Mohon tunggu...
TARMIDZI AFM
TARMIDZI AFM Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia SMP Citra Alam.

Kak Midzi, merupakan guru Bahasa Indonesia yang hobinya nonton drakor dan K-Pop. Kak Midzi juga menjadi member X-Blissxodiac.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kimpul Rebus Penghantar Asa

13 Februari 2024   21:09 Diperbarui: 13 Februari 2024   21:10 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

              "Asholaaaaatukhoirumminanaum..."suara merdu terdengar di kampung Jontor membuat suasana tentram. Tidak kalah dengan sinar fajar yang bandel memunculkan sosoknya untuk melihat suasana kampung halaman ini. Begitu juga dengan embun pagi yang saling berebutan menikmati suasana pagi sebelum siang menggantikannya. Wajar saja kampung ini terasa sejuk, karena rumput-rumput hijau, bunga-bunga yang bermekaran dan tanaman lainnya masih tumbuh subur. Hempasan angin dingin yang tersentuh lembut membuat suasana pagi semakin sejuk.

          Terlihat orang-orang yang berpakaian rapi keluar dari rumahnya untuk menunaikan sholat subuh berjamaah di Masjid Al-Ikhlas. Kemudian mereka bermunajat kepada sang Kholiq. Rasa semangat dan antusias beribadah masih menggelora di kampung ini. Inilah suasana Kampung Jontor yang menggambarkan ketenangan dan ketentraman.

            Dari kejauhan Masjid Al-Ikhlas terlihat satu titik cahaya yang bersinar. Cahaya itu muncul dari rumah yang  selalu setia menemani tuannya dari serangan alam. Terdengar suara batuk dari balik pintu "Uhukk....uhukk..."suara ini berasal dari Bapak Imran yang masih berbaring di kamar tidur dan tidak bisa melaksanakan sholat berjamaah di Masjid Al-Ikhlas. Bukan suatu kesengajaan, melainkan rasa sakit yang dideritanya membuat ia tidak mampu menggerakkan raganya untuk sholat berjamaah. Bapak Imran merupakan guru SD Swasta Jontor yang rajin beribadah. Bahkan sebelum adzan dikumandangkan dia selalu menyempatkan dirinya datang ke masjid lebih awal, tujuannya agar bisa merapikan sajadah dan menyempatkan diri membaca Al-qur'an.

          Bapak Imran dikaruniai 2 anak yang soleh dan soleha. Ali adalah anak pertama yang bersekolah di SMPN 1 Jontor, dan Aliya anak kedua yang bersekolah di SDN 5 Jontor. Hidup mereka tidak ditemani oleh sosok ibu karena ibunya telah meninggal ketika melahirkan Aliya. Itulah sebabnya Bapak Imran sering sakit-sakitan karena harus mengurus semuanya.

        " Uhukk..uhukk..Ali..Aliya ayo bangun... kita sholat subuh! "kata Bapak Imran yang masih menyempatkan dirinya membimbing anak-anaknya untuk beribadah. Selain menjadi seorang guru di sekolah, ia juga harus mahir mendidik anak-anaknya di rumah.

"Iya Ayah..." sahut Ali yang berusaha membuka matanya  tampak terlihat ngantuk karena semalam bergadang menemani Ayahnya. "Ayah sini aku bantu buat ngambil air wudhunya". Ali menawarkan kepada ayahnya karena masih terlihat lesu. Ali pun membantu ayahnya dan membangunkan Aliya "Dek...Ayo bangun!" kata Ali sambil menyenggol-nyenggol kakinya Aliya . "Iya...kak " sahut Aliya. Akhirnya mereka mengambil air wudhu dan menunaikan sholat subuh berjamaah.

         Doa' pun mereka panjatkan kepada Allah yang maha kuasa. "Ya Allah sembuhkanlah Ayah kami tercinta, kami sayang Ayah..." kata Ali "aku juga sayang ayah ya Allah, aku juga sayang ibu walaupun aku belum pernah merasakan pelukan ibu, tapi aku yakin ibu pasti bahagia di dekat-Mu, memakai baju yang bagus...memakai mahkota, mempunyai sayap, dan tersenyum mengawasi kita agar tidak berbuat jahat, supaya kita bisa berkumpul di sana..iya kan kak..?" lanjut Aliya dengan suara cadel namun kata-katanya seperti orang dewasa. Tidak terasa air mata Bapak Imran menetes melihat anak-anaknya yang begitu soleh dan soleha. " Bu..kamu pasti bahagia lihat anak-anak kita sangat soleh dan soleha "Sahut Bapak Imran. Ali dan Aliya pun memeluk ayahnya sangat erat." Kami sayang ayah..." kata mereka berdua.

            Cahaya matahari pun mulai beranjak naik. Suara ayam berkokok terdengar merdu menandakan keasrian kampung halaman ini. Ali dan Aliya pun tidak kalah semangat dengan suara ayam berkokok, mereka sibuk membuat makanan untuk sarapan, walaupun masakannya tidak sejago ayahnya. Biasanya sebelum Ali dan Aliya berangkat sekolah, Bapak Imran selalu menyiapkan sarapan. Namun pada hari ini, gantian Ali dan Aliya lah yang menyiapkan makanan untuk ayahnya."Ayah...lihat deh kak Ali jago masak, saking jagonya sampe cemong-cemong kaya gitu.." sahut Aliya dengan nada semangat sambil menunjukan hasil masakan Ali ke ayahnya.

         "Wah...anak-anak  ayah jago masak ya " kata Pak Imran sambil tersenyum girang. " Iya ayah, kami buatin masakan spesial buat ayah, jadi ayah harus sembuh ya, sekarang ayah makan dulu ya..!" kata Ali yang dari tadi sudah membawa hasil masakannya."Iya nak..insyaAllah ayah pasti sembuh kok" kata Pak Imron dengan nada optimis." Ayah.. sini Aliya suapin.." sahut Aliya. " iya boleh putri ayah yang cantik..." kata ayah sambil tersenyum. Aliya pun menyuapi ayahnya dengan semangat dan penuh bakti. Selesai mereka makan Ali dan Aliya siap-siap berangkat sekolah. Kebetulan hari ini  Ali akan melaksanakan Ujian Tengah Semester yang sudah di jadwalkan dari minggu kemarin.

         Ali pun sudah mempersiapkannya dari jauh-jauh hari, jadi pas detik-detik akan melaksanakan ujian, Ali tidak perlu belajar lagi karena materinya sudah dipahami. Ali termasuk orang yang rajin dan disiplin, jika ada Pekerjaan Rumah (PR) langsung ia kerjakan setelah pulang sekolah sekaligus mengulang-ulang pelajaran yang hari ini dibahas supaya materinya tidak lupa.

        "Ayah..doain aku ya, hari ini aku UTS" kata Ali sambil mencium tangan Pak Imran." Ayah selalu doain kalian di setiap detik dan di setiap sujud ketika ayah sedang sholat" kata ayah sambil mengelus-elus rambut Ali. Rasa bangga, haru, sedih dan bahagia menyatu dalam benak Pak Imran.

        Tidak terasa tetesan mutiaranya jatuh membasahi pipi Pak Imron yang sedikit keriput. " Makasih ayah.." kata Ali sambil memeluk ayahnya, Aliya pun ikut-ikutan memeluk ayahnya. Kemudian Pak Imran menasehati Ali dan Aliya" Tapi ada satu hal yang harus kalian ingat sampai kapanpun". Dengan spontan Ali langsung bertanya "Apa itu ayah? "kejujuran...kalian harus ingat di mana pun kapanpun kejujuran itu harus dijunjung tinggi, karena kejujuran akan membuat seseorang jauh lebih mulia dari segala aksesoris duniawi yang dimilikinya." Kata Pak Imran yang menyempatkan dirinya mendidik anak-anaknya di kala sakit." Iya ayah" kata Ali dan Aliya dengan serentak.

       Akhirnya mereka berdua pun berangkat sekolah dengan menggunakan sepeda mini, karena jarak yang ditempuh sangat jauh dari rumahnya. Rasa semangat mengayun sepeda selalu tertanam di dalam diri mereka, begitu juga dalam menuntut ilmu selalu menggebu-gebu. Karena mereka punya prinsip bahwa kebahagiaan yang hakiki adalah bisa membahagiakan orang tuanya. Seperti biasanya Ali selalu memboncengkan Aliya dan mengantarkannya terlebih dahulu ke sekolahan SDN 5 Jontor, karena sekolahnya tidak jauh dari sekolahan Ali.

            Matahari tersenyum menyaksikan perjuangan Ali dan Aliya, cahayanya yang memancar menebarkan rayuan. pohon-pohon di sekeliling perjalanan nampak bersemangat dengan kedatangan sinar matahari. Nampaknya mereka bersahabat. tapi tetap saja, keringat dari badan Ali tidak bisa di bohongi, karena Ali harus mengayuh sepeda. "Alhamdulillah nyampe dek."

            "Assalamu'alaikum..." ucap Ali sambil membuka pintu rumahnya dan bergegas ke kamar ayahnya. Terlihat Pak Imram yang sedang berbaring lesu, wajahnya pucat namun diwajahnya masih tampak senyum keikhlasan. "Assalamu'alaikum ayah.." sahut Aliya sambil mendekati ayahnya, " walaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh". Mereka pun langsung mencim tangan ayahnya."ayah kok badan ayah panas banget?" tanya Ali dengan nada kaget. "ayah cuma demam nak" kata Pak Imran menegaskan, ia tidak mau terlihat lemah di depan anak-anaknya, agar mereka tidak terlalu khawatir terhadapnya.

            Keesokan harinya keadaan Pak Imran semakin memburuk, badannya nambah panas dan menggigil. Melihat keadaan itu, Ali pun langsung meminta bantuan kepada Pak Karim yang rumahnya tidak jauh dari rumah Pak Imran. Pak Karim adalah tetangga Pak Imran yang selalu membantunya di setiap ada permasalahan.

            "Assalamu'alaikum mang[1] Karim..." sahut Ali dengan nada ngos-ngosan, "  Waalaikumsalam..ada apa Ali ? " kata Pak Karim yang panik saat melihat Ali " Pak Karim...ayah sakit, badannya panas dan menggigil" Ali memberitahukan kepada Pak Karim. " Astagfirullah..terus sekarang di mana ? udah berobat belum Li?" tanya Pak Karim dengan suara paniknya. "di rumah pak, ayah belum di bawa berobat. "Dengan nada sedihnya Ali menundukan kepalanya. Ali sedih karena bingung tidak memiliki uang yang cukup untuk berobat ayahnya."Kamu jangan khawatir Li, insyaAllah bapak bantu, jangan mikirin uangnya dulu...kalau  masalah uang nanti bapak coba carikan, yang terpenting ayah kamu sehat kembali." kata Pak Karim sambil mengelus-elus pundaknya Ali. Sebenarnya pak Karim juga tidak punya apa-apa untuk membantu Pak Imran, tetapi ia berusaha untuk membuat Ali semangat dan bisa mengobati kesedihan Ali.

          Rasa panik, sedih, bingung menyelimuti pikiran Ali. Alunan angin yang berhembus ke wajah Ali seolah-olah ingin menenangkan pikirannya. Pohon -- pohon yang berdiri di jalan melambaikan tangannya ingin membantu Ali namun tidak bisa, karena kakinya harus mengabdi kepada tanah. Tanpa berpikir panjang, Ali dan Pak karim langsung membawa bapak Imram ke rumah sakit.

            "Pak Karim... Ali bingung banget, nanti gimana bayar rumah sakitnya, sedangkan Ali tidak punya duit?" kata Ali dengan pikiran dewasanya. "kamu tidak perlu mikirin apa-apa Li, insyaAllah nanti bapak nyari pinjaman ke orang lain, dan buat tambahannya bapak kan masih punya ternak itik, mudah-mudahan cukup buat biaya pengobatan. Kita berdo'a saja kepada Allah Li, mudah-mudahan ayahmu cepat sembuh." Kata pak Imran dengan ketulusan hatinya. "Aamiin..makasih banyak ya Pak." Kata Ali sambil mencium tangan pak Karim.

Tiba-tiba perut Aliya terdengar keroncongan, alarm yang otomatis mendeteksi terdengar nyaring di dalam perut Aliya, "Kak... Aliya lapar, Aliya belum makan dari siang." Kata Aliya mendekati Ali. "Astagfirullah, maaf ya de kakak sampai lupa. "kata Ali saking sibuk mengurus ayahnya. Mereka sampai lupa makan."yasudah kamu beli makan dulu gih, kasihan Aliya belum makan." Kata Pak Karim sambil mengasongkan duit kepada Ali. "Iya pak...makasih banyak ya pak". Sahut Ali. Ia pun langsung bergegas mencari makanan, sedangkan Aliya dan Pak Karim menunggu Pak Imran di Rumah Sakit.

          Suasana kali ini sangat mencengkam, angin siang nampaknya sudah tergantikan oleh angin malam yang kurang bersahabat dengan alam. Di sini bukanlah suara jangkrik yang terdengar, melainkan suara kendaraan bermotor yang sibuk dengan kegiatannya. Namun Ali tetap fokus pada tujuannya, yaitu mencari makanan. Tiba- tiba dari arah kejauhan  Ali melihat seorang laki-laki yang hendak masuk ke Apotik. Tanpa sadarkan diri dompet laki-laki itu jatuh ke  dekat  selokan. Tanpa pikir Panjang Ali langsung memanggil laki-laki itu " Pak..." sahut Ali sambil mengangkat tangannya. Tetapi laki-laki itu tidak menggubris Ali, dia langsung masuk ke dalam apotik.

Ali yang penasaran dengan apa yang dilihatnya, akhirnya dia menghampiri ke arah tadi. Ternyata benar, dompet laki-laki itu terjatuh di dekat selokan. Dengan sepontan Ali langsung mengambil dompet itu dan ingin mengembalikan kepada pemiliknya. Ali tidak berani membuka isi dompetnya, karena ia selalu diajarkan oleh ayahnya untuk jujur dan tidak boleh mengambil hak orang lain. Ali pun langsung bergegas menuju Apotik. Kemudian masuk ke dalam apotik  " permisi.. Bapak maaf tadi dompet bapak jatuh di depan apotik "Kata Ali sambil menunjukan dompet ke laki-laki itu" ouh iya de, astagfirullahala'dzim" kata laki-laki itu sambil meraba-raba kantongnya.

Kemudian laki-laki itu mengambil dompetnya "terimakasih banyak ya de, mungkin kalau bukan karena kamu saya sudah kehilangan dompet saya, dan dompet ini sangat penting bagi saya karena di dalamnya ada ATM, KTP, dan surat-surat lainnya, zaman sekarang itu jarang lho orang-orang seperti kamu" kata laki-laki itu sambil tersenyum kepada  Ali. " he he sama-sama pak, saya senang bisa bantu Bapak. Mereka pun berbincang sangat lama di apotik, hingga akhirnya Ali diantarkan ke rumah sakit.

           Sesampainya di rumah sakit Ali segera menemui Aliya dan Pak Karim, karena Aliya belum makan. Mereka pun makan bersama. Setelah selesai makan Pak Imran pamit pulang karena banyak pekerjaan yang harus diurus. Sedangkan laki-laki itu pergi ke resepsionis menanyakan biaya pengobatan Pak Imran tanpa sepengetahuan Ali. Tentu laki-laki itu membayar dan menanggung semua biaya rumah sakit. Bukan hanya itu, laki-laki tersebut masuk ke ruang Pak Imran untuk memastikan bahwa nama tersebut adalah nama gurunya yang ia cari selama ini untuk membalas kebaikannya. Terkejutlah setelah melihat wajah Pak Imran yang ketulusannya tidak pernah pudar.

           _ _ _ _ _ _ _ _ 15 tahun berlalu_ _ _ _

          Setiap jam istirahat Doni selalu pergi ke kantin, walau pun ia sadar hanya membawa saku yang kosong molongpong karena tidak pernah dibekali uang jajan oleh orang tuanya. Cukup melihat teman-teman menikmati jajanan di kantin sambil membayangkan dirinya menjadi bagian dari mereka membuatnya sedikit mengobati rasa lapar. Pak Imron guru yang sangat memperhatikan muridnya menyadari hal ini. "Doni...kamu tahu tidak hari spesial guru diperingati setiap tanggal berapa? Jika jawabanmu benar maka hari ini Bapak akan traktir kamu sepuasnya" Pak Imran bertanya sambil menghampiri Doni."Hari ini Pak, tanggal 25 November"Jawab Doni dengan percaya diri."Betul..kamu boleh memilih jajanan di kantin ini sepuasnya nanti bapak yang bayar.

      "Namun bagi Bapak, semua hari, semua tanggal, dan semua tahun itu spesial bagi Bapak. Karena bisa mentransfer ilmu yang nantinya akan menjadi amal jariyah. Maka dari itu, kamu boleh jajan sepuasnya, biar Bapak yang membayarnya" sambung Pak Imron." "Wah Alhamdulillah...terima kasih banyak Pak" Sahut Doni dengan nada senang. Kini Doni tidak pernah kelaparan lagi di sekolah.

        Doni mulai bangkit dan semangat belajar. Setiap pulang sekolah ia selalu pergi ke rumah Pak Imran untuk meminta jam pelajaran tambahan. Sebagai ucapan terima kasih, Doni selalu membawakan kimpul rebus untuk Pak Imran karena hanya pohon itu yang ia miliki. Pak Imran pun selalu menerimanya untuk menghargai usahanya bukan karena ingin dibayar atau dibawakan sesuatu. Dalam benak Pak Imran yakin, dengan modal kimpul rebus kamu akan bisa mengepakkan sayapmu dan terbang setinggi langit.

         Suasana rumah sakit yang dipenuhi oleh orang-orang sakit, ya...bukan rumah sakit namanya kalau di penuhi oleh orang-orang diskotik. Saat itu lah, Pak Imran mulai terbangun dari tidurnya. Di depannya terlihat laki-laki ganteng dan rapi memberikan senyuman kepada Pak Imran. "Pak Imran...udah bangun? Gimana Bapak sudah enakan?" Tanya Doni dengan nada sopan." Alhamdulillah sudah.." jawab Pak Imran dengan nada lemasnya. "Bapak masih ingat saya?" Tanya Doni. Pak Imran mengerutkan alis sambil menatap Doni karena merasa bingung" Bapak masih ingat anak laki-laki yang suka dijajanin di sekolahan, karena menurut Bapak semua hari adalah spesial bagi guru? Bapak masih ingat anak yang sok-sokan ingin belajar tambahan di rumah bapak walau pun hanya bermodalkan kimpul rebus, tapi Bapak tidak pernah menolak demi menghargai usaha aku" Doni menjelaskan dengan penuh haru. "MasyaAllah...jadi kamu..Doni kecil kimpul rebus?" sahut Pak Imran dengan penuh haru.

        "Alhamdulillah Pak, Doni kimpul rebus Pak Imran, sekarang sudah menjadi orang sukses Pak, sudah menjadi pengusaha, mendirikan pesantren, dan mendirikan sekolah untuk orang-orang yang tidak mampu. Selain bantuan dari Allah, tentunya ini semua berkat Pak Imran yang selalu mendidik dengan hati. Hingga akhirnya aku termotivasi untuk menjadi orang sukses supaya bisa membantu orang-orang yang membutuhkan" sambung Doni. "Alhamdulillah, pertahankan terus ya nak..ketulusan kamu, InsyaAllah akan menjadi keberkahan baik di dunia maupun di akhirat".

        Kreeekkkk suara pintu terdengar menandakan ada orang yang masuk ke kamar pasien Pak Imaran. Terlihat dua anak manis yang berseri-seri ingin menyampaikan berita bahagia kepada ayahnya. " Ayah....aku sayang sama ayah, ayah hari ini sudah boleh pulang loh" ucap Aliya sambil memeluk Pak Imran. Beda halnya dengan Ali yang merasa kebingungan karena di kamar ayahnya sudah ada Pak Doni. Dengan rasa kebingungan Ali langsung salim kepada Ayahnya kemudian salim kepada Doni. Tanpa aba-aba Ali langsung menjelaskan sesuatu:" Ayah tadi aku diantarkan ke sini oleh Bapak ini ketika aku beli makanan".

Ali tidak menyebutkan nama Doni karena belum tahu namanya. "Ayah alhamdulillah...hari ini ayah sudah boleh pulang, nanti Pak Karim yang akan jemput kita. Semua biaya rumah sakit sudah ditanggung oleh orang baik Ayah...namanya Pak Doni, aku pun tidak tahu orangnya yang mana. Jadi, aku belum sempat bilang terima kasih". Ali pun menjelaskan panjang lebar diiringi rasa syukur dan haru. "Ouh jadi kamu yang menanggung biaya pengobatan bapak nak?" tanya Pak Imran sambil menatap Doni. Ali dan Aliya pun serentak menatap Doni.

      "Iya pak..alhamdulillah, ini tidak sebanding dengan ketulusan bapak selama mejadi guru saya"( Jawab Doni). "MasyaAllah..terima kasih banyak ya nak, semoga Allah selalu memberkahi kamu" sahut Pak Imran." Ouh...jadi bapak ini namanya Pak Doni?" tanya Ali terheran-heran. "Iya..hehe..hehe.." Jawab Doni dengan tawa manisnya. Ali dan Aliya langsung memeluk Ayah dan Doni sambil mengucap "Terima kasih ya Allah..terima kasih Pak Doni, terima kasih Ayah" Pak Imran sambil merangkul dengan penuh haru dengan berkata" tidak ada satu pun yang bisa mengalahkan ketulusan, jika kamu seorang guru maka didiklah anak-anakmu dengan penuh hati, jika kamu orang tua maka didiklah anak-anakmu dengan penuh hati, inysaAllah jaminannya surga". "Aamiin...." Jawab

 serentak...

Penulis: Kak Midzi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun