Sekarang mari kita lihat harga barang kebutuhan yang terus naik, diantaranya sebagai berikut :
- Elpiji
- Minyak Makan
- Telur
- Ikan
- Beras
- Listrik
- Bawang
- Cabai
Semua kebutuhan pokok rakyat untuk hidup tidak satupun yang cenderung turun bahkan bertahan sajapun tidak, jika kita bandingkan sepuluh tahun yang lalu.
Lalu kalau ditanya, apakah KRL kebutuhan pokok rakyat sekarang ini? Â Jawabnya benar. Â Karena masyarakat menengah bawah menggunakan secara rutin KRL untuk transportasinya baik memenuhi kewajiban kerja, mencari rezeki dan interaksi lainnnya.
Jika barang kebutuhan pokok lainnya sudah pada cenderung naik, sudah pastilah tarif KRL juga ikut naik. Hal itu hanya menunggu waktu saja kapan dinaikkan. Jika tidak dinaikkan maka tidak seimbang biaya produksi dan operasinya dan dapat menyebabkan kelancarannya justru menjadi macet.
Oleh karena itu menurut penulis tidak perlu menolak tarif KRL Â naik, Â yang perlu ditolak justru barang kebutuhan pokok rakyat yang terus naik dan hal ini mengindikasikan inflasi yang terus meningkat dari tahun ke tahun yang tidak sanggup dihentikan dan dikendalikan pemerintah kita.
Lalu, Â apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah? Apakah mengurangi jumlah penduduk? Â Salah satu cara benar demikian, maka di masa rezim Soeharto ada kebijakan Keluarga Berencana (KB), dan pemerataan penduduk dengan Transmigrasi.Â
Semoga di jaman pemerintahan sekarang bukan Vaksin yang dijadikan kewajiban sebagai warga negara sebagai jawaban pengurangan penduduk dan membangun keluarga rakyat Indonesia yang produktif, waduh, ha... ha....
Menurut penulis dinaikkan tarif KRL sebesar 40 persen dalam rencana pemerintah itu sesungguhnya realita kenaikannya justru seharusnya 250 persen dari Rp 3.000 menjadi Rp. 10.000 jika kita bandingkan dengan harga elpiji dan bobot kenaikannya. Tapi pemerintah menekan biaya produktifitas lainnya, maka terjadi stagnasi kenaikan gaji pekerja dan lainnya.Â
Inti dari kebijakan ini justru konsumen harus membayar seluruh unsur berkait dengan menumpang KRL jauh lebih tinggi dari sekedar harga dasar tiket karena biaya sampingan lainnya akan meningkat.
Oleh karena itu rating kemelaratan atau biaya hidup akan semakin tinggi dan pendapatan perkapita masyarakat semakin lemah jika dibandingkan nilai uang sekarang. Â
Jadi bukan soal nominal harga upah buruh dan produksi petani yang naik sepuluh persen tapi biaya pokok hidupnya justru naik Dua Ratus persen.