"Iya sama sama" ucapku, setelahnya ia pamit.
"Aku duluan ya" pamitnya, tapi sebelum itu kok aku seperti tidak asing melihat wajahnya dan cara bicaranya.
"Tunggu!" teriakku kemudian ia berhenti di tangga terakhir.
"Kamu Asha kan?" tanya ku, dia tersenyum singkat
"Iya Tasya" jawabnya membuatku tersenyum, akhirnya aku bertemu dia lagi. Â
"Maaf sebelumnya, tapi tadi kamu kenapa ya? Aku dengar dengar ada keributan dikelasmu" ucapku berhati hati padanya, Asha orangnya cukup sensitif.Â
"Kita omongin di taman deket rumah kamu aja yuk" ajaknya sambil menarik tanganku, aku hanya mengangguk. Kemudian kami pun pergi ke taman.
"Tasya, sebenernya aku iri sama Lia karena dia paling pintar di kelas, dia juga orang mampu" ucapnya sambil tertunduk, aku pun mengusap punggungnya, memberikan dukungan.
"Kami temenan, tapi ya seperti itu. Terkadang dia menggunakan kekuasaan didalam pertemanan, dia suka egois" lanjutnya
"Aku juga sering di pojokan dengan kata kata nya yang membuatku sakit hati, aku di ledeki habis habisan. Aku cuma bisa tertawa mendengarnya" Asha mulai menangis, aku bisa mendengarnya bahwa ia juga tertawa. Bukan tawa bahagia tapi tawa menyedihkan.
"Aku capek jadi bahan bully mereka, aku diam aja juga salah, aku melakukan ini itu juga salah. Aku harus apa sya?" ucapnya frustasi.