Nyelong berani mengambil konsekuensi sekalipun mungkin akan dikucilkan. Dalam perenungan hidupnya, keberanian itu bersumber dari didikan keluarga. Nilai yang sama, ia tanamkan kepada anak-anak, menantu, dan kemudian cucu-cucu. Sama seperti yang dikatakan Apang kepada dirinya kakak-beradik, "sebelah badan kalian itu adalah badan saya." Frasa itu mengandung nilai yang sangat dalam. Ada tugas yang harus dipertanggungjawabkan, bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk keluarga besar.
Apang meninggal dunia ketika Nyelong sudah mempunyai dua anaknya dan kala itu sudah tinggal di Bogor. Namun Nyelong bertekad akan menurunkan nilai-nilai yang selama ini ditanamkan pada dirinya kakak-beradik kepada anak-anaknya.
Kekuatan iman yang menjadi fondasi hidup Nyelong juga bersumber dari keluarga. Karena itu mengucap syukur menjadi bagian dari cara Nyelong menjalani hidup. Hidup di dunia, ibarat merantau... begitulah antara lain lirik lagu berbahasa Dayak yang lekat di ingatannya. Lagu yang sering dinyanyikan Ayahnya, dalam setiap kesempatan. Bekerja sambil bersenandung atau bahkan bernyanyi. Itulah kebiasaan Ayahnya yang tak mungkin bisa dilupakannya.
Pendidikan agama dan budi pekerti tidak hanya dilakukan dengan rajin ke gereja, atau mengikuti ibadah di setiap Sabtu malam, tetapi menjadi bagian dari kegiatan sehari-hari. Nenek dari garis Ibu sangat tekun beribadah. Minum teh sekalipun, selalu mendaraskan doa. Telinga anak-anak terbiasa mendengar lagu rohani Kristen. Dengan sendirinya, anak-anak ikut menyanyi, atau minta diajari.
Kehidupan saya untuk Tuhan... hidupku untuk Tuhan dan pada akhirnya aku pun punya tempat abadi yang sudah disiapkan Tuhan.
Hidup harus berserah, karena pada akhirnya, kita akan kembali pada Tuhan, di tempat yang sudah disiapkan. Lagu yang selalu dilantunkan Ayah itu, setelah Nyelong dewasa, dapat ia rasakan dalam versi lagu yang kini popular "Hidup Ini adalah Kesempatan".
Hidup ini adalah kesempatan
Hidup ini untuk melayani Tuhan
Jangan sia-siakan waktu yang Tuhan beri
Hidup ini hanya sementara
Oh Tuhan, pakailah hidupku
Selagi aku masih kuat
Jika saatnya nanti, aku tak berdaya lagi
Hidup ini sudah jadi berkat
Tidak ada penjelasan detail mengapa Ayah selalu menyenandungkan kidung rohani setiap kali bekerja, tetapi Nyelong tahu, itulah ekspresi rasa syukur sebab bisa membawa keluarganya ke kehidupan yang lebih baik. Ayah pernah bercerita, ia harus keluar dari rumah ketika usianya masih sangat muda, supaya bisa mengenyam pendidikan. Ia numpang di satu keluarga Belanda. Di keluarga itu, Ayah diajari untuk tekun dan bekerja sambil berkidung. Semua pekerjaan harus diselesaikan dengan riang gembira.
Filosofi rasa syukur, bekerja sambil bernyanyi, ternyata membuahkan hasil tambahan. Suara Ayah enak di telinga. Koleksi lagunya pun cukup banyak, ada yang berbahasa Dayak, ada pula bahasa Indonesia dan Bahasa Jepang. Kalau ada kesempatan, di acara-acara yang dihadiri, Ayah selalu diminta membawakan lagu.