Mengeluh, bingung, mengecam dan menghujat menjadi bunga-bunga media sosial beberapa bulan terakhir ini akibat dari datangnya makhluk kecil kasat mata semi-ghoib bernama covid-19 alias virus corona.Â
Anak-anak pelajar dan mahasiswa terpaksa belajar dirumah dengan tugas berjibun dari guru dan dosen. Orang tua khususnya para Ibu harus berjibaku melawan kebiasaan yang juga harus mendampingi anak-anaknya belajar, mengerjakan tugas sekolah, mengajar ngaji tapi juga tetap harus belanja, memasak, bersih-bersih rumah, mencuci pakaian hingga merapikan jemuran, belum lagi ada Ibu-ibu yang masih harus bekerja baik kerja off line maupun online.
Saya sendiri tak mampu membayangkan betapa sibuknya istri saya mengurus dua anak kecil dan mengurus rumah sendirian. Sementara saya tak bisa pulang karena akses angkutan udara dan laut dari dan ke Papua ditutup total sudah hampir dua bulan ini. Sementara kerja tidak maksimal karena keterbatasan akses imbas dari pembatasan sosial.Â
Sungguh saya benar-benar punya seorang istri yang "SUPER WONDER WOMEN". Mengerjakan semua urusan rumah, menjadi guru untuk anak-anak dan juga masih bekerja menjahit dan jualan.
Pantaslah Kanjeng Nabi Muhammad SAW secara eksplisit memerintahkan umatnya untuk menempatkan seorang perempuan "ibu" tiga kali lebih mulia dari pada ayah. Bahkan saking mulianya seorang wanita, Allah Ta'ala menempatkan syurga dibawah telapak kakinya.
Dalam ilmu ma'rifat ada yang menyebutkan bahwa ibu adalah wakil Gusti di dunia ini. Jika kita ingin hidup mulia, maka muliakanlah Ibu-mu, istri-mu, dalam makna lebih luas muliakanlah perempuan.
Selain berimbas pada persoalan sekolah, covid-19 juga berimbas pada masalah ibadah. Lihatlah, masjid-masjid jadi sepi tanpa jama'ah sholat termasuk sholat jum'at. Biasanya saat Ramadhan masjid begitu ramai dan meriah dengan segudang kegiatan hingga bulan syawal tiba.Â
Numun tahun ini nampak Ramadhan tak semeriah tahun-tahun kemarin. Akan tetapi apakah dengan tanpa masjid lantas melunturkan esensi dari puasa ramadhan atau kemudian karena kita tidak sholat jum'at lebih dari tiga kali kemudian kita bisa disebut kafir? Atau saat sholat di rumah kemudian Allah SWT hanya memberi kita pahala 1 derajat saja?
Kemudian yang setiap Ramadhan biasa berangkat umrah ke Baitullah karena tahun ini tidak bisa ke Baitullah kemudian hilang kemulaiannya di hadapan Allah Subhanahu wata'ala?
Justru covid-19 ini adalah rencana dan atas kehendak Allah Ta'ala turun ke bumi manusia agar setiap manusia kembali kepada hakikat manusia yang sesungguhnya.Â
Agar manusia di muka bumi yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasulnya tidak memberhalakan benda buatan manusia sedangkan sang pencipta yang kekal abadi penguasa jagad raya sering kita kesampingkan.Â
Kita bisa menangis saat berada di depan Ka'bah, tapi kita tertawa dan kekenyangan saat tetangga kita kelaparan. Kita dengan gagah berdiri di atas mimbar-mimbar masjid bersuara lantang ada juga yang lembut dan teduh tutur katanya mengajak bertaqwa, beriman kepada Allah, menganyak amar ma'ruf dan nahi munkar, sementara kita semena-mena dengan orang yang berbuat kesalahan, tidak pernah tabayun dan cenderung menjustifikasi dan "nggebyah uyah".
MH Ainun Nadjib mengibaratkan "kita tidak membiarkan anak ayam ciat-ciat tercebur di comberan, tapi justru membiarkan anak manusia ciat-ciat tercebur dalam comberan kehidupan"
Esensi dari ibadah kadang tak sampai di dalam sanu bari kita. Kita masih cenderung bahagia dan bangga berada di dalam keriuhan dan tepuk tangan jama'ah dari pada berada dalam kesunyian "antara aku dan Engkau". Kita masih selalu berkutat pada sabut kelapa "sepet" dari pada menikmati air dan daging kelapanya.
Sesungguhnya covid-19 ini adalah nikmat yang Allah berikan kepada hambanya. Agar kita "berada dalam titik keintiman antara aku dan Engkau" tanpa karena. Ini bukan sekedar virus yang kemudian dijadikan ajang saling menghujat tapi agar saling bermunajat.Â
Allah rindu hamba-Nya menyendiri bersama-Nya tanpa makhluk lain. Allah rindu kita berada dalam kesunyian. Allah rindu saat Kanjeng Nabi berkholwat, agaknya Allah bosan dengan cinta palsu kita. Allah menginginkan ketulusan dan kesungguhan cinta kita kepada-Nya, bukan sekedar cinta yang ramai-ramai kebanyakan.
Allah menghentikan sejenak ibadah di masjid dan di ka'bah, yang keduanya adalah rumah Allah (Baitullah). Gusti Allah ingin kita menghadirkan masjid dan ka'bah di hati kita bukan di pakaian dan harta kita. Sehingga kita  benar-benar mampu menjadi manusia mukmin yang sejati dengan hadirnya masjid dan ka'bah di hati kita masing-masing (qolbu mu'min baitullah). Â
"Tuhan menempatkan diri antara manusia dengan qolbunya" ( QS. AL-ANFAL 8:24 )
Jayapura, 20 Ramadhan 1441 H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H