Lalu dalam masyarakat patrilinial sebagaimana sebahagian besar masyarakatnya melihatnya aneh kehidupan masyarakat matrilinial tidak masuk akal. Padahal justru normal dalam perspektif pemberdayaan dan kesetaraan perempuan. Karena harta dalam rumah dan anak dominan tanggung tanggung jawab istri dan merupakan miliknya. Jika tidak maka perempuan adalah lebih tergolong sebagai korban kekuasaan lelaki dalam berumah tangga. Karena lelaki terlalu dominan kekuasaanya meski bentuk komunikasi atau hubungannya dengan ikatan cinta dan kasih sayang.
Karena itulah masyarakat modern mensetarakan antara lelaki dan perempuan sebagaimana peran dan fungsinya dalam rumah tangga, sehingga rumah tangga mereka hanya ada ketika keseimbangan itu tetap terpelihara bukan tergantung pada tingkat kesabaran seorang istri.
Dalam hal ini penulis memandang bahwa kehidupan warga masyarakat Indonesia di akar rumput memberi indikasi bahwa perempuan jauh lebih kuat dari laki-laki. Hanya saja hukum tersebut belum sepenuhnya dapat dituntut oleh perempuan sebagaimana perempuan di negara yang sudah lebih maju. Karena perempuan kita masih dominan dalam belenggu rumah tangga yang turun temurun menjadikan istri sebagai pembantu rumah tangga meski dalam pandangan masyarakat masih dalam katagori terhormat.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H