Mohon tunggu...
Tara Kilianti
Tara Kilianti Mohon Tunggu... -

Penulis suka-suka. Mahasiswi psikologi yang mandi satu hari sekali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gadis Kopi

1 April 2012   11:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:10 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Gadis kopi. Begitulah panggilannya.

Setiap pagi sebelum mandi, ia membuka toples biru berisikan kopi berjenis arabika.

Kopi yang ditanam di dataran tinggi ini memiliki tempat tersendiri di hatinya dan kopi ini dapat menggeletarkan lidahnya.

3:2, perbandingan antara 3 sendok kopi dan 2 sendok gula selalu ia masukkan ke dalam cangkir cokelat tua kesayangannya. Setelah itu, ia masukkan air yang mengeluarkan uap-uap panas dari teko kecil berwarna hitam ke dalam cangkir kesayangannya.

3:2, ia mengaduk isi dalam cangkir ke kanan sebanyak 3 kali dan ke kiri 2 kali.

Kemudian, ia menempati sofa kayu yang terletak di teras rumahnya.

3:2, ia menunggu 3 menit lebih dua detik sebelum menyeruput kopinya. Arloji digunakan sebagai patokan.

Aroma khas kopi arabika menggoda indra penciumannya. Ia mendekatkan wajah pada cangkir merasakan uap-uap panas menggelitik hidungnya. Ia senang meminum kopinya panas-panas, kalau hangat apalagi dingin rasanya berbeda dan aroma kopi menjadi hambar, ucapnya di tempo hari. Kopi itu dapat menenangkan perasaannya, menenangkan saraf-saraf tubuhnya seketika dan terjadi begitu saja.

Suatu hari, ia tak kuasa meminum kopi. Setiap isapan kopi, ia keluarkan lagi dari mulut mungilnya sambil merintih perih mengusap perutnya.

Ia benci.

Ia tak suka.

Ia tak rela menghapus ritualnya.

Keesokan paginya, dan pagi-pagi berikutnya sebelum mandi, ia mengambil toples biru, perbandingan 3 kopi dan 2 gula, cangkir cokelat tua kesayangannya, teko kecil berwarna hitam, mengaduk 3 kali ke kanan dan 2 kali ke kiri, duduk di sofa kayu teras rumah, menunggu 3 menit lebih 2 detik dan mendekatkan wajahnya pada cangkir.

Ia hanya mengambil toples biru tanpa membukanya.

Ia mengambil teko hitam dan tidak menuangkan apapun ke dalam cangkir cokelat tua kesayangannya.

Ia mengaduk cangkir kosong sebanyak 3 kali ke kanan dan 2 kali ke kiri.

Ia membisu, menatap cangkir dengan tatapan kosong lalu tertawa terbahak-bahak sambil mendekatkan wajahnya pada cangkir dan ia merasakan udara yang sangat dingin, sedingin pagi yang waktunya terlihat pada arloji, pukul 3:2 AM.

Gadis kopi. Begitulah panggilannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun