Mohon tunggu...
Tasudin Dayeuhluhur
Tasudin Dayeuhluhur Mohon Tunggu... Guru - Bersama Meraih Bahagia

Membangun Perubahan Menyongsong Adidaya Baru.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ramadhan, Saatnya Memuliakan Orang Tua

13 Juli 2014   16:04 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:28 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

''Bi ... abii!'' si kecil memanggilku dari dapur. Rupanya dia minta tolong mau buang air. Istriku sedang mencuci di kamar mandi, sementara aku sibuk menyiapkan presentasi untuk acara esok pagi.

Sekitar tiga tahun lalu kami menikah. Sebuah pernikahan yang islami kami lalui. Kami melewatinya tanpa pacaran layaknya remaja kini. Setelah dipertemukan di rumahnya bersama bapaknya  oleh guruku, semua berjalan hingga tiga tahun perkawinan kami lewati dengan penuh keakraban. Suasana hangat penuh cinta dilandasi syara' mengantar detik-detik kehidupan kami. Hingga Allah memberikan amanah kepada kami berupa buah hati yang kini lagi ''super aktif-super aktifnya'' dan seringkali membuat istriku kewalahan.

Keluarga kecil kami sangat bahagia, dikaruniai seorang anak laki-laki yang kini berusia genap dua tahun. Dia sangat aktif bicara, bermain, berlari, belajar baca qur'an, menyanyikan lagu belajar wudlu, dan lain-lain. Kehangatan semakin terasa dalam rumah kecil kami.

Aku beranjak mendekati si kecil yang terjongkok-jongkok sambil berkata lirih ketika melihatku menghampirinya,''Abi, ee bi, ee'' ucapnya memberitahuku. Aku bermaksud memindahkan anakku ke kamar mandi untuk segera membersihkannya, namun ternyata anakku tidak mau dan masih merasa betah jongkok di tempatnya semula. Sudah kebiasaannya kalau lagi BAB tidak bisa dipindah dimanapun dia berada, kalau dipaksa dibopong ke kamar mandi biasanya malah berhenti BAB nya. Aku tungguin sampai si kecil minta dicebokin, akhirnya ku bawa ke kamar mandi untuk bersih-bersih.

Air adalah kesenangannya. Terkadang sampai repot untuk membujuknya beranjak dari kamar mandi. Bila kran air di matikan maka dia akan berguling-guling di lantai, begitupun bila dipaksa digendong keluar dari kamar mandi, dia akan menjerit-jerit sambil berguling-guling di lantai rumah.

Mungkin di usianya yang kedua tahun ini memang merupakan fase aktifnya si kecil. Segala aktifitas yang dilakukan orang dewasa selalu ditirunya, hingga kami extra hati-hati dalam berbuat. Kadang ada ucapan yang tak sadar kami lisankan ternyata ditirunya hingga kami tertawa mendengarnya. Seringkali keinginannya terhadap sesuatu bila kami larang justru akan dia perbuat seolah-olah disengajakan olehnya, misalnya mengambil air dari dispenser. Dia ambil air panas sementara pegangan tangannya belum kokoh, hingga airnya tumpah ke tangannya. Menangislah ia. Bila aku sedang baca qur'an biasanya si kecil sibuk menunjuk-nunjuk tulisan hingga akhirnya merebut al-quran (hendak dibacanya) sambil kertasnya dibolak-balik hampir sobek. Bila kularang maka dia akan lebih sengaja menggangguku atau lagi-lagi berguling-guling di lantai sambil meraung-raung sedih.

Suatu saat ketika aku sibuk kerja tiba-tiba laptopku dia pijit dan mati hingga pekerjaanku hilang. Bahkan beberapa kali karena aku lalai sikecil ketahuan sedang menginjak-injak laptop bahkan mendudukinya. Kali lain printerku patah karena kepenasaran anakku terhadap benda tersebut.

Sungguh bila diceritakan satu-persatu tentang anakku akan sangat panjang. Semuanya penuh keceriaan, kesabaran, atau bahkan kelelahan dan kekesalan. Kasihan sekali melihat istriku yang seringkali kewalahan mengurus si kecil.

Pernah di suatu saat, air mata ini menetes karena perilaku si kecil. Perilakunya waktu itu sangat menjengkelkan. Tapi sebenarnya bukan itu yang membuatku menjatuhkan air mata, namun aku teringat dengan ayah dan ibuku yang membesarkanku sejak dalam kandungan hingga kini. Mereka tidak pernah merasa lelah mengasuh, mengayomi, dan memenuhi segala keinginanku. Aku sadar betapa dahsyat ''cinta tanpa pamrih'' mereka ketika akupun mengurus anakku. Mungkin sebelum punya anak aku belum memahami bagaimana beratnya orangtua membesarkan dan mendidik anaknya, menjaga perasaan anaknya, mencukupi semua harapan anaknya.

Sungguh aku kini sadar betapa mereka adalah orang paling mulia di sisiku, yang harus aku tinggikan dan aku hormat, yang aku tidak boleh menyakitinya dengan perkataan atau perbuatan, yang harus aku jaga perasaan dan nama baiknya, yang harus kubela kehormatannya.

Pantas Allah SWT mengingatkan kepada manusia agar berlaku baik kepada kedua orang tuanya ''... dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak ... maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik'' (TQS. Al-Isra[17] : 23). Mengucapkan 'ah' saja kepada kedua orang tua adalah sesuatu yang terlarang, apalagi mengucapkan perkataan lain yang lebih buruk, atau melakukan perbuatan buruk (lebih kasar) kepada keduanya, itu adalah keharaman. Jelas sekali Allah memerintahkan kita untuk memuliakan orang tua, menghormati dan menjaga perasaannya.

Waktu itu aku hendak berangkat kerja sementara anakku ingin sekali ikut bersamaku. Aku sempatkan menggendongnya agar dia terhibur. Ternyata tak lama dia BAB hingga aku membawanya ke air dulu untuk dibersihin. Beruntungnya kini di zaman maju sudah ada pampers yang selalu dipakai anakku hingga tak perlu repot 'eenya' berceceran kemana-mana. Berbeda waktu ku kecil (berdasarkan dongeng ibuku) ketika belum ada pampers di kampungku. Kala itu bapakku hendak pergi rapat di balai desa, sejenak setelah berdandan rapi beliau menyempatkan menggendongku dan bercengkrama denganku, ternyata aku BAB dan mengotori bajunya hingga blepotan. Akhirnya beliau mandi lagi dan berganti pakaian. Ah... ternyata itu baru satu contoh kecil betapa aku merepotkan orang tuaku.

Mungkin setiap suami pernah menyaksikan bagaimana perjuangan istrinya mengandung dan melahirkan anaknya. Sekitar sembilan bulan perut membesar dan seringkali aktifitas terganggu dengan besarnya perut atau sakit yang terasa. Melahirkan adalah proses yang sangat berat dengan segala resiko yang sudah siap ditanggung sang ibu. Rasa sakit yang diderita ibu tidak pernah minta berbalas dari anak, yang ada hanyalah keridhaan tiada tara untuk membesarkan dan mendidik hingga dewasa. Bahkan ketika anak sudah berumahtanggapun ibu senantiasa selalu menyayangi anak hingga cucunya.

Sungguh Allah SWT. telah memerintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). (Surat Al-Ahqaf [46]: 15). Rasulpun ketika ditanya siapa orang yang lebih dulu harus dihormati menjawab 'ibu' sebanyak tiga kali lalu bapak. Betapa besar kewajiban dari Allah dan Rasul-Nya kepada kita Untuk menghormati orang tua.

Benarlah sebuah definisi "berpikir" bahwa seseorang akan bisa berpikir dengan baik bilamana terpenuhinya empat faktor ; fakta, panca indera, otak, dan ma'lumat sebelumnya. Kini aku mampu berpikir dengan baik tentang hebat dan ikhlasnya orang tua membesarkanku setelah aku melihat, merasa, dan melakukan sendiri merawat dan membesarkan anakku. Kini aku mampu berpikir dengan baik tentang betapa beratnya mereka mencukupi kebutuhanku setelah aku merasakan sendiri bagaimana mencukupi keperluan anakku. Kini aku mampu berpikir dengan baik betapa beratnya orang tua mendidikku setelah aku merasakan sendiri beratnya mengarahkan dan mendidik anakku.

Ya Allah ridhailah kedua orang tuaku, berkahilah keduanya. Ya Allah, ampunilah dosaku, dan dosa kedua orang tuaku, dan kasihanilah keduanya sebagaimana mereka mengasihiku di waktu kecil.

Amiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun