Ki Ageng Suryomentaram mencoba membuka rahasia kejiwaan manusia yang dilihatnya sebagai sumber yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.Dari analisisnya, dihasilkan suatu citra manusia yang lebih menunjukkan seperti apa manusia daripada siapa manusia itu tanpa lepas dari dunia yang melingkupinya.
Manusia selalu bergaul dengan dunia di sekitarnya dan selalu terkait dengan dunianya, Ki Ageng juga menunjukkan dasar bagi perilaku manusia dalam dunianya sehingga antara dirinya dengan dunia yang melingkupinya bisa tercipta keselarasan.
Dikaitkan dengan transformasi audit pajak dan memimpin diri sendiri, agar tercipta keselerasan manusa dengan dunia yang melingkupinya, harus dilakukan dengan hidup sewajarnya,hidup tidak berlebihan dan tidak berkekurangan, dalam pemikiran Ki Ageng NEMSA (6-SA): sakepenake, sabutuhe, saperlune, sacukupe, samesthine, sabenere. Untuk sampai pada itu semua, maka Ki Ageng menawarkan rumusan kawruh jiwa, metode meruhi pribadinipun piyambak, metode untuk mengetahui kepribadian mendalam tentang diri sendiri, kita sebagai manusia mengetahui dan memahami diri sendiri secara jujur, maka kita akan mengerti dan memahami orang lain, dan akan paham lingkungannya secara lebih luas, sehigga pemahaman atas diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang lebih luas maka kita bisa menakar, mengetahui posisi diri sehingga ini akan membuat cara bersikap dan bertindak dengan pikiran yang benar.
Dalam diri manusia dalam beberapa situasi akan mengakibatkan manusia mengeluarkan sifat buruk dalam berprilaku, Meri (iri hati), Pambegan (sombong), Getun (kecewa pada keadaan terjadi), Sumelang (jgn kwatir, was-was pada keadaan blm terjadi) tentu saja hal buruk dalam pikiran bisa saja membuat seseorang akan melakukan hal buruk, baik yang dilakukan oleh pihak yang memeriksa (auditor) maupun yang diperiksa (auditee) akan mengakibatkan hasil pemeriksaan dan proses pemeriksaan tidak adil, yang berakibatkan adanya Raos tatu (rasa luka). Ciloko Peduwung (celaka berkelanjutan).
Mulur dan mungkret
KI Ageng Suryomentaram juga memandang bahwa “keinginan” itu sifatnya mulur dan mungkret atau memanjang dan memendek ketika keinginan seseorang tercapai, pasti itu akan mulur atau pasti akan menginginkan kembali dengan porsi yang lebih. Sebagai ilustrasinya, seorang ingin memiliki rumah mewah satu setelah dia mendapatkan rumah pertama dia akan mencari rumah baru yang menurutnya lebih sempurna/ mewah dari yang dimilikinya sekarang, dia tidak berhenti di situ, tetapi malah ingin mencari lainnya rumah – rumah yang lebih mewah selanjutnya.
Namun, saat keinginan seseorang tidak tercapai, berbalik arah dengan yang di atas, keinginan tersebut akan mengkeret, surut, dan memendek. Masih dalam contoh yang sama, ketika keinginan untuk memiliki rumah rumah mewah tersebut tidak tercapai maka bisa diramalkan dia akan menurunkan standar rumah mewah yang diinginkan tersebut saat itu tidak tercapai. mungkin selepas benar-benar tidak tercapai, dia akan lebih realisitis sehingga mungkin akan membeli rumah yang sesuai dengan budget yang dimiliki dengan keuangan yang dia miliki sekarang.
Sederhananya, melalui dua sifat keinginan mulur-mungkret ini, Suryomentaram ingin menyampaikan bahwa baik itu kesenangan ataupun kesedihan modenya adalah sementara. Dengan pemahaman atas mulur mungket tersebut seharusnya tidak ada ruang kita untuk sombong dan iri semakin sempit atau bahkan sudah sama sekali tidak ada ruang, sebab pada dasarnya semuanya memang hanya rentetan dari kesementaraan-kesementaraan yang seakan abadi. Walhasil, selepas kita bisa memahami semua ini yang tidak lain juga terjadi dalam diri kita sendiri, maka implikasinya pada sikap yang selalu tenang, tentram, dan nyaman. apapun keadaan, cobalah untuk tetap tenang.
Dalam ajaran Ki Ageng bahwa dalam berfikir dan berbuat sewajarnya, dalam ajaran Ki Ageng bagaimana kita penting untuk selalu berusaha memahami diri sendiri, menguasainya, dan kemudian mengontrolnya. Disini mengklasifikasikan cara dalam mawas diri yaitu proses nyowong karep, memandu karep, dan membebaskan diri dari karep. Di tahapan mawas diri seseorang masih perlu untuk berlatih memahami siapa dirinya, apa tujuannya di sini, mengapa di sini, dan sebagainya. selepas lolos di tahap tersebut, baru dia bisa masuk tahapan memandu atau mengarahkan karep dia sudah mulai bisa intens berjuang melawan karap dan tidak jarang memenangkannya, terakhir, setelah seseorang terbiasa menang melawan karep, maka yang ada dalam dirinya hanyalah karep yang usai ditaklukkan dan bahkan bisa dimanfaatkan.