Mohon tunggu...
Taslim Buldani
Taslim Buldani Mohon Tunggu... Administrasi - Pustakawan di Hiswara Bunjamin Tandjung

Riang Gembira Penuh Suka Cita

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Cara Beda Menikmati Pesona Budaya Jogja

13 Mei 2019   18:41 Diperbarui: 13 Mei 2019   19:26 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panorama Kompleks Candi Plaosan Lor dari Jl. Purwodadi (Foto: Google.com/maps)

Indonesia dikenal sebagai sebuah bangsa yang kaya akan budaya. Dikaruniai 17.504 pulau yang membentang dari Sabang sampai Marauke serta dihuni oleh masyarakat berbeda suku agama dan ras, menjadikan Indonesia memiliki keanekaragaman budaya yang memesona.

Pesona kebinekaan dan keagungan budaya Indonesia tersaji dan dapat dinikmati lewat warisan seni tradisi, adat istiadat, busana, bahasa, agama & kepercayaan, maupun situs-situs bersejarah. Kemasyhuran budaya adilihung bangsa Indonesia sudah tersiar ke segala penjuru dunia sejak dulu kala.

Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada tahun 1991 memasukan mahakarya bangsa Indonesia Candi Borobudur dan Candi Prambanan sebagai salah satu situs warisan budaya dunia. Menyusul kemudian Situs Purbakala Sangiran (1996), dan sistem pengairan air Subak di Bali (2012).

Sudah sepantasnya seluruh bangsa Indonesia mensyukuri dan merawat warisan budaya yang dimilikinya. Tak sebatas pada pagelaran festival budaya, pendidikan, museum atau pameran, ekspresi kecintaan, rasa syukur, dan mempromosikan budaya bangsa bisa juga diwujudkan dengan cara berbeda. Mandiri Jogja Marathon misalnya.

Mandiri Jogja Marathon adalah sebuah ajang maraton tahunan yang diselenggarakan oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Event yang diadakan di kawasan Candi Prambanan Daerah Istimewa Yogyakarta ini melombakan kategori full marathon, half marathon, 10KM dan 5KM.

Tahun ini merupakan tahun ke-3 digelarnya Mandiri Jogja Marathon. Lomba digelar pada tanggal 28 April 2019 dan diikuti sedikitnya 7.500 peserta dari dalam dan luar negeri. 

Nuansa tak biasa jelas terasa di ajang Mandiri Jogja Marathon. Event akbar ini menawarkan konsep kompetisi yang lebih dari sekedar lomba lari biasa. Pemilihan kota, lokasi Start-Finish, dan rute yang dilaluinya mensyiratkan sebuah nuansa laga yang berbeda.

Mengikuti Mandiri Jogja Marathon adalah laksana mengikuti dua momen yang berbeda. Tak sekedar memacu derap langkah, peserta lomba seolah diajak untuk lebih menyelami lagi keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta; merasakan kembali aura keagungan Candi Prambanan sebagai bukti tingginya peradaban masa silam, dan; menikmati keindahan alam serta jamuan keramahtamahan masyarakat sepanjang rute perlombaan.

Jogja yang Istimewa

Kraton Jogja adalah episentrum keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdiri sejak tahun 1755 pasca ditandatanganinya Perjanjian Giyanti antara VOC dan Kesultanan Mataram, sistem monarki Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat masih lestari hingga hari ini. Saat ini tampuk kekuasaan dipegang oleh Bendara Raden Mas Herjuno Darpito atau dikenal dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Keluarga Sri Sultan Hamengku Buwono X (Foto: Kratonjogja.id)
Keluarga Sri Sultan Hamengku Buwono X (Foto: Kratonjogja.id)
Di Kota Jogja, masayarakat masih bisa menikmati tradisi kraton yang sudah berusia ratusan tahun. Sebut saja misalnya Abdi Dalem dan Prajurit Kraton dengan atributnya yang khas; upacara Bethak dan Pisowanan Gerebeg Mulud Dal atau upacara pertemuan menghadap raja yang diselenggarakan tiap 8 tahun; Tingalan Jumenengan Dalem atau upacara peringatan penobatan Sultan; Sekaten dan Gerebeg Mulud yakni upacara memperingati kelahiran Nabi Muhamad SAW; Jamasan Pusaka atau Siraman Pusaka; Hajad Dalem Yasa Peksi Burak atau peringatan Isra' Mi'raj; dan Dhaup Ageng yakni upacara pernikahan anak perempuan sultan.
Dhaup Ageng GKR Hayu & KPH Notonegoro (Foto: kratonjogja.id)
Dhaup Ageng GKR Hayu & KPH Notonegoro (Foto: kratonjogja.id)
Berkesempatan menyaksikan prosesi perayaan, upacara, atau selamatan bisa menjadi momen yang tak terlupakan. Selain dapat menyaksikan prosesi adat, masyarakat juga bisa menikmati makanan khas, tata busana, pameran aneka benda pusaka, atau sendra tari dengan iringan musik gamelan Jogja yang khas.

Tak berkesempatan menyaksikan prosesi upacara? Tak usah bersedih. Kraton Jogja juga memiliki Tata Rakiting Wewangunan atau tata ruang dan arsitektur bangunan berusia ratusan tahun yang masih terjaga yang bisa dikunjungi dan dinikmati.

Tata Rakiting Wewangunan (Foto: minumkopi.com)
Tata Rakiting Wewangunan (Foto: minumkopi.com)
Tepas Keprajuritan dan Tepas Pariwisata adalah sarana yang tepat untuk menikmat benda-benda bersejarah koleksi kraton, keseharian abdi dalem, arsitektur gedung dan tata ruang kraton. Pengunjung niscaya terbuai dengan narasi bisu benda-benda bersejarah, bangunan, dan tata ruang yang ada di sana. Pesona Jogja masa silam akan menyergap dan mengukirkan kenangan akan keagungan budaya bangsa.

Apapun momen yang mengantarkan seseorang menginjakkan kaki di Jogja, sepertinya tak pantas pulang sebelum menikmati pesona budayanya. Begitu pula halnya dengan peserta lomba Mandiri Jogja Marathon. Rugi rasanya jika datang hanya untuk sekedar berlomba tanpa meluangkan waktu menyusuri sudut-sudut kota seraya menikmati eksotisme budaya yang ada.

Prambanan Nan Agung

Tak terbatas pada tradisi Kraton Jogja yang bercorakkan Islam, Daerah Istimewa Yogyakarta juga memiliki warisan budaya bercorakkan Hindu yakni Candi Prambanan. Candi Hindu terbesar di Nusantara ini dibangun sekitar pertengahan abad ke-9 oleh raja dari Wangsa Sanjaya, yaitu Raja Balitung Maha Sambu (candi.perpusnas.go.id).

Candi Prambanan (Foto: Wikipedia)
Candi Prambanan (Foto: Wikipedia)
Siapapun yang menyaksikan Candi Prambanan dari dekat akan terpesona dengan aura keagungannya. Wajar saja jika demikan. Candi ini dibangun sebagai persembahan untuk tiga dewa utama Hindu (Trimurti) yakni Brahma (Pencipta), Wishnu (Pemelihara), dan Siwa (Penghancur). 

Candi Prambanan dan Candi Borobudur adalah bukti tingginya peradaban Nusantara masa silam. Nenek moyang bangsa Indonesia sudah memiliki Kemampuan teknik rancang bangun yang mengagumkan yang diakui dunia.

UNESCO memasukkan Candi Prambanan dan Candi Borobudur sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO dengan kriteria I dan IV. Kretria I melambangkan mahakarya kreativitas dan kecerdasan manusia serta nilai yang berpengaruh secara signifikan terhadap budaya. Sedangkan kriteria IV merupakan wujud mengagumkan pada sebuah bangunan, arsitektur atau teknologi yang memiliki penggambaran tentang tahapan penting dalam sejarah peradaban manusia (Wikipedia).

Mandiri Jogja Marathon 2019 (Foto: 2.bp.blogspot.com)
Mandiri Jogja Marathon 2019 (Foto: 2.bp.blogspot.com)
Mengambil tempat Start-Finish di pelataran Candi Prambanan, Mandiri Jogja Marathon nampak tidak sedang menggelar lomba lari semata. Peserta seolah diajak untuk menikmati pesona budaya dan menjalarkan spirit keagungan peradaban nenek moyang dalam membangun Candi Prambanan. 

Rute Lomba yang Tak Biasa

Mandiri Jogja Marathon adalah lomba marathon yang tak biasa. Peserta tidak hanya difasilitasi untuk memacu langkah memperebutkan hadiah (people's race), tapi juga diajak untuk menikmati keindahan alam, situs-situs bersejarah, seni pertunjukan, keramah tamahan penduduk dan suasana pedesaan yang bersahaja (sport tourism).

Lihat saja rute yang dilalui oleh peserta full marathon (42 Km) dan half marathon (21 Km). Peserta lomba beradu lari dengan melintasi kawasan pedesaan dan situs-situs bersejarah yakni Candi Prambanan, Kompleks Candi Plaosan, Candi Sewu dan Candi Candi Bubrah.

Panorama Kompleks Candi Plaosan Lor dari Jl. Purwodadi (Foto: Google.com/maps)
Panorama Kompleks Candi Plaosan Lor dari Jl. Purwodadi (Foto: Google.com/maps)
Candi Plaosan secara administratif terletak di Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Mengutip Perpusnas, Kompleks Candi Plaosan terdiri dari dua kompleks yakni kompleks Candi Plaosan Lor (lor=utara) dan kompleks Candi Plaosan Kidul (kidul=Selatan). Memperhatikan adanya stupa, arca Budha, dan candi pendamping yang biasa disebut Perwara, Kompleks Candi Plaosan merupakan candi Budha. 

Keindahan kompleks candi peninggalan era Kerajaan Mataram Kuno (+9M) ini, dapat dinikmat pelari di Km 37-39 atau ketika menyusuri  Jl. Purwodadi hingga pertigaan Jl. Candi Plaosan. Dua kilometer menuju garis finish, situs Candi Bubrah dan Candi Sewu menanti para pelari. Kedua candi ini letaknya masih di sekitar kawasan Candi Prambanan.

Tidak banyak informasi yang diketahui tentang situs Candi Bubrah karena ketika ditemukan kondisinya sudah berantakan dan menyisakan 'batur' atau kaki candi. Meskipun demikian sebagai situs bersejarah Candi Bubrah masih dijaga kelestariannya dan bisa dinikmati.

Candi Sewu (Foto: google.com/maps)
Candi Sewu (Foto: google.com/maps)
Candi Sewu lokasinya masih berdekatan dengan Candi Prambanan. Candi Budha ini diperkirakan dibangun pada abad ke-8, atas perintah penguasa Kerajaan Mataram pada masa itu, yaitu Rakai Panangkaran (746-784 M) dan Rakai Pikatan yang beragama Hindu. Walaupun rajanya beragama Hindu, Kerajaan Mataram pada masa itu mendapat pengaruh kuat dari Wangsa Syailendra yang beragama Buddha. Para ahli menduga bahwa Candi Sewu merupakan pusat kegiatan keagamaan masyarakat beragama Buddha (Perpusnas.go.id). 

Rute dengan Pemandangan berlatar Gunung Merapi (Foto: Instagram)
Rute dengan Pemandangan berlatar Gunung Merapi (Foto: Instagram)
Selain menikmati situs bersejarah, pemandangan indah berlatar Gunung Merapi dan aktivitas masyarakat agraris pedesaan yang bersahaja menjadi santapan mata pelari seraya memacu langkah. Di titik-titik tertentu, komunitas kesenian masyarakat Jogja berpartisipasi menampilkan pertunjukan seni tradisi untuk menghibur dan menyemangati.

Pertunjukan seni tradisi oleh komunitas (Foto: Instagram)
Pertunjukan seni tradisi oleh komunitas (Foto: Instagram)
Ekpresi kegembiraan jelas terpancar diwajah para pelari ketika mendapati sebuah atraksi. Rasa lelahpun seakan sirna ketika menjumpai masyarakat berbusana tradisional dengan antusias menyemangati seraya beratraksi.

Suasana gembira lebih terasa lagi ketika para pelari berhasil menyentuh garis finish dan mendapatkan medali finisher. Meski tak juara, berhasil menyentuh garis finish adalah satu pencapaian yang patut dirayakan. 

***

Mengikuti lomba marathon sambil menikmati pemandangan, situs budaya, atraksi seni tradisi, keramahtamahan penduduk bisa jadi merupakan momen yang tak terlupakan. Oleh karenanya konsep Sport-Torism yang dikemas dalam ajang Mandiri Jogja Marathon bisa menjadi agenda tahunan yang ditunggu-tunggu penggemar olahraga lari baik amatir maupun profesional.

Animo masyarakat mengikuti Mandiri Jogja Marathon terbilang tinggi. Buktinya 85,31 persen peserta berasal dari luar Yogyakarta. Hal ini tentu merupakan kabar baik bagi perkembangan dunia pariwisata Jogja. Para peserta tentu membutuhkan akomodasi, konsumsi maupun transportasi.

Destinasi wisata baru pun diharapkan bisa lahir seiring dengan meningkatnya kunjungan pada destinasi wisata yang sudah ada. Pada gilirannya ajang Mandiri Joga Marathon diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

Mmhhh... apakah berminat turut serta di event berikutnya? Jika Ya, bararti kini saatnya berlatih dan mulai hitung mundur Mandiri Jogja Marathon 2020 dari sekarang! (tasbul)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun