Mohon tunggu...
Hasiati Kimia
Hasiati Kimia Mohon Tunggu... Penulis - Bukan seorang penulis profesional, tetapi menulis dapat membuka wawasanku

Banyak bermimpi dan mencoba langkah baru kadang selangkah mendekatkanmu dengan mimpumu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Alam Tak Lagi Bersahabat

26 Desember 2015   14:17 Diperbarui: 26 Desember 2015   14:42 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ah, paling beritanya di kasih lebai deh” jawab Jamal cuek sambil tetap melahap tiap santapan di depan matanya, beraneka jenis kue dan bakso serta aneka jenis minuman terhampar di atas meja mereka.

Haning kembali acara makan-makan itu. Serasa seperti lima orang yang tak saling mengenal duduk pada satu meja makan, salah satu ingin mengangkat suara namun terpaksa bungkam karena kurang enak hati pada yang lainnya. Hanya suara pertemuan sendok dan piring yang menandakan mereka sedang makan, itupun wujud menghargai sahabatnya yang sedang berulang tahun sehingga makanan itu benar-benat tertelan di kerongkongan mereka.

Selesai makan mereka berlima berpisah di depan rumah makan itu. Taty menjadi orang terakhir yang meninggalkan rumah makan ketika akhirnya langkah kakinya terhenti akibat kejadian yang mengerikan. Pohon besar yang letaknya berada pada puncak bukit rubuh menutupi jalan serta ujungnya menyentuh rumah makan tempat Taty berdiri.

Lemas tubuhnya, badan menggigil gemetar ketakutan. Dzikir tiada henti Taty panjatkan, “sebenarnya ada apa dengan kota ini? Kenapa hujan dan angin bisa sampai segininya?” batin Taty ditengah derunya jantung berpacu.

***

Pagi menjelang, namun gerimis belum bosan untuk berkunjung. Dengan sedikit penasaran Taty menyalakan TV mencari siaran yang menayangkan berita banjir kota ini. Hatinya masih saja merasa khawatir dengan nasib sahabatnya itu yang kini tak bisa ia hubungi.

Taty hanya terpaku mendengar berita yang didengarnya, wajahnya pucat mulutnya sedikit menganga namun kemudian ditutup dengan kedua tangannya hinggga tanpa disadari remot yang digenggamnya tadi sudah jatuh. Batinnya menangis namun hanya ekspresi sedih yang bisa ia tampakkan, kakinya lemas dan bergetar hingga membuatnya tak mampu berdiri dan akhirnya jatuh terduduk di atas lantai keramik bermotif. Sementara itu, suara TV masih menyiarkan berita memilukan yang melanda kota ini.

***

Dikelas tampak tak seperti biasanya, bising dan gaduh yang selalu menjadi ciri khas kelas ini mendadak hilang dan berganti dengan ketenangan. Semua teman-teman sekelas Taty yang hadir duduk manis di bangku masing-masing dan menundukan wajah menyimpan kesedihan mereka. Si ratu gosip dalam kelas tak terkecuali, dia hanya kadang-kadang menengok samping kana dan kirinya untuk menyalin peer yang sempat ia lupakan.

Taty juga tak berbeda dari mereka, berita yang ia dengar tadi pagi mengabarkan jebolnya bendungan yang mengakibatkan banjir yang sebelunnya sudah lumayan tinggi semakin menjadi-jadi hingga akhirnya meratakan beberapa rumah yang berada disekitar kali, tampak digambar menunjukan batas tinggi air yang mencapai dua meter  hampir semua daerah diterjang banjir, terlihat beberapa daerah masyarakatnya terpaksa menggunakan perahu karet dan tali untuk menyeberang masih saja terngiang dikepalanya. Balum dijelaskan dalam berita tersebut rumah siapa saja yang menjadi korban, namun Taty yakin Vivid salah satu korbannya walau batinnya terus menolak alasannya karena sampai sekarang Vivid belum bisa dihubungi.

Zhu berinisiatif menyarankan teman-teman sekelas untuk menymbangkan beberapa pakaian, uang, serta makanan secukupnya dan seikhlasnya kepada para korban banjir seusai sekolah. Alhasil siang itu juga terkumpul uang sebesar Rp 2.500.000,- dan pakaian bekas layak pakai dua karung dua puluh lima kilo serta satu dus mie instan. Mereka berjanji membawakan langsung ke lokasi kejadian sore itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun