Mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel merupakan janji kampanye Trump pada pilpres 2016 silam. Belum genap 1 tahun sejak Donald J. Trump disumpah sebagai Presiden Amerika Serikat yang ke-45, Trump menunaikan janji kampanyenya itu.Â
Lewat pidato resmi di Gedung Putih, Trump secara resmi mengumumkan pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel (7/12). Buntutnya, pemerintah AS juga berencana memindahkan kantor kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Pengakuan sepihak Trump tersebut menimbulkan protes di berbagai belahan dunia. Menyikapi isu tersebut, Organisasi Konferensi Islam (OKI) pun menggelar konferensi luar biasa di Istambul Turki (13/12). Presiden Joko Widodo yang turut hadir dalam konferensi tersebut secara tegas menyatakan penolakan Bangsa Indonesia atas pengakuan sepihak Trump.
Pemerintah berdiplomasi, rakyatnya berdemonstrasi. Begitulah yang terjadi di Indonesia.
Rakyat Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim tentu tidak tinggal diam atas pengakuan Trump. Majelis Ulama Indonesia(MUI) pun memprakarsai aksi demonstrasi di Monas dan Kedutaan Besar AS di Jakarta (17/12).
Jika konferensi luar biasa OKI di Turki mendeklarasikan pengakuan negara-negara OKI atas Yerusalem Timur sebagai Ibukota Palestina Merdeka, demonstrasi di Jakarta menyuarakan ajakan untuk memboikot produk-produk AS dan Israel.
Seperti biasa, ajakan boikot selalu menimbulkan polemik, khususnya di sosial media. Banyak yang mendukung, tapi tidak sedikit juga yang mencela.
Boikot, Apa Susahnya?
Memboikot produk AS dan Israel itu sebenarnya perkara mudah alias gak ada susahnya. Tapi selama ada niat dan komitmen untuk tetap istiqomah tentunya.Â
Melalui internet, saat ini orang bisa dengan mudah mencari dan menyisir produk-produk AS dan Israel yang beredar di pasar Indonesia. Produk makanan/minuman, fashion, kosmetika, film, dan banyak lagi jenisnya.Â
Sebagai contoh konkrit, film Star Wars yang lagi rame-ramenya di putar di bioskop-bioskop tanah air dan juga film produksi Hollywod lainya jangan ditonton. Gampang bukan? Atau bisa juga kita tidak menggunakan kosmetik, mengkonsumsi makanan/minuman, atau membeli fashion merek-merek tertentu yang nota bene produk AS dan Israel.Â
Boikot produk tentu ada efek postifinya. Bukankah dengan boikot produk-produk AS dan Israel berarti membuka peluang masyarakat mengkonsumisi produk-produk dalam negeri? Program pemerintah untuk mencintai ploduk-plodukIndonesia jadi mudah terlaksana bukan?
Boikot, Susahnya Apa?
Memboikot produk AS dan Israel ternyata ada susahnya. Terutama dalam pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi.Â
Tidak bisa dipungkiri jika saat ini hampir semua orang sangat bergantung dengan teknologi komunikasi dan informasi. Faktanya banyak produk-produk teknologi tersebut adalah bikinan AS dan Israel. Sebut saja misalnya listrik, Internet, Google, Microsoft, Apple, Facebook, WhatsApp atau lainnya. Adakah produk Indonesia yang bisa menggantikan produk-produk tersebut. Tidak Ada!
Beranikah kita memaksakan diri untuk memboikot produk-produk tersebut? Sepertinya tidak mungkin.
***
Menyikapi polemik pengakuan Trump atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel ternyata harus dengan proporsional. Seruan untuk boikot produk-produk AS dan Israel tidak ada salahnya. Tapi ajakan memboikot secara membabi-buta sama saja kita kembali ke zaman purba (tasbul).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H