Oleh : Tarmidinsyah Abubakar
Banyak bangsa-bangsa di dunia hidupnya dalam kondisi menghadapi ancaman dari bangsa lain dengan berbagai macam agresi yang berlangsung dari abad demi abad.Â
Jika terjadi perang antara satu bangsa dengan bangsa lainnya maka dalam waktu satu abad maka dapat anda bayangkan bagaimana kehidupan masyarakat yang lahir dan mati di abad tersebut. Mereka tidak pernah merasakan hidup nyaman sejak lahir ke dunia hingga dia meninggalkan dunia.
Mengapa? Tentu saja karena usia rata-rata manusia dalam beberapa abad terakhir dibawah seratus tahun.
Jika manusia lahir di abad manusia yang berkecenderungan tanpa agama (atheisme dan animisme) maka manusia akan cenderung menyembah pohon, batu, matahari, bulan, bintang dan benda-benda lainnya yang dianggap mencirikan kekuasaan tuhannya.
Yang ingin penulis sampaikan adalah bahwa betapa betapa sulitnya merubah kondisi sosial pada suatu bangsa jika pemimpinnya tidak memiliki ilmu kepemimpinan rakyat karena tahapan perubahan membutuhkan waktu yang lama.Â
Faktor lain yang harus diperhitungkan adalah sakralnya budaya suatu bangsa bahkan terkesan suci tidak bisa sembarangan disentuh. Apalagi budaya yang berasal dari strategy awal penyebaran teology untuk menyatukan masyarakat yang kemudian dianggap bahagian dari ibadah.
Lalu, bagaimana dengan perubahan sosial dalam politik?
Politik di suatu negara sangat bergantung pada keberadaan Empat elemen politik negara sebagai berikut :
Pertama, Pemikir Politik : Pemikir politik dunia rata-rata adalah pemikir politik di negerinya, hanya saja bangsa dan negaranya atau mereka bernegara sudah berabad yang lalu. Sehingga pemikiran-pemikiran mereka banyak diadopsi oleh bangsa dan negara lain yang merdeka setelah itu. Misalnya Niccol Machiavelli lahir di Florence, Italia, 1469--1527 diplomat dan politikus Italia yang juga seorang filsuf.
Kemudian John Locke yang berasal dari negara Inggris yang hidup dari tahun 1632-1704. Dia seorang pemikir liberal bersama rekannya Issac Newton.
Intinya semua mereka adalah pemikir dan pelaku politik di negerinya masing-masing yang kemudian menjadi pemikir politik dan filsuf dunia, karena pemikiran itu menjadi referensi bagi bangsa-bangsa lain di dunia.
Jika kita memantau negara kita khususnya pemerintah hingga sekarang kita sebagai rakyat tidak cukup informasi, apakah negara kita menggunakan konsultan politik atau pemikir politik dan negara. Karena jika mengacu pada konstitusi maka negara ini negara demokrasi, tentunya pemimpin negeri ini harus belajar pada bangsa dan negara yang telah lama berdemokrasi.
Jika pemerintah kita menggunakan konsultan dari RRC sebagaimana informasi di media sosial maka pemerintah kita sudah masuk dalam penyalahgunaan kekuasaan (abuse power). Karena apa? Karena bangsa ini justru berafiliasi dan mengajarkan sistem komunis pada rakyatnya yang kepemimpinannya bertentangan total dengan sistem kepemimpinan demokrasi.
Rakyat jangan menganggap hal ini perkara sepele dalam bernegara dan membiarkan wakil rakyat lalai diparlemen dan bekerja untuk misi-misi mempertahankan hidup sebagaimana rakyat biasa. Karena dampaknya dapat menimbulkan malapetaka bagi kehidupan rakyat Indonesia.
Kedua, Pemimpin Partai Politik, kecerdasan pemimpin partai politik menentukan kualitas pencapaian tujuan bernegara sekaligus menentukan kualitas kehidupan rakyat disuatu negara.
Contohnya begini aja, jika rakyat Indonesia diminta untuk mengibarkan bendera negaranya, maka perintah hingga kepelosok selama ini sering dilakukan dengan pemaksaan pemaksaan bahkan dimasa lalu terpaksa dengan strategi Tapak Sepatu Prajurit (TSP).
Tetapi di negara demokrasi warga masyarakat dengan kesadarannya mengibarkan bendera negaranya bahkan mereka menempel bendera negaranya di dinding rumah atau menyelipkan disudut rumahnya dengan bangga meski tanpa perintah negara.
Jadi strategy perintah rakyat oleh pemerintah berbeda antara sistem kepemimpinan negara tersebut. Tinggal pada warga masyarakat mau memilih sistem apa dalam kesadarannya mengingat masih ada ruang untuk pemilihan tersebut terutama peran dan fungsi rakyat menggunakan Pemilihan Umumnya tahun 2024.
Jika pemimpin partai politik tidak berstandar pada ilmu, teori dan pengalaman-pengalaman berpolitik berbangsa dan bernegara maka mereka akan terjebak pada kepentingan sempit dalam bernegara dan berpengaruh  besar terhadap rakyat. Demikian pula jika sistem sogok berlaku dalam politik maka sudah pasti negara akan dipertaruhkan.
Lihatlah bagaimana Malaysia ketika dipimpin Abdullah Badawi yang akhirnya perdana menteri ini ditangkap, rakyat disuguhkan dengan kekayaannya yang melimpah dari kompensasi memberi negaranya kepada bangsa asing melalui berbagai investasi yang menguntungkan sementara. Rakyatnya bagaimana menjadi tumbal kekuasaan dan tentu mengalami kesempitan dalam hidup mereka.
Ketiga, Kecerdasan Pemimpin Pemerintah : Presiden sebagai pelaksana tugas-tugas dalam kepemimpinan negara memegang peranan penting dalam mengarahakan kehidupan rakyatnya. Jika pemimpin negara memiliki ilmu kebangsaan maka mereka dengan mudah mengarahkan rakyat dan membawa sistem hidup rakyat dengan segala kemudahan juga.
Maka pepatah "Dengan Ilmu Mudah dengan Seni Indah" berlaku dalam kehidupan rakyatnya sehari-hari. Lantas, apa yang sesungguhnya diperlukan oleh seorang pemimpin rakyat untuk mengantar rakyatnya pada tahap kesejahteraan sebagaimana tujuan bernegara?
Tidak lain adalah membuka jalan bagi kemudahan hidup rakyat dan membawa rakyatnya pada tahapan kesejahteraan hidup sebagaimana manajemen sosial dalam penjelasan Maslow the theory. Bahwa masyarakat sejahtera sebagaimana ilustrasi piramida. Dari masyarakat yang sebatas memenuhi kebutuhan dasarnya hingga rakyat disuatu negara yang benar-benar sejahtera mampu mencapai tahapan dalam memenuhi kebutuhan tertiernya (mewah).
Keempat, Kualitas Rakyat. Kualitas rakyat dalam politik adalah kemampuan mereka memilih pemimpinnya sebagai pelayan mereka. Hal ini tentunya menuntut kemampuan rakyat untuk mengetahui pilihannya secara tepat agar pilihannya bukan bermental pengkhianat rakyat. Bagaimana mengetahui seseorang sebagai calon pemimpinnya atau seseorang yang mewakilinya diparlemen.
Hal ini membutuhkan wawasan dalam politik dan bernegara. Bukan pekerjaan sepele, siapa yang memberi uang kemudian rakyat tantu merasa berdosa jika tidak memilihnya akibat warga dan bangsa yang memiliki agama sebagaimana Ketuhanan Yang Maha Esa. Padahal sebaliknya jika mereka menyogok maka seharusnya rakyat justru tidak memilihnya karena mentalitas mereka korup. Mereka tidak sabar untuk memahami rakyat sehingga langkah praktis mereka membeli suaranya.
Dengan rakyat memahami politik yang benar maka negara akan lebih baik dalam pengelolaannya karena tidak diwarnai dengan sogok kiri dan kanan dalam berbagai urusan.
Ketika pemerintah bisa menempatkan negara sebagaimana harapan rakyat dan kedaulatan mereka dicapai, maka pemerintah akan menghormati rakyat sebagai pemilik negara yang sesungguhnya. Kemudian barulah warga masyarakat barulah bisa mencintai negara dengan kesadarannya. Tentu saja mereka akan mengibarkan bendera negaranya dengan kesadaran dan kebanggaan dan tahap perintah strategi Tapak Sepatu Prajurit (TSP) tidak lagi efektif.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H