Mohon tunggu...
Taslim Buldani
Taslim Buldani Mohon Tunggu... Administrasi - Pustakawan di Hiswara Bunjamin Tandjung

Riang Gembira Penuh Suka Cita

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Rentetan Sepak Terjang Teman Setya yang Tak Lagi Setia

14 Desember 2017   22:27 Diperbarui: 15 Desember 2017   10:16 9313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi (liputan6.com)

Habis sudah Setya Novanto. Kasus korupsi e-KTP yang menjeratnya kali ini membuat dia benar-benar tersungkur. Adalah KPK yang membuatnya tak berdaya. Meski Setya sempat menang pada leg pertama, KPK membalasnya pada leg kedua.

Ya, ibarat sepak bola, KPK yang diunggulkan menggempur Setya habis-habisan. Tapi lewat serangan balik yang cerdik dan sedikit licik Setnov justru bisa mencuri gol. Setya pun menang pada leg pertama.

Masih segar dalam ingatan kita bagaimana setnov melawan penetapannya sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017 lalu. Tidak ingin dipecundangi begitu saja, Setya coba bertahan dan menyusun serangan. 

Pada tanggal 4 September 2017, Setya yang diwakili tim pengacaranya akhirnya mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia meminta penetapannya sebagai tersangka oleh KPK dibatalkan.

KPK tak tinggal diam. Pada tanggal 11 September 2017, KPK memanggil Setya untuk diperiksa sebagai tersangka. Tapi Setya mangkir dengan alasan sakit. Dia pun mengirimkan surat keterangan sakitnya ke KPK lewat temannya di Partai Golkar Idrus Marham dan tim kuasa hukumnya. Surat dokter RS Siloam, Semanggi, Jakarta menyatakan kadar gula Setya naik seteah berolah raga.

Temannya di DPR juga setali tiga uang. Pada 12 September 2017 Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengirimkan surat titipan Setya ke KPK yang isinya meminta komisi anti rasuah itu menunda pemeriksaanya sampai dengan putusan preperadilannya keluar.

KPK bergeming. Pada tanggal 18 September 2017 KPK memanggil Setya untuk kedua kalinya. Kembali Setya mangkir dengan alasan yang sama. Kali ini Dia dirawat di RS Premier Jatinegara, Jakarta Timur. Konon segerombolan penyakit menyeramkan menyerangnya yang membuatnya tergolek tak berdaya.

Siasat Setya berbuah manis. Setelah melalui serangkaian sidang, pada tanggal 29 September 2017 Hakim Cepi yang menjadi hakim pada praperadilan Setya membatalkan status Setya sebagai tersangka. Setya dan teman-temannya tentu menyambut gembira. Dia pun kembali menjalankan rutinitasnya sebagai ketua DPR dan Ketua Umum Golkar.

Pada 31 Oktober 2017, setalah melakukan serangkaian pemeriksaan KPK menerbitkan sprindik atas nama tesangka Setya Novanto. Disusul kemudian dengan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka.

Karena dua kali mangkir dari pemeriksaanya sebagai tersangka, KPK menjemput paksa Setya di kediamannya. Tapi KPK tidak mendapati Setya di sana. Kemudian KPK menetapkan Setya sebagai daftar pencarian orang (DPO).

Sehari setelah ditetapkan DPO, pada tanggal 16 November 2017 Setya dilarikan ke RS Permata Hijau karena mobil yang ditungganginya mengalami kecelakaan tunggal.

Pada tanggal 17 November 2017 KPK menahan Setya dan membantarkannya di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Setya Novanto bukannya tanpa perlawanan. Kuasa hukumnya menyatakan bahwa cara penangkapan dan penahanan Setya melanggar hukum dan melanggar hak asasi manusia. Pengcaranya pun berniat menggugat kembali penetapan Setya sebagai tersangka.

Pada tanggal 7 Desember 2017 sidang praperadilan kedua Setya digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 

Bak petir di siang bolong, pada tanggal 8 Desember 2017 Otto Hasibuan dan Fredrich Yunandi yang bertindak sebagai pengacara Setya menyatakan mengundurkan diri. Padahal Fredrich Yunandi sebelumnya membela Setya mati-matian dan berhasil memenangkan gugatan praperadilan pertama.

Pada tanggal 11 Desember 2017 DPR membacakan surat pengunduran diri Setya Novanto sebagai ketua DPR. Dalam surat itu, Setya juga menunjuk Aziz Syamsuddin sebagai penggantinya. Penunjukan Aziz kemudian ditolak oleh teman-teman Setya di Partai Golkar. "Masa kita harus mengikuti maunya Setya Novanto terus" tanggapan salah seroang tokoh Golkar yang dikutip Koran Tempo menanggapi penunjukkan Aziz.

Pada tanggal 13 Desember 2017 Sidang putusan praperadilan Setya Novanto digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Di hari yang sama sidang perdana pokok perkara Setya juga digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Hakim tunggal praperadilan Setya Novanto, Kusno mengatakan gugatan Setya dinyatakan gugur saat hakim mulai memeriksa pokok perkara kasus e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Pada hari yang sama, setelah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mulai masuk ke pokok perkara kasus e-KTP, malam harinya pada jam 20.00 Partai Golkar mengadakan rapat pleno dengan agenda utamanya memilih ketua umum menggantikan Setya Novanto. Hasil rapat pleno yang selesai pada pukul 23.25 akhirnya secara aklamasi menetapkan Airlangga Hartarto sebagai ketua umum baru.

Hari ini, 14 Desember 2017, sesuai prediksi banyak orang hakim Kusno menggugurkan praperadialn Setya Novanto. 

Setya pun sekarang seolah seorang diri menghadapi kasusnya. Teman-teman setianya satu persatu beranjak pergi.

Benarlah kata Bang Haji Rhoma Irama:

Banyak teman di meja makan
Teman waktu kita jaya
Tetapi di pintu penjara
Di sana teman tiada


***

Sejatinya pertandingan KPK versus Setya belum selesai. Ibarat laga leg kedua, pertandingan sudah memasuki babak kedua dengan keunggulan ada di pihak KPK. Apakah Setya berhasil memaksakan babak perpanjangan waktu. Kita tunggu saja akhir ceritanya. (tasbul)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun