Sebenarnya partai politik sering mengalami kudeta konstitusi misalnya sekelompok yang kuat dalam partai pilitik itu merubah sistem kepemimpinan yang melemahkan demokrasi, misalnya kepemimpinan yang sebelumnya demokratis kemudian menjadi sistem otoriter. Kemudian mereka menghilangkan hak politik kader sasaran korbannya dan membeli Sikap diam kader ditingkat pimpinan provinsi dan kabupaten/Kota, itupun jika mentalitas mereka korup. Hal ini yang sering terjadi tetapi para kader partai jarang memahami peristiswa politik ini karena kader sering berada pada linkaran kekuasaan good fathernya yang kharismatik. Mereka hanya bisa mengikuti arah pemikiran good fathernya karena politik partai di negeri kita masih dalam kapasitas dan kualitas melihat Tuan Yang Adil.
Jika kita simak pemberitaan selama ini tentang issu politik kudeta ini maka kita akan temukan elemen yang dianggap berpengaruh adalah para pendiri partai. Seakan pendiri partai itu ibarat pemilik perusahaan yang bisa mengambil alih kekuasaan kapan saja mereka anggap partai itu dibutuhkan dan tinggal menggali dalih kelemahan dalam penyelenggaraan kekuasaan partai politik.
Padahal pendiri partai politik itu terdiri dari masyarakat yang secara sukarela mendirikan partai politik untuk membuka saluran aspirasi politik masyarakatnya. Jadi aneh jika menganggap pendiri partai politik berkuasa sebagaimana pemilik perusahaan sebagaimana Perseroan Terbatas (PT).
Pendiri partai juga terasa aneh ketika mereka menyoalkan kontribusinya dalam barang dan jasa atau sejumlah uang kepada pemimpin atau mantan pemimpin partai karena mereka sudah menjalankan hak-hak politiknya, apalagi sudah menjadi bahagian penting dari kekuasaan dimasa mereka berkuasa.
Tetapi penguasa yang jahat bisa melakukan sebatas pembelahan partai politik dan biasanya mengambil momen kala terjadi kongres partai politik dengan memanfaatkan kekuasaan mengeluarkan surat keabsahan partai politik melalui kemenkumham. Tapi perlu diingat hal ini adalah preseden buruk dalam pemerintahan dan pemerintah sudah menjadi tirani yang dhalim.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H