SUTARNO. Pernahkah kita memikirkan, bagaimana jika makanan / sajian yang kita santap tidak diberi garam ? Jawabannya pasti hanya satu, yaitu hambar. Tetapi pernahkah kita berfikir bagaimana proses pembuatan secercah garam yang kita jadikan penyedap makanan tersebut ?Jika kita membahas masalah garam, pikiran kita pasti akan menuju ke Pulau Madura sebagai Pulau Garam, atau mungkin kita akan berfikir bahwa garam didapatkan dari air laut. Semuanya benar, tetapi tidak tepat. Karena di Indonesia proses pembuatan garam tidak selamanya dibuat dari air laut.Di Jawa Tengah khususnya di Kabupaten Grobogan yang notabene jauh dari laut terdapat sentra produksi garam yang mampu menyuplai kebutuhan garam masyarakat. Air garam tersebut diperoleh dari lelehan lahar yang keluar setiap saat dari Bledug Kuwu (Suatu area seperti gunung berapi yang meletus setiap saat dan mengeluarkan lahar). Dari lelehan lahar yang keluar dari kawah Bledug Kuwu inilah petani garam setiap hari memperoleh air garam untuk dijemur. Seperti halnya gunung berapi, lahar yang keluar dari kawah Bledug Kuwu ini berupa lumpur panas. Dari lumpur inilah petani mengalirkan air dari sekitar kawah. Proses mengalirkan air lumpur inipun membutuhkan suatu perjuangan yang tidak ringan. Karena berhulu dari kawah, jika salah sedikit saja bisa jadi yang bersangkutan akan tenggelam ke dalam kawah panas tersebut. [caption id="attachment_198315" align="aligncenter" width="544" caption="Kawah Bledug Kuwu yang Selalu Menyemburkan Lahar Panas | dok. Pribadi"] [/caption] Dari pusat semburan inilah lahar panas tersebut meleleh hingga melebar. Karena lahar panas tersebut berupa lumpur, maka masyarakat sekitar mengalirkan air lumpur tersebut untuk bahan pembuatan garam. [caption id="attachment_198322" align="aligncenter" width="544" caption="Lahar Dingin (Airnya dialirkan untuk dibuat menjadi garam oleh petani) | dok. Pribadi"]
[/caption] Jika kita lihat dari posisi yang lebih dekat, lelehan lahar panas tersebut seperti pada gambar di atas. Setelah lahar mengendap, maka air garam akan dialirkan oleh petani garam. [caption id="attachment_198330" align="aligncenter" width="544" caption="Jembatan di atas Parit Kecil untuk Mengalirkan Air Garam yang Berasal dari Lahar Dingin | dok. Pribadi"]
[/caption] Untuk proses mengalirkan air dari pusat semburan, maka petani garam membuat parit-parit untuk aliran air garam tersebut. Dari gambar di atas, tanah sekitar parit kelihatan memutih, hal itu terjadi karena air garam yang telah mengkristal. [caption id="attachment_198325" align="aligncenter" width="544" caption="Parit Kecil Tempat Aliran Air Garam Menuju Tempat Jemuran Garam Petani | dok. Pribadi"]
[/caption] Proses pembuatan  parit-paritpun membutuhkan keahlian khusus. Tidak hanya sebatas membuat parit, tetapi harus mengikuti kontur tanah yang telah dilalui air sebelumnya pada saat musim hujan. Jika petani tersebut membuat parit baru, maka air garam tersebut akan meresap ke dalam tanah, sehingga akan habis disepanjang parit tersebut. Oleh sebab itulah petani harus mengikuti bekas aliran air hujan. Hal ini dianggap bekas aliran air hujan tersebut telah padat. Oleh sebab itulah parit-parit yang ada selalu berkelak-kelok. [caption id="attachment_198331" align="aligncenter" width="544" caption="Bak Penampungan Air Garam yang Dialirkan Petani dari Pusat Semburan Lahar | dok. Pribadi"]
[/caption] Setelah dialirkan melalui parit-parit, maka selanjutnya ditampung dalam bak penampungan sementara. Bak penampungan ini selalu ditempatkan pada area terbuka, agar tingkat kepekatan air semakin tinggi sehingga mempercepat proses pengeringannya. [caption id="attachment_198419" align="aligncenter" width="544" caption="Bekas Kolam Penampungan Air Garam | dok. Pribadi"]
[/caption] Setiap petani tidak hanya memiliki 1 bak penampungan saja. Karena posisi bak penampungan harus menyesuaikan posisi  muara dari parit-parit yang ada. [caption id="attachment_198420" align="aligncenter" width="544" caption="Sumur Penampungan Utama Air Garam | dok. Pribadi"]
[/caption] Jika air garam telah di tampung dalam bak sementara sekitar 1 - 2 hari, maka langkah selanjutnya air garam tersebut dikumpulkan dalam  sumur penampungan. Posisi sumur penampungan biasanya berada di antara bilah-bilah jemuran air garam untuk mempermudah pengambilan dan pengisian bilah bambu. [caption id="attachment_198422" align="aligncenter" width="544" caption="Pengisian Bilah-bilah Bambu dengan Air Garam | dok. Pribadi"]
[/caption] Pengisian bilah-bilah bambu jemuran air garam ini dilakukukan dengan cara
digepyok yaitu menggunakan jerami yang diikat. Mereka cukup mencelupkan ikatan jerami ke dalam air garam kemudian
digepyokkan (Maaf kesulitan mencari bahasa yang  pas). Hal ini dilakukan minimal 2 kali untuk sekali proses pengeringan. Bila pada musim panas, pengisian bilah dilakukan pada hari pertama dan hari kedua. Mengapa demikian ? Karena dari hasil pengisian hari pertama tersebut sebagian akan mengkristal dan sebagian akan menguap, oleh sebab itulah agar bilah tersebut tetap penuh harus diisi kembali tanpa merusak bagian-bagian kristal air garam yang telah jadi. [caption id="attachment_198421" align="aligncenter" width="544" caption="Bilah Bambu yang Telah Terisi Air Garam | dok. Pribadi"]
[/caption] Ini adalah salah satu contoh bilah-bilah bambu yang telah diisi dengan air garam. Bilah-bilah bambu ini baru selesai dikerjakan sehingga belum kelihatan kristal-kristal garamnya. [caption id="attachment_198423" align="aligncenter" width="544" caption="Kolam di Bawah Bilah Bambu untuk Menampung Sisa Air yang Tercecer | dok. Pribadi"]
[/caption] Sampai sebegitu berharganya air garam tersebut, maka di bagian bawah di beri bak penampungan juga. Selain untuk menampung air garam dari bak sementara, juga untuk [caption id="attachment_198424" align="aligncenter" width="544" caption="Proses Pengeringan Air Garam | dok. Pribadi"]
[/caption] Proses pengeringan air garam memerlukan waktu kurang lebih sekitar 3-4 hari jika musim kemarau. Tetapi jika musim penghujan akan memakan waktu lebih lama, bisa mencapai sekitar 1 minggu. [caption id="attachment_198427" align="aligncenter" width="544" caption="Air Garam yang Sudah Mengkristal dan yang Masih Berupa Air Garam | dok. Pribadi"]
[/caption] Inilah perbedaan air garam yang belum mengkristal dan air garam yang telah mulai membentuk butiran-butiran garam setengah jadi. [caption id="attachment_198426" align="aligncenter" width="544" caption="Air Garam yang Telah Menjadi Kristal Garam | dok. Pribadi"]
[/caption] Jika semua air garam telah mengkristal membentuk garam, maka garam tersebut siap dipanen. Walaupun air garam ini telah menjadi garam, tetapi kandungan air pada garam tersebut masih sangat tinggi. [caption id="attachment_198428" align="aligncenter" width="544" caption="Proses Pengambilan Garam yang Sudah Kering / Jadi Garam | dok. Pribadi"]
[/caption] Inilah proses pengerukan garam yang dilakukan petani garam. Dari hasil inilah yang nantinya akan diperoleh petani garam untuk dijual. [caption id="attachment_198430" align="aligncenter" width="544" caption="Seorang Anak Melihat Proses Panen Garam | dok. Pribadi"]
[/caption] Hasil panen garam ditempatkan pada tembilah-tembilah yang telah disiapkan. [caption id="attachment_198431" align="aligncenter" width="544" caption="Hasil Panen Garam yang masih diendapkan | dok. Pribadi"]
[/caption] Garam diendapkan sementara waktu sebelum ditiriskan. [caption id="attachment_198432" align="aligncenter" width="544" caption="Garam yang telah ditiriskan (Siap dikonsumsi) | dok. Pribadi"]
[/caption] Garam yang dikumpulkan di tembilah-tembilah tersebut, kemudian ditiriskan pada tempat kerucut agar kandungan air lebih cepat merembes. Â Dari hasil garam ini bisanya dijual petani garam seharga Rp. 1.500,- per Kilo. Jika pengunjung berminat biasanya pengunjung dapat membeli langsung dari petani garam ini. Kelebihan garam ini adalah mempunyai kandungan yodium yang bagus dengan tekstur warna yang sangat putih serta halus. [caption id="attachment_198433" align="aligncenter" width="544" caption="Gubug Petani Garam | dok. Pribadi"]
[/caption] Di tempat inilah biasanya petani garam beristirahat disela-sela kesibukannya mengolah air garam menjadi garam. Selain tempat beristirahat pemiliknya, para pengunjung bisanya dipersilahkan untuk beristirahat oleh pemiliknya. [caption id="attachment_198434" align="aligncenter" width="544" caption="Rumput di Area Bleduk Kuwu yang Mempunyai Jenis Berbeda dengan Rumput Daerah Lain | dok. Pribadi"]
[/caption] Karena struktur tanah yang mengandung unsur garam, rumput yang tumbuh disekitar Bledug Kuwu sangat berbeda dengan tempat lain. Rumput-rumput yang tumbuh tidak mempunyai daun yang jelas, tetapi seperti halnya kaktus, rumput tersebut hanya memiliki semacam ranting yang hijau. [caption id="attachment_198435" align="aligncenter" width="544" caption="Setelah Jalan-jalan melihat Erupsi dan Proses Pembuatan Garam Istirahat Sejenak dengan Suguhan Kelapa Muda | dok. Pribadi"]
[/caption] Biasanya setelah puas berjalan-jalan melihat proses pembuatan garam, pengunjung dapat menikmati sajian kelapa muda yang banyak dijual diarea Bledug Kuwu. Selain sebagai wahana rekreasi, Bledug Kuwu khususnya proses pembuatan garam ini banyak dikunjungi oleh anak-anak sekolah di musim liburan sebagai wahana pendidikan. Apakah saudara tertarik untuk mengunjunginya ? [caption id="attachment_198443" align="aligncenter" width="544" caption="Kompasiana-Opera Travel Blog Competition | Opera.com"]
[/caption]
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Salam | Blog Pribadi | Facebook | Twitter -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya