Mohon tunggu...
Taruli Basa
Taruli Basa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Berharga di Mata Tuhan

11 Juli 2018   08:26 Diperbarui: 11 Juli 2018   08:20 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahukah kita bahwa kita sudah ditetapkan untuk lahir ke dunia ini. Bagaimanapun cara kita dilahirkan, dalam keluarga dan latar belakang seperti apapun, kita memang sudah ditakdirkan untuk hidup di dunia ini.

Ada yang lahir dari pernikahan resmi, ada juga yang lahir dari pernikahan siri, bahkan ada juga yang dilahirkan karena hasil perzinahan. Kita tidak dapat memilih bagaimana cara kita dilahirkan, tetapi bagaimanapun cara kita dilahirkan Tuhan punya maksud atas hidup kita. Jangan pernah memandang rendah tentang diri kita, karena memang kita sudah ditakdirkan untuk hidup.

Kehidupan itu adalah sebuah anugerah yang sangat mahal yang tidak dapat dibayar oleh apapun, karena setiap manusia yang hidup dimuka bumi ini, dicipta untuk sebuah maksud. Walaupun terkadang ada beberpa orang yang tidak dapat menerima kondisi kehidupannya setelah dilahirkan. Contohnya, mereka yang dilahirkan dengan cacat bawa lahir. Apakah mereka menginginkan hal itu? Tentunya tidak. 

Tetapi Tuhanpun berbicara melalui banyak orang yang tidak sempurna secara fisik. Contohnya: Nick Vujicic. Nick Vujicic lahir tanpa dua lengan dan dua kaki. Menurut dokter Nick terkena penyakit Tetra-amelia yang sangat langkah. 

Saat menjalani hidup tanpa dua lengan dan dua kaki, Nick mungkin pernah stress, ditolak, diejek bahkan mungkin di underestimate oleh banyak orang. Tetapi Nick tidak pernah menyerah, dia berjuang dari keterpurukannya melalui orang-orang yang menyayanginya. 

Sekarang seorang Nick menjadi motivator terkenal di seluruh dunia. Nick mampu mengubah paradigma bahwa manusia yang dilahirkan tidak sempurna secara fisikpun dipakai oleh Tuhan untuk mengingatkan dan menegur kita bahwa kita sangat berharga  dilahirkan di dunia ini.

Kita dilahirkan untuk berkarya dan berdampak bagi orang lain, siapun kita. Tetapi ada kalanya saat banyaknya permasalahan hidup seperti sakit penyakit, merasa gagal dalam menjalani hidupnya, terluka, dan banyak lagi permasalahan hidup yang menjadikan hidup seolah tidak berarti. 

Ada banyak penyesalan, mengapa saya harus dilahirkan, mengapa saya harus terlahir seperti ini dan seperti itu. Mengapa saya dilahirkan dari keluarga broken home, mengapa saya dilahirkan ternyata saya disakiti? Kita terkadang banyak komplain. 

Komplain pada sang Pencipta atas masalah yang bertubi-tubi menimpa kita. Sedikit saja masalah menerpa kita langsung stress, tidak sanggup menghadapinya. Padahal di dalam diri kita sudah ada Roh Penolong untuk membantu kita keluar dari permasalahan kita. 

Bukankah kita sudah diberikan akal dan fikiran. Hanya manusialah yang memiliki akal dan fikirian yang dapat membedakan jahat dan baik, bertindak atau diam, berhikmat atau bodoh, bijaksana atau tulalit. Kita sudah diperlengkapi oleh Tuhan, tinggal bagaimana kita mengelola dan memanfaatkannya.

Sebanyak apapun permasalahan kita, fokuslah kepada solusinya. Jikalau mindset seperti ini kita biasakan, maka kita jauh dari fikiran yang negative seperti stress, hilang ingatan, sakit jiwa atau bahkan beralih ke bunuh diri. 

Kita menolak semuanya itu ada dalam hidup kita. Kita harus yakin kepada diri kita sendiri bahwa Roh yang ada di dalam jiwa kita jauh lebih kuat mengalahkan fikiran yang negative. Karena itu kedekatan kita kepada sang Pencipta sangat penting. Kita wajib beribadah dan berdoa menurut agama dan kepercayaan kita masing-masing agar dalam menghadapi berbagai cobaan dan tantangan hidup kita semakin dikuatkan.

Berbagai pencobaan yang mungkin kita tidak kuat menghadapinya, atau bahkan kita salah melangkah. Melakukan berbagai macam dosa. Yang mengakibatkan kita dikucilkan oleh masyarakat, dihina, difitnah, bahkan dilecehkan karena perbuatan dosa-dosa yang kita sengaja maupun tidak. Tetapi mari kita ingat, semua kita dibumi ini telah berdosa, tidak satupun kita dibumi ini sempurna. 

Dari mulai fikiran-fikiran negative kita, perbuatan dan perkataan kita sudah berdosa. Jadi siapakah diantara kita yang layak menjadi hakim atas dosa-dosa yang kita perbuat? Bagi orang yang telah melakukan kejahatan ada hukum duni yang mengatur dan jikalau terbukti bersalah maka tempat mereka untuk menyesali perbuatan dosa mereka adalah jeruji besi. Tetapi jikalau kita ada pertobatan, dosa-dosa kita akan diampuni oleh Tuhan, walaupun sulit bahkan dikucilkan atau dicibirkan oleh masyarakat.

Jeruji besi tempat bagi penajahat, tetapi bisa juga tempat bagi orang yang benar-benar tidak melakukan kejahatan tetapi karena fitnah sehingga seseorang tersebut harus masuk jeruji besi. Kiranya hal ini tidak menimpa kita.

Terkadang saya heran melihat kita sesama manusia yang terkadang merasa hidupnya suci, dan selalu menjadi hakim atas orang berdosa yang sudah bertobat. Orang yang bertobat tersebut sudah sungguh-sungguh menjalani hidup yang benar, tetapi kita yang merasa diri tidak sejahat dia, mengguncingkannya, menyudutkannya, menghinanya, bukannya membantu agar dia keluar dari dosanya dan bersikap empati, tetapi malah kita menginginkan dia untuk melakukan dosanya kembali. 

Dan yang mirisnya lagi kita sebagai manusia berdosa tidak mau menerima kehadiran mereka yang sudah bertobat, padahal semua manusia sudah berdosa. Terkadang kita lupa bahwa kita seorang yang berdosa, bahkan kadang kita sudah menanam dosa dan tidak mau menuai hasil dari perbuatan dosa kita. Betapa egoisnya kita sebagai manusia. 

Padahal ada dikatakan, apapun yang hendak diperbuat oleh orang lain kepadamu perbuat jugalah demikian kepada mereka. Jikalau kita masih mau memfitnah, mengguncingkan orang, menzoliminya, bukankah secara otomatis kita memang menginginkan hal itu terjadi kepada kita? Karena apa yang kita inginkan agar orang lain perbuat kepada kita, kita perbuat juga demikian kepada mereka. 

Jikalau kita ingin disayang, bukankah kita terlebih dahulu menyayangi diri kita sendiri dan orang lain? Bukankah ada yang disebut hukum tabur tuai. Saat kita menabur, kita pasti akan menuai. Tidak secara otomatis hari dan detik itu kita menuai, mungkin bulan depan, tahun depan, atau beberapa tahun kemudian.

Karena itulah kita sesama manusia seharusnya saling membantu, saling mendukung, berempati bukan malah saling bermusuhan, menyudutkan atau menghina. Karena setiap dosa dan pelanggaran kita sudah diampuni oleh Tuhan karena Dia berkata sekalipun dosa kita merah seperti kerimizi akan putih seperti bulu domba. 

Artinya segala dosa dan pelanggaran kita sudah diampuni oleh Tuhan sang Pencipta, dan kita sebagai manusia yang lemah secara daging harus tahu diri bahwa kita adalah ciptaan Tuhan, perpanjangan tangan Tuhan dibumi untuk berkarya. Sehingga segala dosa dan pelanggaran kita sudah diampuni olehNya karena kita berharga dimataNya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun