Mohon tunggu...
HMJ Tadris Matematika UINMLG
HMJ Tadris Matematika UINMLG Mohon Tunggu... Guru - HMJ Tadris Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

https://tadrismatematika-uinmalang.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

TM-NEC | Mesin Waktu

30 September 2019   12:47 Diperbarui: 30 September 2019   12:57 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku tidak tahu. Aku hanya penasaran dengan keadaan di sekitar sini. Mengapa tempat ini begitu berbeda dengan tempat di sekitarku. Aku sangat penasaran, bahkan aku pun lupa bagaimana aku bisa berada di sini". Aku sedikit merasa sedikit kebingungan ketika ia menanyakan asal tempat tinggalku, di tempatku, aku tidak pernah menjumpai gedung bertingkat sepertii tadi, yang aku tahu di tempatku hanya ada lahan luas yang selalu dipenuhi oleh pepohonan yang indah dan rindang yang menyejukkan setiap mata yang memandangnya.

"Oh ya Dara, baiklah, apa yang membuatmu penasaran, aku ada sedikit waktu disini, mungkin aku bisa sedikit membantumu. Lagi pula aku sudah sangat akrab dengan alam dan keadaan yang ada di sini. Tadinya aku ingin pergi keluar mencari udara segar, karena merasa stress didalam kantor yang membosankan. Dan yahh, aku berpikir bagaimana aku bisa berjalan-jalan." Ia mulai membuka pembicaraan seakan-akan sudah sangat akrab denganku. Aku pun mulai menceritakan apa yang aku alami dari awal dan bisa sampai sekarang.

"Tempat ini sangat asing bagiku, begitu panas meski malam hari, dan berbeda jauh dengan tempat tinggalku sebelumnya. Bangunan ini begitu megah dan mewah. Sungguh menakjubkan, semua adalah hal baru bagai berada di generasi yang lain". Aku sudah mulai bisa terbuka pemikiran dengannya.

"Aku rasa kamu datang dari dimensi lain , kamu telah melewati mesin waktu dari masa lampau menuju masa sekarang, mungkin pada masa kamu, gedung dan bangunan yang menjulang tinggi yang gagah ini belum ada. Semua saat ini telah canggih berkat kemajuan teknologi dan ilmu sains. Ini semua mulai dibangun pada masa milenial". Arga begitu teliti dan mulai membuka pemikiranku hingga sebagian pertanyaanku yang selama ini aku simpan mulai terjawab. Aku hanya mendengarkannya berbicara dan memahaminya.

"Pada masa ini, semua serba robot Dara, bahkan sumber daya manusia hampir punah dan mulai tidak diperhatikan lagi, semua telah digantikan oleh mesin dan robot yang membantu meringankan tenaga manusia. Namun mereka lebih dari itu, mereka telah menghapuskan tenaga kerja manusia, makanya pada zaman sekarang mulai banyak pengangguran, manusia hanya mementingkan gadget Dara, mereka berjalan namun tidak melihat jalan, mereka melihat gadget. Mereka berbicara bukan dengan mulut Dara, melainkan dengan bahasa tulisan yang ada didalam aplikasi sebuah gadget"

"Dara, mungkin semua ada dampak baik dan dampak buruknya, namun ketika mereka berbicara dengan lawan bicara,mereka lebih tertarik untuk memerhatikan gadgetnya daripada lawan bicaranya. Aku semakin bosan dengan kehidupan di kantor yang seperti itu, mereka berbicara denganku namun tak menatapku, mereka seakan berbicara lewat gadget." Arga berhenti sejenak sambil menghembuskan nafas dalam-dalam seakan membuktikan rasa kekesalannya pada kehidupannya yang tentu ada baik dan buruknya. Aku masih bertanya-tanya padanya dan kami memutuskan untuk berbicara sambil duduk di sebuah bangku kecil terbuat dari kayu dibawah lampu jalanan yang remang-remang cahayanya, namun sangat indah.

"Arga bagaimana di sini begitu panas, mengapa aku tak dapat menjumpai pepohonan yang sangat rindang dan cukup luas di sini, semua telah dipenuhi oleh bangunan berpuluh-puluh lantai yang menjulang tinggi ke atas hampir menabrak langit?" aku bertanya pada Arga bagaimana bisa hutan tak kutemukan.

"Kemarilah Dara, ikutlah denganku". Arga bangun dari duduknya dan menarik lenganku entah akan menuju kemana ia membawaku. Aku terperanjat dan hanya mengikuti langkahnya dari belakang. Ia masih menggenggam tanganku. Diajaknya aku menyusuri jalan yang jauh dari tempat ku duduk bersamanya.

Hingga aku terdiam melihat semua pemandangan ini. Ia melepaskan genggaman tangannya dan menatapku agar ia bisa melihat bagaimana ekspresi wajahku. Tentu saja aku sangat terkejut, air mata ku kini, setetes demi setetes mulai turun membasahi pipiku. Aku mengusap air mata yang keluar membasahi pipiku dan menatap Arga yang juga menatapku.

Tahukah kalian apa yang aku lihat di sini? Sebuah pemandangan yang menyesakkan mata. Asap hitam menggumpal dimana-mana. Mentup jarak pandang kita semua. Lebih panas dari tempat sebelumnya. Kabut hitam beterbangan menutup semua kawasan di wilayah ini.

"Dara, ini adalah hutan kami yang dahulu yang sangat rindang dan segar. Mereka telah membakar hutan kesayangan kami. Bukan manusia yang tak berpendidikan yang membakarnya, justru manusia dengan jas berdasilah yang telah melakukan semua ini, mereka sangat gagah di dalam dengan mengenakan jas hitam dan bersepatu mengkilap, mengendarai sebuah mobil mewah berjuta-juta harganya. Mereka telah merampas hak kami, demi  apa Dara? Kau tahu? Demi sebuah bangunan bertingkat dari kaca yang indah dan canggih tadi katanya." Ia mulai melampiaskan kekesalannya. Air mataku masih saja jatuh setelah mendengar kata-katanya. Bahkan terasa lebih miris ketika manusia berdasilah yang memerintahkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun