[caption id="attachment_341636" align="aligncenter" width="475" caption="Sebagian lahan yang sudah diratakan"]
Suatu saat nanti, di ladang ini tak akan terdengar lagi suara kicau burung beraneka ragam. Tak akan terdengar lagi suara nyanyian seorang pembajak tanah dan suara lenguhan sapi yang menarik bajak. Semilir angin ladang yang sejuk menyegarkan akan berubah menjadi hawa panas dan hembusan asap dari cerobong pabrik.
[caption id="attachment_341637" align="aligncenter" width="486" caption="Jalan setapak untuk turun ke sawah ini akan ditutup benteng pabrik"]
Sebagai orang desa yang tak punya kuasa, aku hanya berharap, pemerintah membuat aturan yang tegas tentang peruntukan lahan dan tata ruangnya. Lahan-lahan produktif jangan dibiarkan dan diizinkan untuk mendirikan bangunan pabrik. Kalau pemerintah tak memberi izin, investor dan makelar tanah juga tak akan membeli tanahnya. Warga pun tak akan menjual tanahnya.
Tapi, jika dibiarkan begitu saja, bukan tak mungkin suatu saat nanti pemukiman warga pun bisa dibeli, dengan harga tinggi tentunya. Kalau diiming-imingi harga tinggi, siapa sih yang tak tergiur untuk menjual tanahnya, walaupun diatasnya berdiri rumah atau bangunan. Karena mereka pikir, dengan uang sebesar itu, bisa beli tanah yang lebih murah dan bangun rumah baru yang lebih bagus.
Pembangunan di daerah tak seharusnya menggerus kearifan local hanya untuk mengejar keuntungan materi dan mengatasnamakan kemajuan. Pembangunan di daerah seharusnya tetap bisa menjaga harmoni dan kelestarian lingkungan, budaya dan tradisi di daerah tersebut.
Foto-foto diambil di bagian selatan Desaku, Desa Wanakerta, Kec. Purwadadi, Kab. Subang, Jawa Barat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H