Mohon tunggu...
tarjo akmal
tarjo akmal Mohon Tunggu... -

Teacher,Bloger,Father & Pranotocoro tarjoakmal.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anekdot di Bulan Ramadhan

5 Juli 2014   01:58 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:27 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya punya anekdot seperti ini. Tidurnya orang puasa adalah berpahala. Daripada  tidak tidur malah berbuat maksiat. Sekarang
pertanyaan selanjutnya “Menurut kalian diam termasuk hal yang membatalkan puasa
apa tidak?” Pastilah jawaban kalian semua adalah tidak. Tetapi menurut penulis
adalah batal. Lho kok bisa? Kata diam di atas belum sampai titik alias masih
ada lanjutannya. Adapun lanjutannya adalah “diam-diam makan.” Jadi ini yang
bisa membatalkan puasa.

Eh kita jadi teringat dengan
perintah puasa ketika memasuki bulan Ramadhan. Seharusnya kalau kita sudah
merasa beriman kepada Allah SWT hal-hal seperti cerita di atas tidak perlu
dilakukan. Alias seperti anekdot di atas.
Kita semua mengerjakan perintah puasa untuk menjadikan diri kita menjadi
manusia pilihan.

Dibawah ini ada sebuah cerita
seorang santri pilihan yang pernah saya dengar dari beberapa ustad yang saya
ketahui. Ceritanya bisa menjadi inspirasi untuk melakukan ibadah secara
sungguh-sungguh dan menjadi manusia pilihan.

Di sebuah pesantren ada banyak
santri yang mencari ilmu kepada ustad atau guru. Dari empat puluh santri yang ada
hanya Fulan yang menjadi murid kesayangan guru. Hal inilah yang membuat
murid-murid yang lain menjadi iri kepadanya.

Suatu saat ketika ada
pertemuan akbar ada yang bertanya kepada guru.

“Ya guru, Kita sama-sama
belajar dan mencari ilmu kepada guru. Kenapa kelihatannya guru lebih mencintai
dan menyayangi si Fulan dibandingkan dengan murid guru yang lain. Apa
alasannya?

“Baiklah murid-murid sekalian.
Saya mempunyai alasan kenapa saya lebih mencintai dan menyayanginya. Sekarang
begini saja. Dibelakang ada empatpuluh ekor bebek. Coba kamu potong ditempat
yang kira-kira tidak diketahui.”

Seluruh murid berlarian
mengambil bebek yang ada dibelakang rumah guru. Masing-masing mengambil satu
dan disembelih ditempat yang sepi. Ada yang di hutan, ada yang di gua dan ada
yang dipantai.

Ketika dirasa cukup sang guru
kemudian mengumpulkan kembali murid-muridnya. Satu persatu sang murid ditanya
dimana mereka menyembelih bebeknya. Hampir semua bebek yang dibawa sudah dalam
keadaan tersembelih. Sekarang tinggal si Fulan yang membawa bebeknya masih utuh
belum tersembelih. Seluruh murid tertuju kepada si Fulan.

“Hai Fulan, Kenapa bebek yang
kau bawa tidak kau sembelih?” Tanya sang Guru.

“Maaf sang guru. Guru tadi
bilang kan tolong disembelih yang kira kira tidak ada yang melihat. Sudah saya
kunjungi beberapa tempat, di mana saja Allah melihat saya. Jadi saya tidak bisa
menyembelih ini.

“Nah murid-murid sekalian.
Sekarang sudah jelas kan kenapa saya lebih mencintai dan menyayangi si Fulan.”
Kata guru mengakhiri pertemuannya.

Cerita ini mengajarkan kepada
kita semua untuk selalu menanamkan adanya Allah dimanapun kita berada. Jadi
jangan kira kalau kita makan di kamar Allah tidak tahu. Yang tidak tahu adalah
manusia. Mungkin kita bisa menghindar dari manusia tetapi tidak bisa menghindar
dari sang Pencipta yang maha segalanya. Semoga bermanfaat. Amin

Pemalang, 4 Juli 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun