Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Berpotensi Lahirkan Kebodohan Rakyat Se-Daerah Bahkan Se-Negara

6 Februari 2021   08:10 Diperbarui: 6 Februari 2021   11:21 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Mendengar kata politik masih banyak diantara kita merasakan neg, bahkan masih banyak yang menunjukkan apresiasi dengan perkataan yang tidak lumrah. Banyak warga masyarakat yang menganggap politik sebagai pintu masuk ke neraka.

Suatu ketika saya sedang ngobrol disuatu kaffe di Kota Banda Aceh, seperti biasalah banyak teman bergabung termasuk teman dari anggota parlemen daerah. Karena kebanyakan bukan dari anggota partai maka mereka bebas bicara bahkan mereka tidak peduli karena meski ada anggota parlemen mereka lebih mengedepankan persahabatan. Salah seorang tiba-tiba menyampaikan informasi bahwa ada partai baru dan mencari calon pengurus di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Salah seorang lainnya menanggapi dengan kalimat dan ekspresi yang negatif.

Walah,,,,partai lagi, gak usah bicara partai politiklah, muak kita mendengarnya, najis,,,ini grub persahabatan, gak usah politik-politiklah! Cetusnya. Saya pun ikut terbahak tapi bukan karena lucu tetapi karena keluguan dan ketidakpahaman teman tersebut tentang poitik itu sendiri.

Berikut saya sempat menambah pertanyaan, untuk apa politik, kalau bank, tanah, kebun sawit, pabrik minyak, pabrik kebutuhan makanan, mall dan lain-lain milik bangsa asing, sementara kita nonton di bioskop saja tidak tidak bisa, jangankan memilikinya.

Wah,,,bioskop itu dilarang di kota kita yang bersyariat Islam, sahutnya.

Oo,,,iya, ya. Maka di Arab di Malaysia, Brunai Darussalam gak ada bioskop ya, kata saya meski sambil tertawa, sesunggguhnya sedang mengoloknya. Kawan itupun diam sambil memperbaiki posisi pecinya.

Karena kita tidak bisa meluruskan cara pikir warga maka jika ada kalimat warga masyarakat yang menyudutkan politik dengan kalimat minus seperti " Kalau mau ke neraka maka pintu yang paling efektif itu ya masuk ke partai politik"

Padahal politik itu adalah suatu ilmu yang komprehensif dan menuntut keseriusan dari pelakunya. Politik di tingkat atas dapat membawa perubahan kehidupan masyarakat yang lebih baik melalui kebijakan pemerintah jika hal itu dikuasai oleh mereka yang baik dan benar. Politik juga dapat membebaskan mentalitas masyarakat terjajah pada suatu bangsa.

Jadi politik bukan sebatas mengurus selokan dan jalan ditingkat masyarakat bawah. Tapi bagaimana mengelola sistem kehidupan, sementara hal-hal teknis dan operatif yang berlaku dalam masyarakat kita hanyalah sebatas residu dari kebijakan yang sangat kecil dari politik.

Jika warga masyarakat belum memahami politik maka pekerjaan mengurus selokan, aspal jalan, parit, menyumbang ke mesjid dianggap pekerjaan politik. Oleh karena itu banyak dari kontraktor dan konsultan pembangunan gedung dan jalan dipilih menjadi anggota parlemen oleh rakyat karena mereka dianggap sudah berpolitik, he he he,,,,,

Lantas, bukankah mereka yang sudah menduduki jabatan melalui jalur politik sudah berpengalaman dan berkemampuan dan mendapat jabatan dalam politik, misalnya wakil rakyat, gubernur, bupati dan presiden adalah ahlinya politik? Jawabnya belum tentu.

Kalau pemahaman politik demikian maka para bangsawan dijaman penjajahan Belanda dapat dianggap sebagai pejuang bangsa, padahal mereka berjuang untuk Tuan Menir majikannya. Dimana mereka sebagai pemakan tulang sementara Tuan Menir dan bangsanya sebagai pemakan dagingnya.

Silakan baca kembali sejarah bagaimana awal mula penjajahan nusantara oleh Belanda, siapa sebagai ujung tombaknya, dan apakah mereka yang bekerja sebagai konsultan dan kontraktor pejuang bangsa atau sebagai pencari untung ditengah penjajahan rakyat.

Kalau politik tanpa nilai, tanpa mentalitas kebangsaan, tanpa memahami nilai agama, tanpa memahami budaya bangsa, apalagi tanpa memahami politik yang sesungguhnya maka anda sedang memberi ruang yang lebar kepada penjajah untuk mengintervensi kehidupan warga masyarakat.

Hal ini tidak berbeda dengan mengundang penjajahan dan pembodohan rakyat. Karena itulah dunia internasional menghormati lokal wisdem, kepercayaan masyarakat dan budaya serta adat istiadat lokal dimana saja, meski secara substansi tidak bernilai bagi produktifitas dan menghasikan uang bagi masyarakatnya.

Tetapi yang perlu diingat, jangan sampai beragama, berbudaya menyimpang dan menghambat dari esensi untuk kemajuan dan pengembangan kehidupannya.

Diantara kemajuan, sikap dan nilai budaya, agama, adat istiadat dibutuhkan politik untuk keseimbangan agar tidak mendistorsi nilai kebangsaan, agama, budaya dan lain-lain. Disinilah warga masyarakat seharusnya memahami politik dan hak-haknya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga bangsa, negara dan kepala rakyatnya tidak dijual kepada bangsa lain oleh penguasa dan pemimpin yang tidak amanah.

Untuk memahami itu semua maka perlu kecerdasan, dan rakyat seharusnya melek dalam politik. Jika tidak maka mengundang penjajahan dengan mudah dapat dilakukan oleh penguasa karena kecenderungan alamiah dari mentalitas dan jiwa serta nafsu kekuasaan.

Kenapa rakyat perlu memahami politik? Jika tidak memahaminya maka propaganda politik akan dikonsumsi secara total oleh masyarakat umum. Karena rakyat tidak bisa membedakan itu semua. Apalagi untuk memahaminya butuh kemampuan dan kecerdasan. Tidak mungkin seseorang bodoh memahami kebodohan, demikian juga seseorang yang bodoh sangat tidak mungkin memahami orang yang pintar dan siapa serta mana yang benar.

Akibat buta dalam memahami politik maka berpotensi masyarakat se-daerah bahkan se-negara dibodohi (pembodohan sosial) oleh pemikiran dan kebijakan para mentalis penjajah. Karena sikapnya dapat dibarter dengan manfaat kepentingan pribadi maupun kelompok yang ekslusif.

Justru karena itu maka suatu bangsa harus membangun rakyatnya dengan politik kebangsaan dan kualifikasi politik negarawan bukan demagog yang sangat membahayakan bangsa. Karena penjajahan pintu masuknya adalah politisi atau pemimpin demagog yang tidak memahami politik yang sesungguhnya. Mereka berpolitik dengan mentalitas pedagang murni atau pencari laba bukan pendidik rakyat dan bangsanya.

Kemudian membangun dinamika politik yang benar, menggeser alat tukar politik dari alat tukar dalam dagang biasa dengan mental dan moralitas serta kepercayaan terhadap pencapaian tahapan kedaulatan rakyat beserta kesejahteraannya sebagaimana fungsi hadirnya bangsa dan negara dalam kehidupan mereka.

Dengan ilustrasi itu, maka seharusnya orientasi kriteria pemimpin rakyat harus bermuara pada ilmu pengetahuan terutama ilmu politik, bernegara dan melakukan antisipasi terhadap berbagai kecurangan dalam politik maupun berbangsa dan bernegara. Karena itulah pejabat negara disyaratkan idealisme yang baik, dengan semangat tabliq, cerdik, amanah, fatanah sebagaimana dalam pelajaran kepemimpinan yang normatif berlaku dalam ajaran agama, jika mereka ingin dirinya dan bangsanya tetap merdeka.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun