Mohon tunggu...
Hasiati Kimia
Hasiati Kimia Mohon Tunggu... Penulis - Bukan seorang penulis profesional, tetapi menulis dapat membuka wawasanku

Banyak bermimpi dan mencoba langkah baru kadang selangkah mendekatkanmu dengan mimpumu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Taty Bukan Alice

16 Agustus 2016   08:03 Diperbarui: 16 Agustus 2016   08:23 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Begitu sampai diluar, pemandangan bak lukisan terindah yang  pernah Tuhan ukir didunia terbentang luas. Pohon-pohon besar berjejer rapi sepanjang mata memandang. Ternyata mereka berdiri tepat di dekat salah satu dahan pohon yang sangat besar, tampak dari jauh sang elang turun menukik kearah hamparan ilalang “mungkin sedang mengejar mangsanya” batin Taty berbisik.

Terkejut bukan kepalang ketika mereka melihat tepat ke arah bawah mereka, empat orang berbadan besar bak raksasa Trol dalam dongang itu tengah menebang pohon tempat mereka berpijak. Pohon yang merupakan sebangsa pohon Beringin ini menjadi sasaran empuk ujung-ujung kapak yang runcing itu, tampak ada kerumunan orang di belakang keempat penebang itu diantaranya terdapat orang yang sangat dikenal Taty.

Melihat ekspresi Taty yang mulai meneteskan air mata, tak ayal membuat Trisna semakin penasaran dengan apa yang terjadi

“ada apa Ta?”

“itu ayahku Tris, yang berbaju kemeja biru mudah itu” jelas Taty sambil menunjuk pria berkemeja biru muda yang tengah menunjuk-nunjuk pohon dengan ekspresi marah. “kenapa mereka terlihat seperti raksasa? Kenapa aku bisa berada didalam pohon?” guman Taty seperti bertanya pada dirinya sendiri.

Kapak-kapak yang mengkilap saat terkena cahaya matahari itu membuat suara Taty tak didengar oleh ayahnya, suara ayahnya semakin jelas terdengar saat mengumpat sang pohon “tebas terus pak, karena pohon ini saya jadi kehilangan anak saya, putri saya baru berusia sepuluh tahun pak tapi hilang saat tertidur dibawah pohon ini, memang dasar pohon hantu” tak berhenti umpat demi umpatan dilontarkan ayah Taty.

Trisna yang mulai sadar dengan apa yang terjadi tiba-tiba berbalik badan menuju arah desa sambil berlari,dia tak sadar telah melupakan Taty yang masih bingung dan menangis. Dengan posisi berusaha merangkak menuruni pohon, Taty berteriak sekuat-kuatnya memanggil sang ayah yang telah larut dalam kemarahan. Entah karena terbawa angina suaranya atau memang terlalu keras, ayahnya memandang kearah atas seketika seperti mendengar suaranya, matanya terus melirik kesana-kemari mencari asal suara itu. Karena takmenemukan asal suara, sang ayah kembali melanjutkan umpatannya kepada sang pohon.

Sebuah tangan tiba-tiba meraih tangan Taty dan menariknya keatas

“kamu bodoh ya? Kamu bisa jatuh ke bawah, ayo ikut aku sekarang” marah Trisna sambil menarik Taty untuk mengikutinya

“tak mau, ayahku di bawah Tris” merontak tak mau pergi namun akhirnya pasrah mengikuti langkah Trisna.

Memasuki desa Taty amat terkejut, hampir semua warga mulai berkemas, ada yang bahkan sudah mengendarai kumbang raksasa meninggalkan desa namun ada juga yang tetap bertahan dan memasrahkan hidupnya dengan dalih ingin mati di tanah kelahirannya. Kepanikan yang terjadi di desan sempat membuat Taty ikut panik karena tak tahu harus berbuat apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun