Dalam politik diperlukan kehati-hatian terutama dalam mengambil keputusan dalam bertindak. Sehingga pelaku politik tidak terjebak dalam salah langkah dan politik yang salah arah dalam pengembangannya. Karena partai politik bukan sebagaimana agama atau lembaga profesional yang menentukan hidup kita dunia dan akhirat apabila kita berjalan sebagaimana kebaikan bagi rakyat.
Berikutnya aktivitas dalam partai politik jangan sampai melupakan hakikat kehidupan kita  yang bukan hanya dalam waktu singkat sebagaimana periodenisasi dalam politik yang hanya lima tahunan bahkan di negeri lain justru empat tahun. Tetapi masa depan setiap warga masyarakat jauh lebih utama dan lebih berharga daripada hanya menjadi obyek dalam permainan pimpinan partai politik yang sebahagian besar masih kelas demagog.
Banyak dampak yang terjadi dalam berbagai pengambilan keputusan politik, terkadang menghancurkan masa depan orang lain dan bahkan dapat membunuhnya dan menyengsarakan keluarganya tanpa kita menyadarinya.
Oleh karena itu politik dapat menjadi petaka bagi yang melakukannya tanpa memahami dampaknya. Jangan sampai politik kekuasaan itu jatuh ketangan orang-orang yang dhalim, tidak punya hati apalagi manusia tidak beragama, tidak paham nilai yang terkandung dalam politik bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Jika ini juga terjadi maka tidak ubahnya ibarat kita melepaskan senjata pada anak ingusan atau orang kurang waras yang dapat mengancam nyawa siapa saja.
Pertanyaannya, apakah sistem pengelolaan partai politik dinegara kita sudah sepenuhnya benar sesuai dengan kaidah, nilai, etika, fatsun politik normatif?
Pengelolaan Partai yang benar tidak salah arah, maksudnya bagaimana?
Setidaknya ilustrasinya sebagai berikut :
Pertama, pengelolaan partai politik wajib mengikuti arah konstitusi suatu negara, keberadaan partai politik sebagai alat pencapaian politik rakyat dalam bernegara yang bermuara antara adalah kedaulatan rakyat dan muara akhir kesejahteraan rakyat. Bagaimana kesejahteraan rakyat? apakah ketika rakyat sudah menjadi kaya semuanya? Tentu tidak demikian. (hal ini akan kita kupas pada artikel khusus untuk itu)
Kedua, pengelolaan partai politik seharusnya membutuhkan sanksi dari negara, sehingga partai-partai politik tersebut tidak dibawa kepada kepentingan sempit pengurus atau pengelolanya. Karena partai politik itu milik rakyat bukan milik pendiri apalagi milik pengurus sebagaimana organisasi perusahaan pribadi dan keluarga.
Ketiga, partai politik harus diawasi oleh pemerintah, bahkan dapat digugat oleh rakyat maupun pemerintah sendiri ketika partai politik telah melewati batas politik konstitusi negara baik terhadap pengelolanya maupun fungsinya yang telah mengarah keluar dari konstitusi.
Keempat, partai politik seharusnya perlu diberi rating setiap tahun, baik dalam kategori pengelolaan maupun dalam pendidikan kader maupun dalam fungsi rekruitmen calon-calon pemimpin bangsa dalam masyarakat agar potensi sumber daya masyarakat yang cerdas tidak tertinggal. Jika sistem kepemimpinan dalam negara itu demokratis maka indeks kualitas demokrasinya juga di evaluasi oleh lembaga pemantau partai politik pemerintah dan dipublis ke masyarakat. Jika ini tidak baik maka kemudian mereka yang paham dan melebihi kecerdasan pimpinan politik maka mereka justru berpotensi membangun agitasi ditengah masyarakat untuk memberontak dalam negara atau melakukan kudeta terhadap kepemimpinan negara. Kenapa terjadi? tentu saja karena mereka lebih paham dan mampu daripada pemimpin partai politik serta bisa mendikte permainan politik.
Kelima, partai politik juga harus dikawal dan melaporkan aktifitasnya sehingga mereka dipastikan berfungsi sebagaimana mestinya dalam pendidikan politik masyarakat. Jangan sampailah partai politik itu sebagaimana biasa seperti menyusun rencana seperti kelompok gengster untuk kemudian melakukan perampasan-perampasan dukungan masyarakat, mengumpulkan uang negara sebanyak mungkin kemudian di pemilu membeli suara masyarakat.
Kalau demikian caranya kapan berubah rakyat dinegara ini apalagi di daerah, karena partai politik yang merupakan instrumen penting dalam membangun rakyat justru menjadi lembaga semacam kelompok yang membuat rencana dan strategi sebatas merebut suara rakyat, yang sama sekali tidak berguna dalam membangun rakyat Indonesia dari Sabang sampai Mauroke.
Kenapa penulis menyampaikan dengan tegas pesan kepada masyarakat pembaca kompasiana ini bahwa tidak perlulah berhabis-habisan dalam partai politik di negeri kita karena tidak memberi jaminan terhadap sikap dan perjuangan masyarakat dalam berjuang membangun rakyat.
Kenapa?
Karena partai politik hanya perlu suara rakyat bukan bermisi dan visi pada platform perjuangan membangun masa depan rakyat dalam politik. Partai politik dalam fungsinya kering kerontang dengan berbagai nilai yang sesungguhnya perlu mereka pelihara demi membangun bangsanya dan mengeluarkan rakyat dari kesengsaraan hidup yang terus berlanjut.
Maksud jangan habis-habisan dalam tulisan ini adalah jangan sampai kita sebagai warga masyarakat mengorbankan hidup kita untuk berjuang dengan partai politik, misalnya bermusuhan dengan kualuarga, bermusuhan dengan teman, sahabat karena partai politik, mengorbankan pekerjaan dan memilih berjuang bersama partai politik secara totalitas.
Tinggalkan sikap diatas jika ingin hidup anda selamat dan tidak sengsara karena partai politik dan pimpinan politik di negeri kita masih dalam mentalitas terjajah (inlanders) bukan sikap politik normatif. Ketika pimpinan partai politik menutupi kebrokannya dan menyelamatkan dirinya maka anda sebagai kader dan warga masyarakat juga keluarga anda adalah obyek sesempurna-sempurnanya tumbal politik.
Kesimpulannya jika pemimpin politik dan partai politik pengelolaannya sebagaimana sekarang dan tidak memberi ruang untuk apresiasi hak-hak politik rakyat secara demokratis maka sebaiknya berhenti dalam berjuang karena hari-hari warga tidak berbeda menghadapi bom waktu untuk jatuh dan mati dalam kebijakan politik.
Lalu kenapa orang-orang yang paham diam?
Menurut penulis begini, politik itu tidak secara komprehensif dikuasai oleh seseorang karena ilmu politik dilengkapi barbagai ilmu lain yang berkait secara langsung dengannya dalam kehidupan warga negara. Karena luasnya ilmu politik itu sehingga tidak ada orang yang sempurna dalam politik. Sebagai contoh pemimpin politik di negeri kita mulai Soekarno, Soeharto, Susilo Bambang Yudoyono yang berhasil bertahan dalam kekuasaan minimal dua periode. Mereka telah menjadi pemimpin politik rakyat Indonesia selama sepuluh tahun keatas (sebagaimana presiden negara lain dimana dua periode dianggap sukses meski delapan tahun). Mereka juga masih terjebak dalam kekurangan dipolitik secara vulgar.
Di awal masa kekuasaan politik tiga presiden ini tentu berjalan baik dengan beban dan harapan rakyat dipundaknya. Tetapi akhirnya mereka terjebak dengan masalah alamiah yang sering menimpa para pemimpin politik dunia dan muaranya absolutisme kekuasaan.
Soekarno dan Soeharto yang haus kekuasaan dengan wacana berkuasa selamanya. Susilo Bambang Yudoyono yang tergolong sukses memimpin dengan pembangunan baru yang meletakkan fondasi demokrasi Indonesia dalam pemerintahan setelah perjuangan bebas yang dilakukan oleh Amien Rais dan Sri Bintang Pamungkas. Akhirnya juga dianggap terjebak dalam kekuasaan partai dengan keluarga sehingga ada kelompok mantan teman dan kader yang menjadi lawan dan berhadapan langsung.
Lalu, masalah utama dalam politik  dan partai politik di Indonesia itu apa sih? Jawabnya kematangan demokrasi pada pemimpin, ragu pada model dan sistem kepemimpinan, pembangunan politik bangsa tidak dilihat sebagai pembangunan tetapi dibiarkan hingga berwujud menjadi strategi politik dan dikendalikan dengan dalih pembinaan, padahal pemerintah juga mencari gagang pegangan pada partai politik lain sehingg yang terjadi bukan pembinaan dan pendidikan rakyat tetapi adu pintar dalam propaganda politik.
Jangan heran suatu masa kita rakyat akan sadar bahwa pemimpin kita yang kita pilih adalah siapa yang paling lihai melakukan propaganda politik. Selanjutnya jangan heran kalau masyarakat kita suatu masa karakternya berorientasi pada propagandus dan secara kasarnya dapat digolongkan sebagai tukang olah atau siapa yang berhasil menipu rakyatnya.
Hal ini semua dalam politik suatu signal pertanda bahwa politik di negeri ini masih centang perenang dan tidak memiliki patron dan sistem yang disepakati secara konsisten oleh pemimpin partai politik dan pemimpin negeri ini yang masih larut melihat politik masih dalam tahapan strategi merebut dan mempertahankan kekuasaan politik meski peran dan fungsinya sebagai pejabat tinggi dan pemimpin negara. Karena itulah maka penulis mengingatkan warga masyarakat supaya biasa saja dalam partai politik sebelum anda menyesalinya.
Salam
Dokumen Pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H