Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
pemeriksaan pajak harus dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan, dalam pelaksaannya pemeriksa pajak menggunkan metode pemeriksaan yang sudah ditentukan dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Secara umum pemeriksaan perpajakan memiliki menggunakan metode langsung merupakan teknik pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan untuk menguji kebenaran pos-pos diperiksa yang dilakukan secara langsung terhadap buku, catatan, dan dokumen terkait dengan pos-pos yang diperiksa, dan
menggunkan metode tidak Langsung merupakan teknik pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan untuk menguji kebenaran pos-pos diperiksa yang dilakukan secara tidak langsung melalui suatu pendekatan penghitungan tertentu.
Dalam prakteknya terdapat banyak hasil temuan dari pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor pajak (Fiskus) dilakukan upaya hukum keberatan dan banding juga diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Diantara yang menjadi materi dispute adalah perbedaan penafsiran atas regulasi perpajakan yang mengakibatkan terjadinya jarak implementasi dan tujuan dibuatnya regulasi, hal lain juga terdapatnya banyaknya regulasi yang harus dipelajari oleh Wajib pajak terkait jenis pajak tertentu.
Dalam PMK : 18/PMK.03/2021 tujuan, dibuatnya standar pemeriksaan adalah sebagai ukuran mutu pemeriksaan dan merupakan capaian minimum yang harus dicapai dalam melaksanakan pemeriksaan. terdapat tiga standar pemeriksaan yaitu standar umum pemeriksaan, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan hasil pemeriksaan.
Standar Umum Pemeriksaan
Standar umum pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan pemeriksa pajak seperti telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak. Pemeriksa pajak juga harus menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama, jujur, bersih dari tindakan-tindakan tercela, mengutamakan kepentingan negara, dan taat terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Disebutkan bahwa pemeriksa pajak dapat berasal dari tenaga ahli dari luar DJP yang ditunjuk oleh DJP apabila diperlukan.
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan
Pajak Dalam menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, pemeriksaan pajak harus dilaksanakan sesuai dengan standar pelaksanaan pemeriksaan, yaitu: dengan melakukan persiapan sesuai dengan tujuan pemeriksaan meliputi kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak, menyusun rencana pemeriksaan (audit plan), dan menyusun program pemeriksaan (audit program), serta mendapat pengawasan yang seksama.
Pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pengujian berdasarkan metode pemeriksaan dan teknik pemeriksaan sesuai dengan program pemeriksaan (audit program) yang telah disusun. Temuan hasil pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang memadai dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim pemeriksa pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau lebih anggota tim, dan dalam keadaan tertentu ketua tim dapat merangkap sebagai anggota tim. Tim pemeriksa pajak dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu, baik yang berasal dari DJP maupun yang berasal dari instansi di luar DJP yang telah ditunjuk sebagai tenaga ahli, seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara. apabila diperlukan, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain.
Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor pajak, tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja. Pelaksanaan pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk KKP. KKP berfungsi sebagai bukti bahwa pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai standar pelaksanaan pemeriksaan, sebagai bahan dalam melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak mengenai temuan hasil pemeriksaan, sebagai dasar pembuatan LHP, sebagai sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan atau banding yang diajukan oleh Wajib Pajak, dan sebagai referensi untuk pemeriksaan berikutnya.
Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan
Dalam standar ini, pemeriksa diwajibkan untuk membuat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dengan ketentuan sebagai berikut: LHP disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait.
LHP untuk tujuan lain sekurang-kurangnya memuat : identitas Wajib Pajak; penugasan Pemeriksaan; dasar (tujuan) Pemeriksaan; buku dan dokumen yang dipinjam; materi yang diperiksa; uraian hasil Pemeriksaan; dan simpulan dan usul Pemeriksa. LHP disusun dan ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. LHP ditandatangani oleh Kepala UP2.
bahwa standar yang dibuat oleh DJP ini merupakan bentuk penyeragaman agar proses pemeriksaan yang dilakukan memberikan hasil pemeriksaan yang profesional dan kredibel.
Penjelasan terkait KI Ageng Suryomentaram
Kawaruh Jiwa (Meruhi awakipun piyambak) atau cara memahami diri sendiri, secara tepat, benar, benar, jujur, maka manusia itu akan mampu memahami mengenali orang lain; tidak tergantung pada tempat, waktu, atau keadaan; (mboten gumantung papan, wekdal, lan kawontenan) merupakan cara penilian jiwa yang sebenarnya.
Pemahaman Ki Ageng Suryomentaram tentang manusia seluruhnya bertitik tolak dari pengamatannya terhadap dirinya sendiri. Ia menggunakan metode empiris yang didasarkan pada percobaan-percobaan yang dilakukannya pada dirinya sendiri., dengan cara merasakan, menggagas dan menginginkan sesuatu, menandai adanya gerak kehidupan di dalam batin manusia.
Ki Ageng Suryomentaram mencoba membuka rahasia kejiwaan manusia yang dilihatnya sebagai sumber yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.Dari analisisnya, dihasilkan suatu citra manusia yang lebih menunjukkan seperti apa manusia daripada siapa manusia itu tanpa lepas dari dunia yang melingkupinya.
Manusia selalu bergaul dengan dunia di sekitarnya dan selalu terkait dengan dunianya, Ki Ageng juga menunjukkan dasar bagi perilaku manusia dalam dunianya sehingga antara dirinya dengan dunia yang melingkupinya bisa tercipta keselarasan.
Dikaitkan dengan transformasi audit pajak dan memimpin diri sendiri, agar tercipta keselerasan manusa dengan dunia yang melingkupinya, harus dilakukan dengan hidup sewajarnya,hidup tidak berlebihan dan tidak berkekurangan, dalam pemikiran Ki Ageng NEMSA (6-SA): sakepenake, sabutuhe, saperlune, sacukupe, samesthine, sabenere. Untuk sampai pada itu semua, maka Ki Ageng menawarkan rumusan kawruh jiwa, metode meruhi pribadinipun piyambak, metode untuk mengetahui kepribadian mendalam tentang diri sendiri, kita sebagai manusia mengetahui dan memahami diri sendiri secara jujur, maka kita akan mengerti dan memahami orang lain, dan akan paham lingkungannya secara lebih luas, sehigga pemahaman atas diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang lebih luas maka kita bisa menakar, mengetahui posisi diri sehingga ini akan membuat cara bersikap dan bertindak dengan pikiran yang benar.
Dalam diri manusia dalam beberapa situasi akan mengakibatkan manusia mengeluarkan sifat buruk dalam berprilaku, Meri (iri hati), Pambegan (sombong), Getun (kecewa pada keadaan terjadi), Sumelang (jgn kwatir, was-was pada keadaan blm terjadi) tentu saja hal buruk dalam pikiran bisa saja membuat seseorang akan melakukan hal buruk, baik yang dilakukan oleh pihak yang memeriksa (auditor) maupun yang diperiksa (auditee) akan mengakibatkan hasil pemeriksaan dan proses pemeriksaan tidak adil, yang berakibatkan adanya Raos tatu (rasa luka). Ciloko Peduwung (celaka berkelanjutan).
Mulur dan mungkret
KI Ageng Suryomentaram juga memandang bahwa “keinginan” itu sifatnya mulur dan mungkret atau memanjang dan memendek ketika keinginan seseorang tercapai, pasti itu akan mulur atau pasti akan menginginkan kembali dengan porsi yang lebih. Sebagai ilustrasinya, seorang ingin memiliki rumah mewah satu setelah dia mendapatkan rumah pertama dia akan mencari rumah baru yang menurutnya lebih sempurna/ mewah dari yang dimilikinya sekarang, dia tidak berhenti di situ, tetapi malah ingin mencari lainnya rumah – rumah yang lebih mewah selanjutnya.
Namun, saat keinginan seseorang tidak tercapai, berbalik arah dengan yang di atas, keinginan tersebut akan mengkeret, surut, dan memendek. Masih dalam contoh yang sama, ketika keinginan untuk memiliki rumah rumah mewah tersebut tidak tercapai maka bisa diramalkan dia akan menurunkan standar rumah mewah yang diinginkan tersebut saat itu tidak tercapai. mungkin selepas benar-benar tidak tercapai, dia akan lebih realisitis sehingga mungkin akan membeli rumah yang sesuai dengan budget yang dimiliki dengan keuangan yang dia miliki sekarang.
Sederhananya, melalui dua sifat keinginan mulur-mungkret ini, Suryomentaram ingin menyampaikan bahwa baik itu kesenangan ataupun kesedihan modenya adalah sementara. Dengan pemahaman atas mulur mungket tersebut seharusnya tidak ada ruang kita untuk sombong dan iri semakin sempit atau bahkan sudah sama sekali tidak ada ruang, sebab pada dasarnya semuanya memang hanya rentetan dari kesementaraan-kesementaraan yang seakan abadi. Walhasil, selepas kita bisa memahami semua ini yang tidak lain juga terjadi dalam diri kita sendiri, maka implikasinya pada sikap yang selalu tenang, tentram, dan nyaman. apapun keadaan, cobalah untuk tetap tenang.
Dalam ajaran Ki Ageng bahwa dalam berfikir dan berbuat sewajarnya, dalam ajaran Ki Ageng bagaimana kita penting untuk selalu berusaha memahami diri sendiri, menguasainya, dan kemudian mengontrolnya. Disini mengklasifikasikan cara dalam mawas diri yaitu proses nyowong karep, memandu karep, dan membebaskan diri dari karep. Di tahapan mawas diri seseorang masih perlu untuk berlatih memahami siapa dirinya, apa tujuannya di sini, mengapa di sini, dan sebagainya. selepas lolos di tahap tersebut, baru dia bisa masuk tahapan memandu atau mengarahkan karep dia sudah mulai bisa intens berjuang melawan karap dan tidak jarang memenangkannya, terakhir, setelah seseorang terbiasa menang melawan karep, maka yang ada dalam dirinya hanyalah karep yang usai ditaklukkan dan bahkan bisa dimanfaatkan.
Dengan memahami ajaran Ki Ageng ini atas mawas diri atas keinginan kita dan tujuan hidup, menjadikan manusia memiliki gaya hidup yang sewajarnya dan menjalankan hidup yang sewajarnya ini akan membimbing manusai untuk bisa berfikir dan berbuat agar hidup bahagia.
Terkait dengan menerapkan transformasi pemeriksaan pajak dengan ajaran Ki Ageng:
1) Penerapan Kawruh Jiwa (Self-Leadership), Auditor perlu memahami dirinya terlebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan. Ini melibatkan introspeksi dan pengendalian diri agar dapat bersikap profesional, adil, dan empatik dalam proses audit.
2) Pemeriksaan dengan prinsip Mulur Mungkret, auditor harus fleksibel dalam pendekatan, memahami bahwa setiap wajib pajak memiliki kondisi yang unik. Proses pemeriksaan harus dilakukan sesuai takaran, tidak berlebihan atau kekurangan dalam mengevaluasi potensi pelanggaran.
3) Penggunaan data dan teknologi, memanfaatkan teknologi untuk mengurangi bias manusia dalam pemeriksaan pajak. Penggunaan data yang valid akan memastikan transparansi dan akurasi dalam proses audit.
4) Auditor harus mengedepankan komunikasi yang baik dengan wajib pajak, menjelaskan temuan secara jelas, dan memberikan ruang untuk klarifikasi.
5) Evaluasi berbasis kinerja, hasil pemeriksaan tidak hanya dinilai dari jumlah temuan, tetapi juga dari bagaimana pemeriksaan membantu wajib pajak memahami dan memperbaiki kekurangan mereka.
6) Pengembangan kemmpuan auditor, memberikan pelatihan bagi auditor agar dapat menginternalisasi ajaran seperti 6-SA dan mulur mungkret, sehingga mereka dapat mengadopsi pendekatan yang lebih manusiawi dan edukatif dalam pekerjaan mereka.
Transformasi pemeriksaan pajak dengan mengacu pada ajaran Ki Ageng Suryomentaram menciptakan paradigma baru yang lebih inklusif dan harmonis. Proses ini tidak hanya berfokus pada pengungkapan pelanggaran, tetapi juga pada pembangunan kesadaran pajak wajib pajak, dengan pendekatan ini, sistem perpajakan tidak hanya menjadi alat penegakan hukum, tetapi juga sarana edukasi dan kerja sama untuk mencapai keseimbangan dan keberlanjutan di masyarakat.
Referensi
Materi Kuis 15 Pemeriksaan Pajak Kuis Prof Apollo
https://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Ageng_Suryomentaram
SE - 65/PJ/2013 Pedoman Penggunaan Metode Dan Teknik Pemeriksaan
PMK : 18/PMK.03/2021Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H