Mohon tunggu...
Tasya Rahma Putri
Tasya Rahma Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Indonesia

Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Potret Orde Baru dalam Puisi Sajak Suara Karya Widji Thukul

21 Desember 2023   20:07 Diperbarui: 22 Desember 2023   19:24 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku"

Aku lirik menunjukkan betapa menggebu-gebunya ia dalam menyuarakan pertanyaan yang berasal dari lidah jiwanya. Lidah jiwa sendiri menunjukkan kedalaman makna.

Isu kedua berbicara mengenai pemberontakan terhadap ketidakadilan, aku lirik ingin menyampaikan pesan bahwa suara-suara atau aspirasi yang disampaikan bukan sebuah upaya untuk mengambil paksa apa yang dimiliki rezim penguasa, melainkan sebuah jalan damai untuk mewujudkan proses demokrasi. Hal tersebut terdapat pada bait ketiga dalam larik pertama dan kedua "sesungguhnya suara itu bukan perampok, yang ingin merayah hartamu" akan tetapi, upaya damai yang dilakukan masyarakat dibalas dengan tindak kekerasan karena adanya ketakutan dari rezim penguasa saat mendengar suara-suara itu menuntut keadilan. Hal ini akhirnya memunculkan sebuah pertanyaan lagi bagi sang aku lirik, diutarakan dalam larik terakhirnya "mengapa kau kokang senjata, dan gemetar ketika suara-suara itu menuntut keadilan?"

Isu ini dipuncaki pada bait terakhir, sang  aku lirik memberikan sebuah penekanan bahwa pada akhirnya mau tak mau pemerintah harus menjawab pertanyaan-pertanyaannya, disebutkan pada larik ketiga dan keempat "dan pada akhirnya tidak bisa tidak, engkau harus menjawabnya"  yang kemudian pada larik terakhir "apabila engkau tetap bertahan, aku akan memburumu seperti kutukan" aku lirik memberikan sebuah ancaman bahwa ia tidak segan-segan akan melakukan perlawanan kembali apabila pemerintah tetap diam dan tidak membuat perubahan.

Isu ketiga berbicara mengenai pentingnya suara, hal ini disebutkan pada bait kedua dalam larik pertama dan kedua "suara-suara itu tak bisa dipenjarakan, di sana bersemayam kemerdekaan" yang berartikan bahwa suara atau aspirasi yang ingin disampaikan tidak bisa dipenjarakan, aspirasi merupakan salah satu unsur dari demokrasi untuk mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya.

Sikap diktator yang dilakukan pemerintah juga disebutkan pada larik ketiga dan keempat "apabila engkau memaksa diam, kusiapkan untukmu: pemberontakan!" disebutkan bahwa aku lirik menegaskan akan memberikan sebuah pemberontakan jika pemerintah memaksa untuk diam yang berartikan pembungkaman suara yang terjadi pada masa rezim Orde Baru.

Isu tersebut dikemas menggunakan majas personifikasi, dikatakan menggunakan majas personifikasi karena aku lirik menjadikan objek tidak hidup diperlakukan seperti makhluk hidup/manusia. Pada larik pertama, kata 'suara' merupakan bentuk tidak hidup dan kata 'dipenjarakan' merupakan perlakuan yang biasanya dipergunakan untuk makhluk hidup/manusia.

Widji Thukul mengemas isu-isu politik ini dengan apik, pemilihan kata dalam menyuarakan masa Orde Baru menggunakan bahasa yang vernakular sehingga dapat mudah dipahami. Dapat kita simpulkan juga bahwa kondisi masa Orde Baru lewat puisi ini berisikan sebuah perlawanan yang dilakukan oleh Widji Thukul atas kebebasan berbicara, pemberontakan terhadap ketidakadilan, dan pentingnya suara kepada rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto yang terkenal diktator.

Sampai saat ini puisi Sajak Suara milik Widji Thukul menjadi puisi yang selalu disuarakan dalam aksi-aksi massa sebagai bentuk penyemangat, bahkan anak laki-laki Widji Thukul, Fajar Merah, ikut menyanyikan puisi sang ayah dengan kolaborasinya bersama Melanie Subono sehingga menjadikan puisi ini memiliki pengaruh yang cukup besar dalam masyarakat Indonesia. Namun, apakah puisi ini yang membuat Widji Thukul sampai sekarang belum ditemukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun