Endorse sana, endorse sini. Tiap buka Instagram pasti sering banget liat influencers endors kan?
Sebenarnya apa sih yang dilakukan oleh influencer saat melakukan endorsement? Bagaimana dampaknya pada followers mereka atau pengguna lain?
Sebelum itu, ayo pahami dulu apa itu endorsemen dan apa itu influencer yuk!
Endorsemen seccara mudah dapat di artikan sebagai usaha promosi brand atau toko online yang membayar uang promosi dan mengirim produk yang akan dipromosikan kepada seorang selebgram atau influencer (Ramadhan, Naswandi, & Herman, 2020). Oleh Sonwalker (2011) dikatakan juga bahwa endorsement adalah bentuk komunikasi dimana celebriti berperan sebagai juru bicara dari sebuah produk atau merek tertentu (Ramadhan, Naswandi, & Herman, 2020).
Influencer secara umum bisa diartikan sebagai seseorang yang punya kredibilitas di industri/bidang tertentu, punya audiens yang besar, dan mampu mempengaruhi keputusan pengikut karena hubungan mereka dengan audiens, dan pengetahuan/keahlian mereka pada bidang terkait. Influencer juga bisa diartikan sebagai akun media sosial yang popular (Nandagiri & Philip, 2018). Karena popularitas mereka, banyak merek/brand menggunakan influencer untuk melakukan endorse atau mereview produk mereka (Nandagiri & Philip, 2018).
Menurut Belagatti (2017) influencer ada hampir di setiap platform media sosial, dan punya spesialisasi bidang tersendiri, misalnya fashion, kecantikan, fitness, dan sebagainya (Nandagiri & Philip, 2018). Pada platform instagram, misalnya fashion influencer, kebanyakan melakukan endorse dengan memakai produk tersebut, kemudian menandai gambar tersebut dengan nama mereknya (Nandagiri & Philip, 2018).
Berdasarkan penelitian Aragoncillo & Orús (2018) konsumen atau masyarakat umum menggunakan konten yang dipublikasikan di sosial media sebagai sumber inspirasi untuk pakaian, sehingga teknologi seperti ini dapat memengaruhi perilaku belanja mereka (Nandagiri & Philip, 2018). Instagram sendiri menawarkan kesempatan kepada penggunanya untuk memposting konten yang estetis, kreatif, dan menawan (foto, video, cerita, kisah hidup, dll.), berfokus secara eksklusif pada visual, dan untuk memamerkan produk mereka dengan cara yang menarik (Nandagiri & Philip, 2018). Pada Instagram, konsumen bereaksi dan berperilaku berbeda dibandingkan sosial media lain, konsumen lebih banyak mengambil tindakan  (misalnya mengikuti akun merk tersebut, mengunjungi situs web mereka, dsb.), lebih sering melihat postingan merek tersebut dan memiliki tingkat engagement yang lebih tinggi (Nandagiri & Philip, 2018).
Menurut salah satu penelitian tentang celebrity endorser (Ramadhan, Naswandi, & Herman, 2020), disimpulkan bahwa mereka, para endorser punya pengaruh terhadap keputusan pembelian produk-produk yang di promosikan. Setelah membaca bahwa influencer sebagai pihak endorser punya pengaruh terhadap keputusan, seperti akan cocok kalau kita bahas lebih lanjut menggunakan teori psikologi sosial tentang komunikasi persuasive nih!
Apa itu komunikasi persuasif?
Komunikasi persuasif adalah komunikasi pesan yang dimaksudkan untuk mengubah sikap dan perilaku audiens yang terkait (Hogg & Vaughan, 2014). Kunci untuk memahami mengapa orang memperhatikan, memahami, mengingat, dan menerima pesan persuasif adalah dengan mempelajari karakteristik orang yang menyampaikan pesan, isi pesan, dan karakteristik penerima pesan. Pada fenomena ini, influencer adalah pihak/figur yang menyampaikan pesan.
Untuk melakukan komunikasi persuasive yang bisa menyebabkan perubahan sikap, kredibilitas sumber/komunikator penting diperhatikan agar komunikator jadi lebih efektif (Hogg & Vaughan, 2014). Juru bicara yang menarik, populer dan disukai lebih bersifat persuasif dan berperan penting dalam meningkatkan permintaan konsumen akan suatu produk. Kesamaan juga berperan dalam hal ini karena kita cenderung menyukai orang yang mirip dengan kita, dan lebih terbujuk oleh sumber yang serupa daripada sumber yang berbeda. Orang orang yang kita rasa akrab, dekat, dan terarik juga lebih bisa mempengaruhi kita dibanding orang lain (Hogg & Vaughan, 2014).
- Keahlian, jika komunikator adalah seorang ahli, mereka akan lebih persuasif daripada non ahli, argumen akan membawa bobot lebih saat disampaikan oleh orang yang mengetahui fakta-fakta di dalamnya (Hogg & Vaughan, 2014). Dalam fenomena ini, kita bisa melihat bagaimana influencer yang ahli dalam make up maka cenderung melakukan endorse pada produk-produk make up, kemudian influencer yang merupakan ibu muda cenderung melakukan endorse terhadap produk edukasi anak atau makanan anak usia dini, influencer yang ahli dalam bidang fashion cenderung melakukan endorse pada produk pakaian, walaupun begitu ada juga influencer yang diberikan produk yang tidak sesuai.
- Popularitas dan daya tarik, misalnya penampilan fisik yang baik, jika komunikator memiliki faktor atau karakteristik ini, komunikator akan jadi lebih efektif (Hogg & Vaughan, 2014). Sebagaimana influencer punya audiens yang besar, kebanyakan influencer juga punya daya tariknya sendiri sendiri, ada yang secara fisik terlihat cantik, atau ada pula yang kepribadiannya menarik.
- Keterampilan interpersonal dan verbal, komunikator yang berbicara lebih cepat cenderung lebih persuasif daripada yang berbicara dengan lambat (Hogg & Vaughan, 2014). Sebagai influencer, mereka perlu menjelaskan fitur produk yang akan dipromosikan, dan mereka perlu keterampilan agar bisa membuat pengikutnya percaya bahwa hal tersebut lebih dari sekadar fitur biasa. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Burke (2017) disimpulkan juga bahwa persepsi produk terkait dengan apa yang dikatakan influencer tentang produk tersebut (Nandagiri & Philip, 2018).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa fenomena endorse yang dilakukan oleh para influencer di Instagram banyak didukung oleh bagaimana para influencer punya kredibilitas yang mumpuni sebagai sumber/informasi untuk melakukan komunikasi persuasif dengan tujuan mengajak audiens agar berbelanja sesuai dengan barang yang ia promosikan. Influencer punya kredibilitas yang terdiri dari keahlian, popularitas, dan keterampulan interpersonal dan verbal untuk menjadi komunikator yang efektif dalam komunikasi persuasif.
REFERENSI
Casaló, L. V., Flavián, C., & Ibáñez-Sánchez, S. (2020). Influencers on Instagram: Antecedents and consequences of opinion leadership. Journal of Business Research, 117, 510–519.
Hogg, M. A., & Vaughan, G. M. (2014). Social Psychology (7th ed.). Harlow: Pearson.
Nandagiri, V., & Philip, L. (2018). IMPACT OF INFLUENCERS FROM INSTAGRAM AND YOUTUBE ON THEIR FOLLOWERS. International Journal of Multidisciplinary Research and Modern Education (IJMRME), 4(1), 61-65.
Ramadhan, A., Naswandi, C. N., & Herman, C. M. (2020). Fenomena Endorsment di Instagram Story pada Kalangan Selebgram. KAREBA: Jurnal Ilmu Komunikasi, 9(2), 316-329.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H