Oleh: Tarmidinsyah Abubakar
Memantau fenomena permainan game online yang begitu semarak di semua tempat mulai di kota hingga ke pelosok pedesaan memberi signal kepada kita sebagai pemuka masyarakat untuk mengorganisir permainan game online tersebut agar memberi image yang positif dalam perspektif pembangunan sosial.
Tidak akan banyak memberi manfaat dalam penanganan kecenderungan sosial bila kita hanya berpikir tentang bagaimana memberi sanksi kepada mereka untuk menghentikan aktivitasnya yang pada dasarnya telah menjadi salah satu harapan yang bisa membantu memberi harapan terhadap pendapatan masyarakat. Hal ini merupakan realitas sosial yang tidak dapat kita pungkiri dalam era perubahan teknologi yang meskipun kita menggolongkannya ke dalam dampak negatif.
Sepintas lalu kita bisa saja menilai secara negatif betapa rusaknya pola pikir generasi muda bahkan masyarakat umum di negara atau daerah kita dalam kehidupan selama ini akibat kehadiran game online yang dapat dimainkan dimana saja tempatnya dalam kondisi yang sangat ringan bahkan santai dan dapat uang.
Tetapi jika kita berpikir dalam perspektif yang lebih matang maka kita perlu mengimbangi dengan konsep membangun sosial secara positif tentu saja kita bisa menawarkan konsepsi yang bisa mengalahkan daya tarik permainan game online dimaksud. Salah satu faktor utama dalam yang menarik minat warga masyarakat kita dalam permainan dimaksud tidak lain adalah karena memberi harapan kemudahan memperoleh kemenangan dan mendapatkan imbalan dalam putaran game tersebut.
Jika kita berpikir sebatas penerapan sanksi dan pelarangan atas nama pemerintah maka akan menimbulkan pertanyaan kritis lainnya, kemudian justru menjadi semacam misteri yang mengundang lebih banyak warga masyarakat yang menentang. Misalnya timbul pertanyaan kalau pemerintah melarang lalu apa yang mereka persembahkan sebagai kompensasi yang dapat mengganti permainan yang bisa menghasilkan uang bahkan bisa menjadi pendapatan tambahan bagi warga masyarakat yang dalam era ini uang adalah secara absolut telah menjadi alat untuk penyambung hidup.
Jikapun pemerintah sanggup menggeser opini bahwa permainan game online sebagai judi dalam aturan hukum negara atau hukum di daerah tetapi tetap saja hal ini rumit untuk mengatasinya dalam era keterbukaan sekarang, karena hal ini sudah menjadi kecenderungan global bahkan hal ini sudah menjadi semacam dampak peradaban yang boleh dianggap negatif pada sebahagian besar masyarakat dan dapat juga dianggap positif bagi kalangan masyarakat yang cerdas yang menggunakan game online tersebut tidak dengan mentalitas judi.
Oleh karena itu kemajuan teknology akan bergantung sepenuhnya kepada kondisi masyarakatnya dalam menerima dan memanfaatkannya. Bagi mereka yang berkompetensi tentu tidak akan menimbulkan dampak negatif karena kematangan dan kecerdasannya yang sudah mampu mengatasi dampak negatif  terhadap masyarakatnya. Karena itulah jaman ini bukan lagi jaman sanksi sebagaimana masa lalu tetapi jaman bertarget kecerdasan sosial yang pada hakikatnya semua prilaku baik dan buruk filteringnya hanya pada warga masyarakat itu sendiri.
Kurang yakin? Mari kita lihat secara mudah betapa internet hari ini dibutuhkan oleh semua manusia untuk berkomunikasi, mencari informasi dan menjadi kebutuhan hidup yang vital bagi semua manusia. Lalu kita mengkuatirkan generasi muda kita menyalahgunakannya untuk hal-hal yang kita anggap negatif, misalkan menonton film dewasa. Kemudian pemerintah atau stakeholders pendidikan, orang tua dikalangan awam melarang penggunaan internet bagi anak-anak mereka. Lalu apa yang terjadi terhadap kelompok sasaran yang dilarang tersebut?
Tentu saja mereka akan ketinggalan kereta dalam bidang ilmu pengetahuan dan wawasannya karena informasi dan ilmu yang sesungguhnya ada ditangan mereka dan gratis dalam gadgetnya justru mereka harus membeli dan meminjam sumber bacaan lain seperti buku dan majalah yang mahal untuk mendapat pengetahuannya. Lalu bagaimana dengan standar pengetahuan?
Misalnya dalam pengetahuan mata pelajaran atau mata kuliah. Secara mutlak terjadi pergeseran orientasi dalam dalam metode pengajaran. Misalnya dimasa lalu, Â para pengajar atau dosen masih bisa mengajukan pertanyaan dalam ujian sebatas terminology dan mereka tentu harus menghafal atau mengingat supaya bisa menjawab ujian. Pertanyaannya jika pada segenap tangan manusia sudah dilengkapi dengan google, wikipedia, apakah pertanyaan tentang terminology tersebut bermanfaat untuk indikator kecerdasan orang?