Mohon tunggu...
Tari nusantara
Tari nusantara Mohon Tunggu... Freelancer - Adalah seorang pembelajar baru di dunia kepenulisan dan berminat mengembangkan keterampilan menulisnya

Belajar dari apapun, siapapun dan kapanpun, agar bermanfaat bagi diri, keluarga, lingkungan, dan negara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perempuan dan "Gender Equality" dalam Islam

4 Juni 2020   00:40 Diperbarui: 4 Juni 2020   23:27 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (sumber: pixabay)

April adalah bulan kelahiran salah satu tokoh pahlawan nasional kita, beliau yang berjuang untuk emansipasi perempuan waktu itu. Kartini yang bernama lengkap Raden Ajeng Kartini, lebih dikenal sebagai R.A. Kartini adalah seorang putri dari Raden Mas (RM). 

Adipati Ario Sosroningrat dan Ngasirah. Beliau adalah seorang Tokoh Pahlawan Nasional yang membela hak dan kebebasan kaum wanita untuk belajar menuntut ilmu (emansipasi), dan juga isu sosial umum seperti persamaan otonomi, persamaan hukum perempuan saat itu. 

Sehingga sampai saat ini banyak perempuan yang bisa mendapatkan akses pendidikan sampai akses pekerjaan dan akses partisipasi dalam jabatan politik di pemerintahan.

Pada 2 Mei 1964, Presiden Soekarno menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional, sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, 21 April untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yaitu Hari Kartini. 

Peringatan dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, menjadi satu bentuk penghormatan sekaligus meneruskan perjuangan kesetaraan dan pendidikan. 

Beragam kegiatan seperti perlombaan busana adat, menulis essay, pidato, cerdas cermat, melukis, perlombaan memasak masakan nusantara dan perlombaan peningkatan akademik serta peningkatan keterampilan lainnya. Peringatan ini tidak semata diikuti oleh perempuan, namun laki-laki juga turut berpartisipasi memeriahkannya. Berkat perjuangan Kartini, sehingga pendidikan di Indonesia bisa di akses oleh semua lapisan masyarakat.

Perempuan yang pada awalnya hanya menjadi konco wingking, cuma mendapat kesempatan untuk melahirkan, merias diri, masak, melayani suami dan kegiatan yang hanya bekutat di wilayah domestik. 

Akses pendidikan dan pekerjaan di wilayah publik sangat terbatas, bahkan pendidikan hanya bisa diakses oleh anak-anak bangsawan. Kenyataan baru muncul ditengah-tengah wabah corona virus, isu agama mulai dibawa menjelang peringatan "Kartini Day" yakni penolakan gender eguality. 

Anggapan kesetaraan adalah salah satu bentuk pengingkaran terhadap wahyu yang Allah turunkan lewat Al Qur'an dan hadits. Bagi mereka, perempuan sudah sepatutnya untuk tidak mengingkari kodratnya dalam menjalankan pekerjaan di wilayah domestik, pencari nafkah utama adalah suami sebagai kepala keluarga yang bertanggungjawab penuh terhadap kesejahteraan keluarga. 

Tubuh perempuan bagi mereka merupakan aurot, sehingga sangat dianjurkan untuk fokus di rumah agar terhindar dari fitnah. apabila akan keluar rumah hendaknya bersama mahram atau suami mereka, dengan syarat lain tidak diperkenankan mengenakan pakaian yang mencolok, mengenakan pakaian yang menutup seluruh tubuhnya dan tidak diperkenankan bersolek (tabarruj). Segala sesuatu yang menyalahi kodrat perempuan seperti bekerja di wilayah publik, bepergian tanpa mahram, pembagian kerja. 

Paradigma tersebut yang sampai saat ini masih diimani oleh para pengikut salaf as shalih yang menganggap dirinya adalah penjaga dan kaum yang memurnikan agama (puritanis). Semua teks wahyu Al Qu'an oleh mereka menjadi kebenaran Absolut-Multak dan mengabaikan pemahaman teks dalam perubahan fenomena sosial.

Konsep kesetaraan mendapat banyak penolakan setelah muncul banyaknya gerakan Islam eksklusif mulai dari tingkatan sekolah menengah sampai pendidikan tinggi lewat gerakan dakwah kampus. 

Penolakan tersebut mengabaikan realitas dirinya yang saat ini mengenyam akses pendidikan atas jasa Kartini memperjuangkan emansipasi untuk perempuan agar bisa menuntut ilmu dan mengimplementasikan Hadits Nabi bahwa "menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim". 

Doktrin ayat "Arrijaalu Qowwamuuna 'alannisa" menjadi penguat agar partisipasi perempuan terbatasi oleh pemahaman tekstual. Sementara pemahaman tekstual merupakan bagian dari konstruksi sosial subyektif, yang justru memarginalkan partisipasi perempuan di wilayah publik.

Hasil kerja keras Kartini lewan gerakan emansipasinya, kondisi saat ini sangat berbeda jauh, banyak perempuan bisa mengakses pendidikan sampai jenjang Doktor baik ditempuh di dalam negeri maupun di luar negeri, meskipun banyak yang terkena gempuran doktrin oleh paham eksklusivisme Islam. 

Pemerintah saat ini menyambutnya dengan memberikan berbagai beasiswa, mulai dari beasiswa prestasi, beasiswa santri, beasiswa LPDP, supersemar, djarum, dan beasiswa keluarga tidak mampu yang saat ini diakses melalui Bidikmisi. 

Tidak sedikit professor perempuan yang turut membangun pendidikan dan memegang jabatan baik di pemerintahan maupun kampus. Realitas tersebut menjadi satu bentuk manifestasi kesetaraan gender (gender equality). 

Tidak sedikit juga kaum laki-laki turut serta dalam penyelesaian kegiatan di rumah tangganya, berbagi tugas antara suami dan istri ketika mereka sudah sampai di rumah. Mereka secara bersama-sama membuat kesepakatan untuk menyelesaikannya secara bersama baik di wilayah publik maupun domestic.

Akses Politik

Islam sebagai salah satu agama yang menjadi agama paling banyak dianut mayoritas penduduk di Indonesia, tidak memberika pembatasan kepada perempuan untuk bisa berpartisipasi dan mengakses kegiatan di wilayah publik. diantaranya akses untuk menimba ilmu (pendidikan), berpolitik, berdagang, bertani, menjadi pemimpin dll. 

Di wilayah politik misalnya, dijelaskan dalam Surat at-Taubah ayat 71 menjadi dasar bahwa perempuan itu memiliki hak politik yang sama dengan laki-laki. 

Ayat ini menjadi sinyalemen bagi laki-laki dan perempuan untuk melakukan kerja sama dalam berbagai sektor kehidupan, termasuk memberikan kritik dan saran kepada penguasa (amar ma'ruf nahi munkar).

Akses dalam pendidikan bagi perempuan

Laki-laki dan perempuan juga diberikan kesempatan yang sama untuk menuntut ilmu yang menjadi satu kewajiban sebagai umat Islam. Artinya, belajar bukanlah hak laki-laki saja atau keluarga bangsawan saja, setiap manusia mempunyai kewajiban belajar sebagai bekal melanjutkan kehidupan dan merawat bumi yang Allah ciptakan.

Akses Bekerja di wilayah publik

Bahkan salah satu aktivis perempuan muslim di Indonesia dan dosen pascasarjana Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur'an di Jakarta yakni Dr Nur Rofiah aktif mengadakan kelas online maupun offline "Ngaji Keadilan Gender Islam", kemudian KH Dr. faqihuddin Abdul Qodir seorang aktivis feminist laki-laki lewat metode Mubadalahnya mengkampanyekan kesetaraan dalam Islam dalam berbagai perspektif.

Banyak umat Islam yang melupakan atau belum belajar sejarah, bagaimana Aisyah ra, menjadi role model keterlibatan perempuan di wilayah publik. 

Aisyah menjadi pemimpin perang, menjadi salah satu perempuan perawi hadits terbanyak dan Aisyah juga menjadi guru yang melahirkan anak-anak ideologis masa kini, Aisyah adalah Kartininya Indonesia saat ini. Bahkan, di dalam sejarahnya ada beberapa perempuan yang memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam selain Aisyah ra. 

Tidak sedikit dari mereka juga menjadi rujukan dan guru ulama laki-laki. Diantaranya adalah Sayyidah Sakinah putri Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib, Al-Khansa', Rabi'ah Al-Adawiyah, dan lainnya. 

Banyak perempuan muslim cerdas Indonesia dan memiliki kesempatan untuk bisa terlibat dalam forum-forum international pembawa perdamaian seperti, Prof Siti Musda Mulia, Dr Nur Rofiah, Dr. Nina Mariani Noor, Prof Nina Nurmila dan masih banyak tokoh perempuan muslim lainnya.

Akhirnya, masing-masing diantara kita justru harus kembali memahami setiap teks Al Qur'an untuk menjadi pendukung dalam setiap pengembangan diri perempuan agar bisa tetap memberikan kontribusi positif, karena Islam sangat menjunjung tinggi perempuan, terutama ibu. 

Hal ini terdapat dalam beberapa hadits nabi bahwa surga berada di telapak kaki ibu dan hadits mengenai penghormatan terhadap seorang ibu. Islam juga melarang umatnya untuk melakukan penindasan dan perlakuan buruk kepada perempuan (QS. 4:19). 

Dengan demikian, segala bentuk pelecehan, pembatasan aktualisasi diri terhadap perempuan adalah sesuatu yang tidak bisa dibenarkan dalam Islam.

*Taryamah
Peneliti Lekas (lembaga kajian Strategis)
Koordinator Bidang Pengembangan Organisasi PC Fatayat NU Banjarnegara
Alumni Pascasarjana Interdisciplinari islamic Studies UIN Sunan kalijaga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun