Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sulit Membendung Ganjar Pranowo

7 Mei 2022   07:05 Diperbarui: 7 Mei 2022   15:10 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Detik.com

Sulit Membendung Ganjar Pranowo

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Pemilihan presiden akan digelar dalam dua tahun ke depan yakni pada tahun 2024, dan proses persiapan telah berjalan sebagaimana yang diharapkan. Persiapan para kandidat yang berharap maju juga tidak pernah surut, mereka terus merangkak, menguak untuk mencari celah agar bisa lolos untuk calon.

Namun yang paling menarik dibahas dalam politik pilpres ini adalah sikap partai yang kontra produktif dengan demokrasi itu sendiri mengingat pemilihan langsung adalah salah satu wujud nyata tentang keberadaan demokrasi disuatu negara, kenapa? tentu karena masyarakat diberi hak untuk menentukan calon pemimpin bahkan merekalah yang melahirkan presiden.

Oleh karena itu untuk kebebasan dan menempatkan demokrasi diatas kebijakan lain di negeri ini maka prilaku yang menghambat demokrasi harus dibongkar habis agar masyarakat terlepas dari sistem kepemimpinan feodal yang biasanya digunakan oleh penjajah.

Lantas apakah issu paling menarik dalam pilpres yang akan datang dalam berbagai issu politik terkini ditingkat elit saat ini? Selain masalah formulasi pasangan capres adalah issu lahirnya calon pemimpin bangsa atau presiden dari berbagai kekuatan politik di Indonesia.

Pada pilpres sepuluh tahun lalu hal ini dihadapi oleh calon presiden Jokowi yang sekarang telah memimpin Republik selama hampir dua periode. Saat itu Jokowi juga harus diusulkan PDIP yang terkesan setengah terpaksa. Tetapi demi suatu kemenangan dalam Perbutan kekuasaan maka para petinggi partai PDIP pun harus mundur selangkah untuk mengajukan calon presiden yang sedang naik daun dalam politik Indonesia kala itu yakni Joko Widodo.

Pilpres kali ini disengaja atau tidak telah diawali dengan pola politik yang sama dalam melahirkan calon pemimpin bangsa dari partai PDIP. Pemimpin utama Megawati dan Petinggi PDIP harus berhadapan dengan desakan suara elemen masyarakat dan kadernya yang gencar menyuarakan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai sebagai calon presiden favoritnya. Bagaimana tidak,  karena seorang Ganjar Pranowo telah mampu membius masyarakat dari berbagai provinsi dalam memimpin. Terlepas dari kesuksesannya memimpin secara normatif tetapi gubernur ini telah dapat menyihir kalangan generasi muda untuk menatapnya sebagai cikal bakal pemimpin bangsa dimasa depan.

Lalu, apa yang terlihat lebih pada sosok Ganjar Pranowo? Padahal gubernur di Indonesia jumlahnya begitu banyak. Salah satu yang menarik pada Gubernur ini adalah kehadirannya sebagai seorang pemimpin. Dimana sebelum masyarakat melihatnya sebagai pemimpin, dengan senyum dan cara-caranya yang dipublikasikan di medsos telah membuat sebagian besar masyarakat simpati kepadanya terutama generasi muda. Sebelum memimpin saja dan dengan melihat wajahnya sudah membuat kita senang, apalagi saat memimpin. Karena ada juga pemimpin yang wajahnya serius melulu, kata beberapa masyarakat di Kota dan Desa. Karena daya tarik inilah kemudian Ganjar Pranowo yang juga pernah melalui masa remajanya di Gayo Lues Aceh mendapat dukungan yang kuat dan terdorong untuk mengambil dukungan dari PDIP sebagai partainya dan partai jawara pemilu lalu di Indonesia. Kenapa demikian?

Pertama, ia sangat paham kulture internal dan kebijakan eksternal partai tersebut sebagai partai yang bisa didorong untuk berdemokrasi dengan prinsip-prinsipnya sebagaimana pengalaman partai dimaksud.

Kedua,

Karena jikapun PDIP tidak mendukungnya kemudian ia diusung partai politik lain dan ada beberapa partai yang siap mengusungnya justru sangat riskan bagi PDIP itu sendiri, akan serba salah, karena jika memaksakan kehendak untuk memaksakan Puan Maharani yang saat ini Ketua DPR tentu harus dikalkulasi ulang oleh keluarga Soekarno dan petinggi PDIP karena berdampak besar terhadap hilang dan perginya kekuasaan kepangkuan kelompok politik lain.

Ketiga, Restu PDIP atau  berhasilnya Ganjar Pranowo melewati pencalonan presiden dari partai politik lain adalah momentum menentukan untuk kemenangannya sebagai presiden. Hal inilah yang disebut oleh Bung Karno sebagai Jembatan Emas dalam teori politik. Karena tahapan pertaruhan tersebut akan menjadi perhatian rakyat dan ujian bagi Ganjar Pranowo disitulah rakyat melihat mentalitas dan nyali seorang pemimpinnya.

Pola politik ini sebenarnya telah berulang kali terjadi dalam politik Indonesia, misalnya ketika SBY sebagai Menkopolhukam berhadapan dengan Megawati sebagai presiden kala itu awal terjadi pola politik ini. Nah...ketika SBY melewati ujian ini maka tidak ada yang bisa membendung dukungan rakyat kepadanya untuk menjadi presiden. Begitu juga ketika Joko Widodo juga terjadi pola politik yang tidak berbeda, dimana Jokowi mendapat hambatan yang menjadi jembatan emas baginya dan setelah melewati hambatan itu tidak terbendung untuk menjadi presiden Indonesia.

Kali ini Ganjar Pranowo menghadapi hal yang sama dengan masalah yang dihadapi oleh SBY dan Jokowi. Jika rintangan ini bisa dilalui maka sulit membendung Ganjar Pranowo terpilih sebagai presiden Indonesia.

Nah,,,,sekarang pertanyaannya, bagaimana kalau Ganjar tidak diusung PDIP? tetap saja daya ungkit politiknya sangat besar. Misalnya ada sebahagian besar pengurus dan pimpinan PDIP di pecat adalah indikator dukungan sangat besar kepada Ganjar Pranowo 

Daya ungkit inilah yang dihitung dalam pemenangan politik secara teoritis bukan besarnya jumlah pendukung sebelum mereka menjadi calon. Hal ini hanya mampu kita baca setelah mempelajari politik sosial atau bertanya pada pengalaman politik di negara-negara maju yang menganut sistem demokrasi. 

Bagaimana dengan Ganjar? Asal dia lalui dengan selamat menjadi Calon Presiden maka dengan partai gurempun dia akan menang sebagai presiden Republik Indonesia, karena harapan besar sosial ada pada dirinya. Bagaimana dengan wapresnya? Siapapun bisa menjadi calon wapresnya karena yang dilihat masyarakat adalah calon presidennya bukan calon wapresnya, yang penting cawapres normal dan tidak membawa hawa negatif dalam politik.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun