Jelas, semuanya sudah salah secara moral dan melanggar sistem demokrasi. Tetapi selama tidak ketahuan ya sah-sah saja, terkadang cara-cara seperti itu belum ada yang tertangkap basah sampai sekarang. Entah semua tutup mata atau tutup telinga, yang pasti masih melekat kebiasaan seperti itu.
Perspektif para calon, kampanye menerobos aturan cukup sakti. Banyak di desa-desa yang calon kepala desanya pintar-pintar, lurus dan idealis. Pada akhirnya ya gagal duduk di kursi berputar dikalahkan oleh calon yang biasa saja, bahkan jarang aktif di kampung-kampung. Ternyata calon kepala desa berbasis pendidikan, lincah lidah, politik, malah loyo menghadapi kekuatan uang. Akhirnya tersingkir di kancah pertarungan oleh "serangan fajar"
Dari sudut pandang warga, mereka mengalami krisis kepercayaan dan informasi. Mereka tidak melihat kepala desa yang memperjuangkan nasibnya, itu baru kemungkinana. Akibatnya, warga menjadi masa bodo/tidak peduli akan rugi selama 5 atau 6 tahun. Lah warga juga berfikir, kalau benar memilih, apakah kepala desa akan memberikan perlindungan dan keinginan warga selama 5 atau 6 tahun? Belum tentu juga kan hehehe.
Makanya, dari pada tidak dapat apa-apa sama sekali, mending dapat sesuatu meski hanya alakadar. Dari pada melihat kepala desa nanti berfoya-foya menikmati kesenangannya, lebih baik mereka dari awal saja minta blak-blakan.
***
Jangan ditiru ya, ini hanya hanya tulisan sudut padang saya dari kisah-kisah yang pernah terjadi sebelumnya. Kalau ada yang tersinggung mohon di maklum.
Lebak, 21 Juli 2021