khalifah yang memenuhi dunia dengan keadilan. Kemanahannya kondang di seluruh jagat. Tak sepeser pun harta umat yang ia korupsi demi keluarganya. Bahkan, ia rela menanggalkan kekayaannya demi kesejahteraan rakyatnya. Bukan hanya kekayaan dirinya, kekayaan keluarganya pun ia sumbangkan. Ia pernah memberikan pilihan kepada istrinya, Fatimah bin Abdul Malik, yang merupakan putri khalifah terdahulu, antara menyerahkan permata hadiah ayahandanya ke baitul mal ataukah dirinya sebagai suami.

 "Kau serahkan permata itu ke baitul mal, atau perkenankan aku menceraikanmu? Aku tidak sudi bila aku, kau, dan perhiasan itu ada bersama di dalam satu rumah."

 "Saya memilih Anda daripada perhiasaan itu, bahkan berkali-kali lipat daripada perhiasaan itu bilapun ada" (Hilyah Al-Auliya',5/283 dan Ath-Thabaqat Al-Kubra, 5/307).

Sedangkan anak-anak perempuannya, mari simak dalam kisah berikut, sebagaimana termaktub di dalam Sirah Umar bin Abdil Aziz (Hilyah Al-Auliya', 1/54).  Penulis menuturkan, sehabis salat isya' ia pulang dan ingin menemui anak-anak perempuannya. Ia uluk salam kepada mereka. Mendengar sang ayah hendak menemui mereka dan merasa mulut mereka berbau tidak sedap, seketika itu mereka menutup mulut dengan tangan dan segera menutup pintu.

"Ada apa dengan mereka," tanyanya kepada sang pengasuh. 

"Malam ini mereka tidak punya makan malam, selain adas dan bawang merah sehingga mereka tidak mau Anda mencium aroma itu dari mulut mereka," terangnya.

Umar seketika menangis lalu berkata, "Putri-Putriku, apa gunanya kalian makan malam dengan berbagai macam hidangan bila ayah kalian diseret ke dalam neraka oleh karenanya?" Seketika itu mereka menangis keras dan Umar pun beranjak.

Dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah, Ibnu Katsir menuturkan situasi ketika sang khalifah tergolek lemah menjelang ajal.

 "Anak-anak Anda, tidakkah Anda beri mereka bagian? Mereka termasuk orang-orang miskin," saran seseorang padanya.

Ia mengutip sebuah ayat, "Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an). Dia melindungi orang-orang salih" (QS Al-A'raf: 196). Lalu berkata, "Demi Allah, aku tidak akan memberi mereka harta baitul mal. Bisa jadi mereka saleh, sedangkan Allah pasti menjamin orang-orang saleh. Atau, sebaliknya, sehingga aku tidak ingin membantu kefasikan mereka sepeninggalku."

Setelah itu, ia memanggil mereka dan menyampaikan pesan di atas sebagai pesan terakhirnya. "Pergilah. Semoga Allah menjaga kalian dan memberikan ganti yang lebih baik," tutupnya.

Seseorang memberikan kesaksian, "Sungguh, kami menyaksikan anak Umar bin Abdul Aziz menyiapkan 80 ekor kuda untuk sabilillah, sedangkan anak Sulaiman bin Abdul Malik, yang dulu menerima warisan yang sangat melimpah, mengemis dan meminta-minta kepada anak Umar bin Abdul Aziz."

Ia menyimpulkan, "Itu karena Umar menyerahkan anak-anaknya kepada Allah Azza wa Jalla sedangkan Sulaiman dan yang lainnya menyerahkan anak-anak mereka kepada harta warisan mereka sehingga anak-anak itu pun terlunta-lunta ketika harta mereka habis oleh nafsu mereka sendiri" (Al-Bidayah wa An-Nihayah, 9/210). 

Syamsuddin Abu Al-Muzhaffar, dalam Mir'ah Az-Zaman, dan Jamaluddin Ibnu Al-Jauzi, dalam Shifat Ash-Shafwah, menukilkan beberapa kesaksian para tokoh terhadap keturunan Umar bin Abdul Aziz. Di antara mereka adalah Hisyam, yang ketika Umar dalam masa kritis, dijenguk oleh Maslamah bin Abdul Malik, iparnya.

"Wahai Amirul Mukminin, Anda kunci mulut anak-anak Anda dari harta ini sehingga Anda tinggalkan mereka dalam keadaan fakir tak berharta. Coba Anda tuliskan wasiat kepada saya untuk mengurusi mereka atau kepada para wali mereka dari keluarga Anda," katanya.

"Demi Allah," katanya, "Aku tidak menahan hak mereka dan tidak pula memberi mereka yang bukan hak mereka. Saranmu agar aku menitipkan mereka, maka sungguh Allah adalah sebaik-baik penjaga titipanku. 'Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an). Dia melindungi orang-orang saleh' (QS Al-A'raf: 196).  Anak-anakku mungkin saja orang-orang yang bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala sehingga Dia akan memberikan jalan keluar bagi mereka. Mungkin juga mereka adalah orang-orang yang berkubang dalam maksiat, sehingga aku tidak sudi mendukung kemaksiatan mereka kepada Allah."

Ia lantas minta dipanggilkan mereka yang berjumlah belasan. Ia pandangi mereka, lalu mengalirlah air matanya. "Demi diriku, anak-anak yang akan kutinggal mati menjadi miskin tak berharta. Wahai anak-anakku, sungguh di hadapan ayah kalian ada dua pilihan: kujadikan kalian orang-orang kaya, tapi ayah kalian masuk neraka, atau kalian miskin, tapi ayah kalian masuk surga. Aku lebih memilih kalian hidup miskin, tapi ayah kalian masuk surga, daripada kalian kaya, tapi ayah kalian masuk neraka. Pergilah. Moga Allah menjaga kalian" (Shifat Ash-Shafwah, 1/371).

Ia juga memberikan kabar gembira kepada mereka, "Anak-Anakku, tidaklah kalian menjumpai seorang muslim atau ahlu dzimmah pun, melainkan akan memandang kalian memiliki keutamaan dibanding dirinya," tutur Hisyam.

 Az-Zuhri menuturkan, "Umar meninggalkan 17 dinar untuk anaknya dan masing-masing mendapatkan satu dinar, sedangkan Maslamah bin Abdul Malik meninggalkan satu juta dinar dan masing-masing mengambil jatahnya."

"Allah memberkahi harta yang ditinggalkan Umar," kata Raja' bin Haiwah, "dan menghilangkan keberkahan harta Maslamah. "Sungguh, aku pernah melihat anak Maslamah meminta kepada anak Umar," lanjutnya (Mir'ah Az-Zaman  fi Tawarikh Al-A'yan, 10/300).

Di lapangan perhimpunan akbar kelak, masing-masing penjaga akan ditanya. Di hadapan Sang Maha Mengetahui, para durjana masih sempat berbohong dan berkelit. Tapi, anggota tubuh mereka mendustakan mereka. Lalu, dengan muka di bawah, mereka diseret para malaikat dan diceburkan ke dalam neraka. Sedang para penjaga lain yang amanah, dan disaksikan para anggota tubuh lainnya, diarak ke kebun permai nan abadi.

Selamat menjaga kebun amanah! (Serial Petani 2 Negeri, Karya Hayik El Bahja, #23 dari 60).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun